Posisi Dirut RSUD Rohul Mulai

Posisi Dirut RSUD Rohul Mulai
RIAUMANDIRI.CO, PASIR PENGARAIAN - Pasca "lengsernya" Bupati Rokan Hulu Suparman, posisi Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah Pasir Pengaraian, yang kini dijabat dr Faisal, mulai “digoyang”. Hal ini terkait masalah manajemen keuangan RSUD Rohul tersebut.
 
Ini terungkap dalam hearing Komisi III DPRD Rohul bersama Dirut RSUD, Dinas Kesehatan, dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemkab Rohul, pada 3 Januari lalu. 
 
Dalam pertemuan itu, Ketua Komisi III DPRD Rohul Wahyuni meminta evaluasi terhadap manajemen RSUD. Wahyuni juga mengaskan, bagi yang tidak mampu mengelola RSUD Rohul tersebut lebih baik mengundurkan diri.
 
Hal itu ia sampaikan terkait utang piutang yang membelit manajemen RSUD Rohul, hingga mencapai Rp5,3 miliar kepada pihak penyuplai obat. Dia menilai, kesalahan tersebut ada pada manajemen RSUD Pasir Pengaraian, karena pada pembahasan APBD 2018 bersama TAPD tidak disampaikan ke DPRD Rohul.
 
Wahyuni mengatakan, tenaga di RSUD Rohul seharusnya bekerja sesuai bidang dan tupoksi masing-masing. 
 
“Kalau yang mengelola RSUD tidak semestinya perawat atau seorang dokter, tapi orang yang mempunyai ilmu di bidang manajemen keuangan. Justru itu kita meminta untuk dilakukan evaluasi. Bagi yang tidak mampu supaya keluar atau undur diri,” tegas Wahyuni.
 
Wahyuni menilai, membengkaknya utang RSUD Rohul disebabkan tidak seimbangnya antara pendapatan dengan belanja rumah sakit tersebut. Dimana pendapatan setiap bulannya hanya sekitar Rp700 juta sementara untuk belanja mencapai Rp1 miliar per bulan. Itu artinya RSUD Rohul mengalami defisit Rp300 juta per bulan.
 
“Ini yang membuat supplier obat tidak lagi memberikan obat kepada RSUD. Maka melalui pertemuan ini kami panggil tim TAPD Rohul duduk bersama untuk mencari solusi pembayaran utang ini. Karena dari setiap pembahasan, pihak RSUD tidak pernah memberikan laporan seperti ini," ungkap dia.
 
“Tapi setelah masyarakat mengeluh karena kesulitan dan mahalnya harga obat khususnya bagi pasien BPJS, makanya kita hearing, dan ini baru terungkap ceritanya. Dimana pihak supplier tidak mau lagi memberikan obat karena adanya utang. Dan itu terjadi akibat belanja dan pendapatan tidak imbang. Kemudian salahnya manejemen, pada pembahasan APBD 2018 tidak menyampaikan ke DPRD,” lanjut Wahyuni.
 
Untuk itu, politisi Partai Demokrat ini menyarankan TAPD melalukan audit khusus untuk Direktur RSUD Rohul dan jajarannya. Apakah itu audit keuangan ataupun audit manajemen. Ia meyakini, jika tidak dilakukan audit, persoalan di RSUD Rohul tidak akan pernah selesai. 
 
Sementara itu Dirut RSUD Rohul dr. Faisal Harahap, kepada Riaumandiri.co menjelaskan, persoalan yang terjadi di RSUD Rohul sudah berlangsung lama. Dimana utang obat pada tahun 2015 sekitar Rp3,3 miliar. Kemudian pada tahun 2016 naik menjadi Rp3,4 miliar, dan tahun 2017 melonjak naik sekitar Rp5,3 miliar.
 
“Sebenarnya secara tidak langsung RSUD tidak mampu. Kalau pun diceritakan secara rinci, terlalu panjang. Dengan arti kata, BLUD ini rumah sakit belum sepenuhnya membenahi itu,” kata Faisal.
 
Ditanya soal utang tahun 2015 yang sudah dibayarkan Pemkab Rohul, dengan tegas Faisal, membantahnya. Sesuai data yang dikantonginya, menurut Faisal belum dilakukan pembayaran.
 
“Itu kan katanya. Katanya Rp3,3 miliar sudah dibayarkan. Makanya saya mau konfirmasi dulu. Karena sesuai data saya, per Desember 2015 ada utang Rp3,3 miliar. 2016 ada Rp3,4 miliar. Dan itu utang yang dulu-dulu. Justru itu saya minta kepada Pemda, TAPD, bantulah Rumah Sakit, terutama masalah obat,” sebut dr Faisa.
 
Reporter:  Agustian
Editor:  Rico Mardianto