Catatan Opini (2), Jalan yang Benar

Catatan Opini (2), Jalan yang Benar
PAGI itu cuaca di atas langit Sumatera terasa teduh, Rabu (6/12/2017). Dari balik jendela, sinar matahari masih tampak tertutupi oleh gumpalan awan yang berlapis-lapis.
 
Sementara pesawat Lion dengan nomor penerbangan JT 393 yang dipiloti Rio Daniswara baru saja  meninggalkan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru pada pukul 06.21 wib. Pesawat menderu laju menuju Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tanggerang Banten. Transit. Selanjutnya "burung besi" itu terbang menuju Bandar Udara Tjilik Riwut, Palangkaraya.
 
Sambil memandangi indahnya ciptaan Allah SWT dari balik jendela, ku teringat satu ayat surat dalam Alquran.
 
"Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, Maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.” (QS. Ar-Rum: 48).
 
Sungguh luar biasa, ribuan tahun yang lalu Alquran sudah mengatakan demikian. Suatu  kebenaran yang mutlak. Dengan dalil ayat-ayat _muhkamat_, Allah SWT telah menunjukkan kekuasaannya. 
 
Dia menunjukkan kebenaran itu, jauh sebelum manusia dapat menciptakan pesawat. Dari balik pesawat, di kaki langit di atas sana kita dapat menyaksikan langsung kebenaran ciptaan-Nya. Melihat langsung apa yang difirmankan-Nya dalam QS Ar-Rum: 48 tersebut.
 
Maha benar Allah dengan segala firman-Nya. Aamiin.
 
Sambil terus memandangi lapisan awan yang bergumpal-gumpal di bawah dan di samping. Sesekali terasa ada goncangan kecil. Terdengar dari balik kabin, pramugari meminta sementara para penumpang tidak menggunakan kamar kecil.  Penumpang tetap duduk di kursi, karena kondisi cuaca yang kurang baik.
 
Dari ketinggian kurang lebih antara 9. 000 - 11.000 meter dari permukaan bumi, ku teringat untuk melanjutkan kembali coretan dan catatan kecil kemarin. 
 
"Catatan Opini (2)",  di sela-sela perjalanan menuju ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah pekan lalu.
 
Pertama, kita ambil _starting poin-_nya dulu. Ide mengelola kelembagaan KPU melalui kekuatan sosial media bukanlah hal yang mustahil. Ku kerucutkan saja sosial media itu adalah _whaatsap group (WAG)_. _WAG and the gang._ Sesuai yang kita gunakan saat ini. Seperti yang telah ku dedahkan kepada tuan-tuan dan puan-puan kemarin. 
 
Ide ini muncul karena melihat ledakan sosial media yang luar biasa sekali. Dalam 5 tahun terakhir muncul berbagai layanan sosial media. Bahkan, ada yang memfasilitasi layanan yang sangat interaktif. _Pokok ..e,_ _muantaapp tenan!_
 
Semua layanan itu untuk menjembatani hubungan tali sosial di antara umat manusia.
 
Dulu, kita tak terpikirkan jika kita bisa komunikasi satu arah dengan komunikan kita. _Nun_ jauh di sana. Tapi, hari ini kita dapat komunikasi massal dalam satu waktu sekaligus dengan banyak audiens. _Direct_ lagi.
 
Ibaratnya, melalui sosial media ini kita bisa teriak-teriak di depan _audiens,_ di mana pun posisi kita berada. Yang penting jaringan internet tersedia.
 
Sebagai misal, ketika aku  "bertanding adu pantun" dengan salah seorang Kasubag, bagian Umum dan Keuangan di KPU Riau kemarin. Kebetulan sesuai dengan motto kita "Berpantun": Bersih, Partisipasif, Adil dan Santun. Kita dapat langsung interaktif. _Audiens_ yang lain digrup ini bisa ikut menyaksikan dari layar ajaib sebesar kotak rokok _Sampoerna A Mild_ ini.
 
Meskipun kita sulit menebak mimik muka dari balik layar ajaib ini. Paling kita hanya bisa mengira-ngira dan menebak. Wah seru _nich!_
 
Menebak pada pilihan susunan kata dan kalimat yang tampil. Padahal, sesungguhnya belum tentu seperti itu. _Motion-motion_ yang muncul hanyalah simbol. 
 
Audiens kita seperti imajiner. Tak tampak oleh kasat mata. Tapi ada. Ada di balik lorong waktu. Sama jam, menit dan detik. Mereka "menyaksikan" kita. Merasakan keberadaan kita. Leluasa saling sambung rasa.
 
Tak ada yang membedakan. Yang membedakan hanya jarak, dan persekitarannya. Itulah hebatnya sosial media ini. Jadi jembatan penghubung di antara kita. 
 
Apakah kita ingin sia-siakan nikmat sosial media ini?
 
Kedua, tanpa kita sadari berapa banyak keuntungan dari kecepatan informasi yang kita dapatkan dari sosial media ini. Tuan-tuan dan puan-puan, bayangkan, dulu semua informasi di KPU hanya mengandalkan informasi dari surat-menyurat dan faksimile. Paling cepat email atau mailling list.
 
Zaman now ini, kecepatan informasi tersebut terlampaui oleh sosial media. Jika menunggu surat atau faksimile tiba, maka kita akan ketinggalan informasi. 
 
Ibaratnya, sekali tekan tombol di tuts-tuts Smartphone, pesan informasi itu seketika melesat jauh melebihi kecepatan cahaya.
 
Secepat kilat ia masuk ke pintu-pintu informasi di semua penjuru angin. Bisa ia muncul di Dumai, di Meranti, Kuansing, dan di Rohil. Atau di ujung Indonesia Papua sana, bahkan bukan tak mungkin jika ada yang dituju dapat muncul di Yerusalem,  Palestina sana. Yang sekarang lagi diklaim Israel ingin dijadikan ibukota negara Yahudi itu.
 
Tergantung kepada siapa informasi itu dikirimkan, dan siapa penerimanya. Makanya, kecepatan sosial media ini sudah tak dapat terikutkan lagi oleh proses-proses administrasi surat-menyurat dan faksimile di atas pada zaman now ini. 
 
Sebagai perbandingan tuan-tuan dan puan-puan, ketika KPU RI ingin mengeluarkan kebijakan tertulis dalam bentuk keputusan atau surat-menyurat. Kebijakan itu tak menunggu hitungan menit, seketika terkirim ke seluruh KPU Republik Indonesia yang ada di seluruh penjuru Tanah Air.
 
Informasi itu langsung ditindaklanjuti dengan cepat. Bayangkan, berapa banyak sisa waktu yang dapat kita manfaatkan, dan berapa banyak pula anggaran yang sudah dapat kita hemat. Semua itu karena proses menunggu. Yang dulu pake lama. Sekarang sudah ngak pake lama lagi. Dipangkas.
 
Kalaupun ada proses administrasi. Itu lebih kepada prosedural formal. Prosedural tata kelola organisasi. Sebagai alat bukti dalam alur birokrasi. Sekaligus alat bukti, jika dikemudian hari dipersoalkan.
 
Ketiga, itulah jalan kebenaran seperti yang pernah ku sajikan di tulisan sebelumnya tuan-tuan dan puan-puan. Path of the truth. Bukan path of the error. Yang ingin ku tawarkan kepada tuan-tuan dan puan-puan semua. 
 
Tapi, tak ku tawarkan langsung jalan itu. Aku ingin ajak dulu kita semua membuka minda atau mindset dan cakrawala berpikir kita. Cara berpikir yang responsif dan punya sensifitas.
 
Barulah kita bisa menerima perubahan dan kemajuan di sekitar kita. Setelah kita semua satu persepsi, barulah kita carikan formula bersama. Akan seperti apa cara kita memanfaatkan sosial media ini ke depan? 
 
Sebagai manusia modern, kemajuan sosial media ini tak cukup dinikmati. Apalagi yang kita bicarakan soal capacity building. Ingin meningkatkan kualifikasi SDM di KPU. Ingin mewujudkan kelembagaan KPU yang hebat! 
 
Tak dapat lagi, kalau hanya untuk gagah-gagahan saja. Sebagai life style. Tapi, menggunakannya untuk kemaslahatan kelembagaan ini. Jadi Super. Bukan Superman. Tapi, super hebat! Toss.
 
Keempat, tuan-tuan dan puan-puan... 
Kita harus memikirkan bagaimana caranya berbuat kemaslahatan. Minimal di tempat kerja kita dulu. Menjadikan sosial media sebagai alat bantu kerja resmi. Ku kira sebagai bagian kita berbuat kemaslahatan di muka bumi ini. Bukan lagi, antara ada dan tiada.
 
Keberadaanya dirasakan ada. Manfaatnya juga kita gunakan melebihi dari apa yang kita pikirkan selama ini. Tapi, kita tak pernah mau 'membuka diri' atau bertabayyun. Sosial media jadi bagian yang tak terpisahkan di dalam memecahkan berbagai kendala dan persoalan yang selama ini kita hadapi. Bukan semata-mata simbol saja. Slogan saja. Ingat, ini sudah zaman milinial lho Bro! (bersambung)
 
 
Tampan, 11 Desember 2017
*Tulisan ini buah ide dan pemikiran Ilham Muhammad Yasir anggota KPU Provinsi Riau Divisi Hukum dan Pengawasan.