Yusril dan Azyumardi Beda Pendapat Sikapi Perppu Ormas

Yusril dan Azyumardi Beda Pendapat Sikapi Perppu Ormas
RIAUMANDIRI.co, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra dan pengamat sosial keagamaan Azyumardi Azra beda pedapat menyikapi lahirnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas.
 
Kedua tokoh bergelar profesor di bidangnya masing-masing itu diundang Komisi II DPR untuk didengar pandangannya dalam pembahasan Perppu Nomor 2 tahun 2017, Rabu (18/10).
 
Yusril mempertanyakan apakah cukup alasan tentang hal ikhwal kegentingan memaksa yang menjadi latar belakang pemerintah untuk menerbitkan Perppu Nomor 2 tahun 2017 itu.
 
“Saya menyarankan supaya Perppu ini ditolak saja dan pemerintah sebaiknya mengajukan RUU atau DPR mengajukan RUU, hanya untuk memangkas kewenangan dari pengadilan. Sebaiknya memperjelas tentang maksud dari paham yang bertentangan dengan Pancasila supaya tidak menimbulkan multi tafsir dan kesewenang-wenangan di kemudian hari,” ujarnya dalam pertemuan yang dipimpin Ketua Komisi II Zainuddin Amali.
 
Sedangkan  Azyumardi Azra menyatakan bahwa Perppu Nomor 2 Tahun 2017 sangat diperlukan. “Perppu ini memang diperlukan, Undang-undang ini diperlukan. Ini menyangkut persoalan eksistensial bagi negara dan bangsa Indonesia,” ucap Azyumardi.
 
Azyumardi memaparkan bahwa kelompok-kelompok radikal di Indonesia yang terkait dengan Islam biasanya terkait dengan masalah politik, sementara agenda-agenda keagamaannya sendiri kurang begitu menonjol.
 
“Kalau ada kekhawatiran bahwa ormas-ormas lain akan menjadi target, itulah peran dari civil society (masyarakat sipil). Kita harus memantau pemerintah dalam hal ini," ujar mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah itu. 
 
Dia menilai Perppu Ormas atau undang-undangnya nanti sangat kecil sekali kemungkinannya untuk bisa mendorong munculnya kembali otoritarianisme di Indonesia. 
 
"Karena kalau menyangkut perkembangan politik dan demokrasi kita, maka kita telah sampai pada titik yang tidak mungkin kembali ke otorianisme,” tuturnya. 
 
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR RI Zainudin Amali menjelaskan mengapa Komisi II mengundang pakar dan pengamat  karena ada kontroversi yang terjadi terkait dikeluarkannya Perppu Ormas tersebut ditengah-tengah masyarakat.
 
“Tujuan mengundang para ahli dan pakar hukum tersebut adalah karena Komisi II DPR ingin meyakinkan kepada masyarakat, khususnya kepada fraksi-fraksi bahwa kalaupun pendapat akhirnya disepakati atau ditolak oleh DPR, itu adalah hasil dari masukan dari berbagai pihak,” jelas Zainudin Amali diawal pertemuan.
 
Dia juga menjelaskan, Komisi II telah berkeliling ke berbagai daerah, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat, yang menurutnya hal itu merupakan representase dari jumlah penduduk yang besar, dan juga berbagai ragam yang ada di tiga provinsi itu.
 
“Itulah sebabnya kami berkunjung kesana dan telah mendapatkan masukan. Nanti tinggal terserah kepada fraksi-fraksi tentang masukan yang mereka dapatkan dari berbagai pihak itu akan seperti apa ujungnya,” ujarnya.
 
Dijelaskan juga, pembahasan Perppu berbeda dengan pembahasan Undang-Undang. Di Perppu Komisi II hanya punya dua pilihan yaitu menerima atau menolak. Sehingga sebelum memutuskan untuk menerima atau menolak itulah Komisi II DPR mengundang berbagai pihak, ormas, pakar, dan akademisi ataupun tokoh masyarakat yang dianggap bisa memberikan pikiran dan pendapatnya untuk Perppu tersebut.
 
Baca juga di Koran Haluan Riau edisi 19 Oktober 2017
 
Reporter: Syafril Amir
Editor: Nandra F Piliang