Alasan Penyidik Polda Riau Belum Tetapkan Tersangka Korupsi Proyek Pipa Transmisi di Tembilahan

Alasan Penyidik Polda Riau Belum Tetapkan Tersangka Korupsi Proyek Pipa Transmisi di Tembilahan
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Riau belum menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi dalam proyek pengadaan dan pemasangan pipa transmisi di Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir. Penyidik berdalih masih menunggu hasil audit penghitungan kerugian negara yang dilakukan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
 
Dikatakan Kabid Humas Polda Riau Kombes Pol Guntur Aryo Tejo, dalam proses penyidikan kasus ini, sejumlah pihak telah dipanggil dan dimintai keterangan. Penyidik juga berkoordinasi dengan ahli tentang pipa dari Universitas Islam Riau (UIR), untuk mengetahui jenis dan spesifikasi pipa yang digunakan dalam proyek yang dikerjakan tahun 2013 lalu.
 
"Untuk saksi udah rampung diperiksa," ujar Guntur kepada Riaumandiri.co di ruangannya, Selasa (16/1/2018).
 
Saat ini, kata Guntur, Penyidik masih menunggu hasil penghitungan kerugian negara yang dilakukan auditor dari BPKP Perwakilan Provinsi Riau. Hasil audit ini diperlukan untuk memenuhi salah satu alat bukti perkara ini. Dimana, salah satu unsur penanganan tindak pidana korupsi adalah adanya kerugian negara.
 
"Masih menunggu penghitungan kerugian negara. Audit BPKP," tandasnya.
 
Sebelumnya, Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus (Wadir Reskrimsus) Polda Riau, AKBP Edy Faryadi, pernah mengatakan, dugaan sementara kasus ini adalah pipa yang digunakan pada proyek itu tidak sesuai spesifikasi. 
 
"Jadi bukan tidak bisa digunakan. Tapi PDAM tidak mau menggunakannya, karena tidak sesuai spek pipanya," terang Edy beberapa waktu lalu.
 
Edy juga mengatakan, dalam penyidikan kasus ini, pihaknya telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk Muhammad, yang saat ini menjabat Wakil Bupati Bengkalis. Dalam proyek tersebut, Muhammad menjabat Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PU Riau.
 
"Pernah kita periksa (Muhammad). Tapi sebagai saksi yang dimintai keterangannya," pungkas Edy.
 
Untuk diketahui, dugaan korupsi ini berawal dari laporan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat. Proyek milik Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau tahun 2013 ini, menghabiskan dana sebesar Rp3.415.618.000. Proyek ini ditengarai tidak sesuai spesifikasi, yang mengakibatkan potensi kerugian negara Rp1 miliar lebih.
 
Dalam laporan LSM itu, Muhammad, yang saat itu menjabat Kabid Cipta Karya Dinas PU Riau tahun 2013, diduga tidak melaksanakan kewajibannya selaku Kuasa Pengguna Anggaran proyek pipa tersebut.
 
Tidak hanya Muhammad, LSM itu juga menyebut nama Sabar Stavanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja, dan Edi Mufti BE selaku Pejabat Pembuat Komitmen, sebagai orang yang bertanggungjawab dalam dugaan korupsi ini.
Dalam kontrak pada Rencana Anggaran Belanja tertera pekerjaan galian tanah untuk menanam pipa HD PE DLN 500 MM PN 10 dengan volume sepanjang 1.362,00. Ini berarti galian tanah sedalam 1,36 meter dan ditahan dengan skor pipa kayu bakar sebagai cerucuk. Galian seharusnya sepanjang dua kilometer.
 
Pada lokasi pekerjaan pemasangan pipa, tidak ditemukan galian sama sekali, bahkan pipa dipasang di atas tanah. Selain itu, pada item pekerjaan timbunan bekas galian, juga dipastikan tidak ada pekerjaan timbunan kembali, karena galian tidak pernah ada.
Pekerjaan tersebut dimulai 20 Juni 2013 sampai dengan 16 November 2013, sementara pada akhir Januari 2014 pekerjaan belum selesai. Seharusnya, kontraktor pelaksana PT Panotari Raja diberlakukan denda keterlambatan, pemutusan kontrak, dan pencairan jaminan pelaksanaan.
Namun anehnya, pihak Dinas PU Riau tidak melakukan denda, tidak memutus kontrak, dan tidak mencairkan jaminan pelaksanaan. Dan lebih tragisnya lagi, Dinas PU Riau merekayasa serah terima pertama pekerjaan atau Provisional Hand Over sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Serah Terima Pertama Pekerjaan/PHO Nomor: 0/BA.ST-I/FSK.PIPA.TBH.XII/2013 tanggal 13 Desember 2013.‎
 
Akibat dari tidak dilakukannya pekerjaan galian tanah, tidak dilakukannya penimbunan kembali galian tanah atau pekerjaan tidak dilaksanakan namun pekerjaan tetap dibayar, negara diduga telah dirugikan Rp700 juta. Denda keterlambatan 5 persen dari nilai proyek sama dengan Rp170.780.900, dan jaminan pelaksanaan 5 persen dari nilai proyek juga Rp170.780.900. Sehingga diperkirakan total potensi kerugian negara Rp1.041.561.800.
 
Reporter:  Dodi Ferdian
Editor:  Rico Mardianto