Pemerintah Diminta Realistis Tentukan Target Pajak

Pemerintah Diminta Realistis Tentukan Target Pajak
RIAUMANDIRI.co, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan merasa pesimis target penerimaan dari pajak yang dipatok pemerintah dalam APBN-P 2017 sebesar Rp 1.283,6 triliun sulit dicapai.
 
Alasannya karena penerimaan pajak per 30 September 2017 baru mencapai Rp 770,7 triliun atau 60 persen. Sedangkan sisa waktu efekti tingggal dua bulan menuju akhir 2017.
 
“Saya khawatir pemerintah akan mengalami kesulitan untuk memenuhi target penerimaan pajak di akhir tahun ini. Saya meminta pemerintah untuk lebih realistis dalam menentukan target penerimaan di tengah kondisi perekenomian yang serba tidak pasti ini. Jika tidak, hal itu hanya akan memberikan beban lebih besar kepada pemerintah di tahun-tahun mendatang,” kata Heri Gunawan, Rabu (18/10). 
 
Menurut dia, tantangan perpajakan begitu kompleks. Realisasi pajak migas, misalnya, yang menurun. Tahun 2016 realisasinya hanya mencapai Rp 44,9 triliun atau hanya 65,3 persen dari APBN-P 2016. 
 
Sementara realisasi PPh migas cenderung sulit meningkat karena melemahnya harga komoditas di pertengahan tahun 2017 ini. Di sisi lain, reformasi perpajakan nasional pelaksanaannya belum maksimal. Untuk diketahui, tax ratioIndonesia adalah yang terendah di dunia, yakni hanya 11 persen.
 
"Ini akan berimplikasi pada pembayaran beban utang yang jatuh tempo. Lalu, utang-utang yang terus ditumpuk akan dibayar pakai apa di tengah adanya gap antara realisasi pendapatan dan belanja, di tengah realisasi pajak yang terus melenceng, dan di tengah angka tax ratio yang rendah.  Ironis, pemasukan pajak rendah, tapi pemerintah masih berani menumpuk utang,” ujar Heri..
 
Heri mengimbau pemerintah agar meningkatkan tax ratio yang masih sangat rendah, hanya 11 persen. Itu bisa dilakukan dengan meningkatkan kepatuhan pembayaran pajak, terutama perusahaan-perusahan besar. Pemerintah jangan hanya berani mengejar wajib pajak dengan nominal kecil. Misalnya, memasukkan HP dan sepeda ontel dalam harta kekayaan yang harus dipajaki. Ini bisa dipandang publik sebagai bentuk eksploitasi.
 
Fraksi Gerindra sendiri telah mendorong optimalisasi pelaksanaan Perppu No.1/2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan dengan melakukan perbaikan dan mempercepat revisi UU tentang Ketentuan Umum & Tata Cara Perpajakan (KUP). 
 
Saat ini, reformasi birokrasi perpajakan masih dalam tahap pembahasan untuk perbaikan. Misalnya, amandemen UU Ketentuan Umum & Tata Cara Perpajakan dan amandemen UU Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang saat ini memiliki lebih dari 60 ribu pungutan, untuk lebih disederhanakan.
 
“Saya mendorong pemerintah untuk segera merealisasikan paket-paket kebijakan ekonomi yang sebelumnya sudah dirilis, terutama yang terkait dengan investasi, peningkatan kemudahan berusaha terutama UMKM, serta penciptaan kesempatan kerja yang lebih baik. Pastinya, program ekstensifikasi tersebut jangan sampai membebani rakyat dan pelaksanaannya dilakukan secara objektif dan berkeadilan,” tutupnya.
 
Baca juga di Koran Haluan Riau edisi 19 Oktober 2017
 
Reporter: Syafril Amir
Editor: Nandra F Piliang