Tersangka RTH Melawan, Praperadilan dan Laporkan Aspidsus Kejati ke Polda Riau

Tersangka RTH Melawan, Praperadilan dan Laporkan Aspidsus Kejati ke Polda Riau

RIAUMANDIRI.co, PEKANBARU - Kasus dugaan korupsi pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Tunjuk Ajar Integritas di Jalan A Yani Pekanbaru, Riau, memasuki babak baru.

Sebanyak 13 orang tersangka, melakukan upaya perlawanan hukum. Mulai dari mengajukan praperadilan, hingga melaporkan Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi Riau, Sugeng Riyanta, ke Polda Riau.

Sebagaimana diketahui, penyidik Kejati Riau telah menetapkan 18 orang tersangka dalam kasus ini. Sembilan orang di antaranya, telah menunjuk Razman Arif Nasution sebagai pengacara.

Mereka berasal dari kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN), yakni Ketua Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan Provinsi Riau Ikhwan Sunardi, Sekretaris Pokja, Hariyanto dan anggota Pokja Desi Iswanti, Rica Martiwi dan Hoprizal.

Selanjutnya, anggota Tim Provisional Hand Over (PHO) Adriansyah dan Akrima, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Yusrizal dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Sumber Daya Air Provinsi Riau sekaligus Pengguna Anggaran, Dwi Agus Sumarno.

Sementara empat orang tersangka lainnya, yakni satu ASN, Silvia dan tiga konsultan dari CV Panca Mandiri, yakni Rinaldi Mugni, Reymon Yundra dan Arri Arwin, menunjuk Kapitra Ampera sebagai pembelanya.

Nama pengacara yang disebut terakhir inilah yang membuat aduan ke Polda Riau mewakili Rinaldi Mugni, Jumat (10/11/2017). Aduan diajukan pada Kapolda Riau, Dir Intelkam dan Direskrimum Polda Riau.

"Tadi suratnya sudah kita masukkan. Yang kita adukan itu Aspidsus Kejati Riau Sugeng Riyanta," ungkap Kapitra, Jumat petang.

Dalam surat aduannya, Kapitra menyebut penetapan sang klien sebagai tersangka dilakukan tidak dengan bukti yang cukup. Dia mengklaim, pekerjaan jasa konsultan sudah dilakukan dengan benar.

Selain itu, Kapitra yang pernah dikalahkan Sugeng dalam sidang praperadilan perkara rasuah di Badan Pendapatan Daerah Provinsi Riau, juga menyoroti adanya kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp1,23 miliar.

"Itu tidak berdasar. Kejaksan tidak memiliki kewenangan dalam menghitung kerugian negara. Informasi yang disampaikan tidak didasarkan pada laporan hasil pemeriksaan BPK sebagai lembaga yang berwenang," katanya.

Karena itu, Kapitra menilai Aspidsus sudah melakukan penyalahgunaan wewenang sesuai Pasal 421 KUHP juncto Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 19/ tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik.

Sementara itu, Razman Arif Nasution, memastikan akan mengajukan praperadilan pekan depan. "Kami akan praperadilan. Kami daftarkan pekan depan. Kami minta jaksa fair. Kami mengambil kesimpulan kasus ini, dalam pikiran kami, yang menjadi aneh seharusnya ada tersangka utama. Dari surat pemberitahuan itu hanya masuk pada persekongkolan, kerjasama, permufakatan. Harusnya ada penerima suap," ujar Razman, saat memberikan keterangan pers di salah hotel di Pekanbaru.

Dikatakan, sesuai keterangan Dwi Agus Sumarno, pembangunan RTH Tunjuk Ajar Integritas itu dilakukan atas permintaan Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman.

"Gubernur tidak boleh berdiam diri. Dia memanggil saudara Dwi. Gubernur mengatakan karena sudah tiga orang gubernur masuk penjara, tolonglah dibuat untuk punya pakta integritas untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi. Karena ini perintah gubernur, dia memanggil staf terkait. Dia koordinasi sampai ke Jogja (Yogyakarta,red) bisa mendesain seperti apa pakta integritasnya," terangnya.

Ditambahkannya, Dwi juga sempat ditanya penyidik Kejati Riau, terkait pembangunan RTH tersebut. Sebab, RTH tersebut tidak ada dalam mata anggaran dan tidak disahkan DPRD Riau.

Menurut Razman, Dwi punya argumentasi. "Dalam hal terdapat perbedaan dengan kondisi lapangan. PPK bersama penyedia barang dan jasa dapat melakukan perubahan kontrak, menambah atau mengurangi volume juga jenis pekerjaan. Apa yang dilarang, tugu murah sekali. Hanya Rp425 juta," kata Razman.

Razman juga menyinggung instruksi Presiden Joko Widodo tentang tidak bolehnya kebijakan dan diskresi dipidanakan. Selain itu, tindakan administrasi harus dibedakan dengan korupsi dan diberi peluang perbaikan selama 60 hari.

"Kerugian negara juga harus konkrit, tidak boleh mengada-ada. Saya minta Kajati copot Sugeng," imbuhnya.

Dikonfirmasi terpisah terkait aduan yang dilayangkan Kapitra Ampera, Kabid Humas Polda Riau Kombes Pol Guntur Aryo Tejo menyebut akan mengecek kebenaran aduan tersebut.

Namun, menurut Guntur, masyarakat bisa saja melaporkan jika merasa dirugikan bagi dirinya atau kelompoknya terhadap suatu hal pidana.

"Nanti substansinya akan dipelajari. Apabila ada alat bukti, akan ditindaklanjuti. Tapi misalkan itu adalah kewenangan dari jaksa untuk memeriksa korupsi, ya bisa dia,'' jawab Guntur.

Santai
Sementara itu, Aspidsus Kejati Riau Sugeng Riyanta, menanggapi santai terkait perlawanan hukum tersebut. Ia juga tidak terlalu menanggapi pengaduan dirinya ke Polda Riau.

"Terkait saya diadukan, saya tidak mau komentar terkait hal itu. Mengapa? Karena itu saya pikir kan tidak etis. Biarlah itu menjadi urusan pihak lain. Saya ngurusin perkara Pidsus saja yang kita tangani," ujarnya.

Sementara, terkait upaya praperadilan yang akan ditempuh tersangka, Sugeng menyambut baik hal tersebut. Menurutnya, langkah itu merupakan proses yang baik dan diperbolehkan undang-undang.

"Itu kami hormati. Seharusnya memang begitu, dan itu langkah yang baik. Nanti akan diuji di pengadilan," pungkas Sugeng Riyanta. ***


Reporter    : Dodi Ferdian
Editor          : Mohd Moralis