Korupsi Rp4 M di BRIAgro Pekanbaru, Berkas Eks Pegawai PTPN V Dilimpahkan ke Jaksa

Korupsi Rp4 M di BRIAgro Pekanbaru, Berkas Eks Pegawai PTPN V Dilimpahkan ke Jaksa
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru telah merampungkan proses penyidikan kasus dugaan rekayasa kredit di BRIAgro Pekanbaru tahun 2009-2010 dengan tersangka JYH (58). Berkas eks pegawai PT Perkebunan Nasional (PTPN) V itu telah dilimpahkan ke Jaksa Peneliti atau tahap I.
 
Dalam proses penyidikan perkara ini, penyidik telah meminta keterangan sejumlah saksi dan mengumpulkan barang bukti untuk memperkuat sangkaan terhadap dugaan penyimpangan perkara ini. Selain itu, JYH sendiri juga telah diperiksa dalam statusnya sebagai tersangka.
 
"Tersangka JYH sudah kita periksa (sebagai tersangka) pertengangan Desember 2017 lalu," ungkap Kepala Seksi (Kasi) Pidsus Kejari Pekanbaru, Azwarman, Senin (1/1/2018).
 
Usai pemeriksaan tersebut, kata Warman, pihaknya selanjutnya melimpahkan berkas perkaranya ke Jaksa Peneliti untuk dilakukan penelahaan berkas, apakah sudah lengkap atau P21 atau masih terdapat kekurangan. 
 
"Kalau sudah P21, kita bisa lakukan proses tahap II (melimpahkan tersangka dan barang bukti ke Jaksa Penuntut Umum (JPU),red). Jika masih kurang, tentu harus kita lengkapi berdasakan pentunjuk Jaksa Peneliti atau P19," lanjut Warman.
 
Masih menurut Warman, pihaknya tidak melakukan penahanan terhadap JYH. Hal itu lantaran JYH telah dilakukan penahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIA Pekanbaru, karena sebelumnya juga terseret dalam perkara korupsi yang ditangani Polda Riau. "Itu, perkara yang ditangani Polda Riau. Yakni pemberian 
kredit dari BNI46 ke Kopkar (Koperasi Karyawan, red) PTPN V. Dalam perkara itu, JHY itu Ketua Kopkar PTPN V," pungkas Warman.
 
Selain JYH,  dugaan korupsi di BRIAgro Pekanbaru juga menjerat SH. Hingga kini, mantan Kepala Cabang (Kacab) BRIAgro Pekanbaru telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 21 Desember 2017 lalu, karena mangkir dari pemeriksaan dan tidak diketahui keberadaannya.
 
Penetapan SH dan JYH sebagai tersangka dilakukan pada 5 Desember 2017, setelah Penyidik melakukan rangkaian proses penyidikan dengan melakukan pemeriksaan terhadap dua puluhan orang saksi, baik dari pihak BRIAgro Pekanbaru, debitur, notaris, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Rokan Hulu (Rohul), dan saksi ahli dari Universitas Riau (UR).
 
Dari penyidikan tersebut, Penyidik meyakini keterlibatan kedua tersangka dalam pencairan kredit di bank yang saat itu bernama Bank Agro Cabang Pekanbaru senilai Rp4 miliar.
 
Dalam perjalanan perkara ini, kedua tersangka telah pernah dipanggil untuk dimintai keterangan. Dari keduanya, hanya JYH yang memenuhi panggilan penyidik. JYH diduga sebagai pihak yang mengatur dan mencari debitur kredit, beserta agunan yang dijaminkan ke bank, karena sebagian debitur adalah bawahan dan keluarganya. Dia juga diduga menikmati uang pencairan itu. Sementara SH selaku Kacab BRIAgro Pekanbaru yang diduga tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana mestinya terkait proses verifikasi dan pencairan kredit.
 
Kasus ini terjadi pada tahun 2009-2010. Saat itu, BRIAgro (sebelumnya Bank Agro) Cabang Pekanbaru, memberikan kredit dalam bentuk modal kerja untuk pembiayaan dan pemeliharaan kebun kelapa sawit yang terletak di Desa Pauh Kecamatan Bonai Darussalam, Rokan Hulu, kepada 18 debitur atas nama Sugito dan kawan-kawan, dengan total luas lahan kelapa sawit seluas 54 hektare sebagai agunan.
 
Adapun total kredit yang diberikan sebesar Rp4.050.000.000 terhadap 18 debitur tersebut, masing-masing jumlahnya bervariasi yaitu Rp150 juta dan Rp300 juta. 
 
Jangka waktu kredit selama 1 tahun, dan jatuh tempo Februari 2010, dan diperpanjang beberapa kali sampai dengan 6 Februari 2013.
 
Sejak tahun 2015, terhadap kredit tersebut dikategorikan sebagai kredit bermasalah (non performing loan) sebesar Rp3.827.000.000 belum termasuk bunga dan denda. Agunan berupa kebun kelapa sawit seluas 54 hektar alas hak berupa SKT/SKGR tidak dikuasai oleh BRIAgro dan tidak dapat ditingkatkan menjadi Sertifikat Hak Milik karena termasuk dalam areal pelepasan kawasan 3 perusahaan serta termasuk dalam kawasan kehutanan.
 
Diduga terdapat rekayasa dalam pemberian kredit karena penagihan terhadap debitur tidak dapat dilakukan karena para debitur tidak pernah menikmati fasilitas kredit yang diberikan.
 
Dalam kasus ini ada satu orang lagi yang diduga turut bertanggung jawab. Yang bersangkutan dalam perkara tersebut juga pernah bekerja di PTPN V Pekanbaru dan memiliki peran yang sama dengan JYH. Namun yang bersangkutan telah meninggal dunia.
 
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal (3), jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. ***
 
 
Reporter : Dodi Ferdian
Editor      : Mohd Moralis