Polisi Bentuk 2 Tim Usut Kasus Molotov Rumah Anggota DPRD Riau

Polisi Bentuk 2 Tim Usut Kasus Molotov Rumah Anggota DPRD Riau

RIAUMANDIRI.co, PEKANBARU - Aksi teror dengan menggunakan bom molotov kembali terjadi di wilayah hukum Polresta Pekanbaru. Kali ini, rumah pribadi anggota DPRD Riau, Supriati, Jalan Dwikora, Kelurahan Suka Maju, Kecamatan Sail, menjadi sasaran pelaku yang tidak diketahui identitasnya itu.

Dari informasi yang dihimpun, kejadian itu diketahui terjadi pada Selasa (3/10/2017) sekitar pukul 5.15 WIB, oleh keponakan Supriati yang tinggal di rumah tersebut. Saat itu, dia baru pulang menunaikan Salat Subuh ke musala yang tak jauh dari rumahnya.

"Saat saya pergi salat ke musala, tidak ada kejadian apa-apa. Pas saya pulang, saya melihat rumah sudah kena bom molotov. Untung bagian depannya saja. Bagian yang lain tidak ada," ungkap Romi.

Melihat kejadian itu, Romi langsung masuk ke dalam rumah untuk memberitahukan ke kerabatnya yang juga tinggal di sana, Fernando Thedora, dan Supriati sendiri. Ketiganya langsung memeriksa kondisi teras rumah tersebut.

"Kemungkinan kejadiannya saat Saya sedang salat (Subuh) tadi. Sebelum saya pergi (ke musala), Saya tidak melihat hal yang aneh di sekitar rumah. Begitu juga hari-hari sebelum kejadian ini," ungkapnya.

Senada, Fernando Thedora juga mengaku kaget dengan kejadian itu. Selama ini, kata Fernando, hubungan dan komunikasi yang dilakukan Supriati baik dengan siapapun.

"Setahu saya, ibu Supriati tidak ada masalah dengan siapapun. Kok tega kali orang yang melakukan ini," sebut Fernando.

Di tempat yang sama, Supriati yang merupakan Ketua Fraksi Partai Golongan Karya DPRD Riau itu mengatakan bahwa kejadian ini akan dilaporkannya ke aparat kepolisian. Legislator asal Kuantan Singingi itu berharap polisi bisa mengungkap kasus ini. "Mudah-mudahan pelakunya cepat tertangkap," harap Supriati.

 


 

Sementara itu, Kapolresta Pekanbaru Kombes Pol Susanto saat ditemui di Kejari Pekanbaru mengatakan pihaknya akan mengusut kasus ini. Untuk mempercepat proses penanganan kasus ini, Susanto mengaku telah membentuk dua tim.

"Kita membentuk dua tim untuk mencari keberadaan siapa pelaku utamanya," ungkap Susanto.

Lebih lanjut, dari hasil olah tempat kejadian perkara yang dilakukan, polisi mengamankan sejumlah barang bukti, seperti serpihan pecahan botol dari salah satu merek minuman, dan kain bekas terbakar.

"Saat kita lakukan olah TKP pagi tadi, petugas menumukan barang bukti serpihan pecahan kaca yang telah pecah dan kain yang diduga bahan molotov itu," sebut Susanto.

Selain itu, pihaknya juga telah meminta keterangan sejumlah saksi yang berada di dalam rumah, dan menyita kamera pengintai yang terpasang di rumah Supriati.

"Ada tiga saksi yang kita mintai keteranganya. Dari aspek lainnya, seperti CCTv sedang dicoba untuk kita angkat guna menambah bahan keterangan," imbuh Susanto.

Kejadian yang menimpa Supriati ini, merupakan satu dari sejumlah kasus molotov yang terjadi di Kota Pekanbaru. Sejauh ini, Polisi masih kesulitan mengungkap kasus yang meneror masyarakat ini. Terkait hal ini, Susanto membeberkan kendala yang dihadapi pihaknya dalam mengungkap kasus ini.

"Ada beberapa hambatan. Pertama, kejadiannya di subuh hari atau malam. Kemudian, penjaga Poskamling jauh dari lokasi, dan penempatan alat bantu seperti CCTv sangat terbatas," terang Susanto.

Sementara itu, dari Gedung Dewan, Wakil Ketua Komisi I DPRD Riau yang membidangi hukum, Taufik Arrakhman, angkat bicara terkait kasus mengagetkan masyarakat Pekanbaru ini. Politisi Partai Gerindra ini meminta pihak kepolisian serius menindaklanjuti kasus ini.

Dikatakan Taufik, kejadian ini sudah masuk dalam lingkup teror, sehingga pihak kepolisian harus menganggap hal ini sebagai kasus yang serius.

"Kejadian ini harus jadi atensi penuh oleh Polisi. Karena ini sudah masuk dalam lingkup teror. Kalau perlu, Densus 88 diturunkan. Selama ini hal seperti ini terus terjadi, tapi kita tidak mendengar bagaimana tindaklanjut dan proses hukumnya," kata Taufik.

Menurut legislator asal Kota Pekanbaru itu, jika kejadian serupa menimpa anggota Dewan yang lain, maka ke depannya para anggota Dewan tidak akan berani untuk bicara, menyuarakan aspirasi masyarakat.

"Kalau ini terjadi terus, anggota Dewan akan takut dan merasa tidak nyaman. Akhirnya tak berani bersuara. Ini tentunya juga akan merusak alam demokrasi," pungkas Taufik Arrakhman. ***


Reporter    : Dodi Ferdian
Editor         : Mohd Moralis