DPR Setujui RUU Perdagangan Orang Menjadi Undang-Undang

DPR Setujui RUU Perdagangan Orang Menjadi Undang-Undang
RIAUMANDIRI.co, JAKARTA -  DPR RI akhirnya menyetujui RUU tentang Pengesahan Konvensi ASEAN Menentang Perdagangan Orang Terutama Perempuan dan Anak menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna, Selasa (17/10). Rapat dipimpin Wakil Ketua DPR Agus Hermanto.
 
Sebelum diambil persetujuan, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Asril Hamzah Tanjung menyampaikan di hadapan sidang Paripurna bahwa masalah perdagangan orang, terutama perempuan dan anak merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia. 
 
“Perdagangan perempuan dan anak di Asia Tenggara dalam beberapa tahun belakangan ini meningkat. Oleh karena itu, Komisi I sepakat dengan pemerintah bahwa pemberantasan tindak pidana perdagangan orang terutama perempuan dan anak tidak dapat ditangani sendiri oleh Indonesia, tetapi perlu ditangani oleh seluruh negara di kawasan ASEAN yang merupakan negara asal, transit, dan tujuan dari tindak pidana perdagangan orang,” terang politisi Gerindra itu.
 
Asril mengatakan, Komisi I setuju dengan pemerintah yang telah menandatangani Konvensi ASEAN Menentang Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak, pada tanggal 21 November 2015 di Kuala Lumpur, Malaysia dalam rangka meningkatkan kerja sama dengan negara yang tergabung dalam ASEAN untuk mencegah dan memberantas tindak pidana perdagangan orang terutama perempuan dan anak.
 
“Komisi I DPR RI berharap dengan disahkannya Konvensi ini menjadi undang-undang, maka dapat meningkatkan efektifitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, tenutama perempuan dan anak serta memberikan perlindungan dan bantuan lerhadap korban tndak pidana perdagangan orang terutama perempuan dan anak," katanya.
 
Usul Bentuk Satgas
 
Sementara itu, anggota dari PDIP Rieke Diah Pitaloka mengusulkan dibentuknya Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Perdagangan Manusia, yang di dalamnya ada unsur dari pemerintah dan DPR RI. 
 
Alasan politisi PDIP itu,  karena perdagangan manusia termasuk dalam tindak pidana yang serius dan diperlukan sebuah aksi nyata dalam penanganan dan pencegahannya.
 
“Saya mengusulkan agar kita dapat membentuk semacam Team Task Force  (Tim Satgas) penanganan perdagangan manusia. Kita nyatakan perang bersama terhadap perdagangan orang, khususnya perempuan dan anak yang tentu saja bisa berkaborasi dengan pemerintah.” katanya dalam rapat paripurna tersebut.
 
Rieke menyatakan mendukung diratifikasinya konvensi ini dan Indonesia menjadi negara ke-7, setelah Kamboja, Singapura, Thailand, Vietnam,  Myanmar, dan Filipina. Menurutnya, ini karena Indonesia sebagai pengirim buruh migran terbesar.  
 
Tidak hanya sebagai negara pengirim tapi juga sebagai negara transit dan negara tujuan, juga diidentifikasi sebagai negara yang kasus-kasus perdagangan manusia khususnya perempuan dan anak dengan angka  memprihatinkan.
 
Oleh karena itu,  kata Rieke,undang-undang ini  merupakan satu masa depan bangsa dalam penanganan masalah perdagangan orang yang bisa diperangi bersama-sama. Juga disepakati bahwa masalah ini adalah sebuah tindak pidana serius yang juga merupakan perusak harkat dan martabat manusia, dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
 
Baca juga di Koran Haluan Riau edisi 18 Oktober 2017
 
Reporter: Syafril Amir
Editor: Nandra F Piliang