Masinton Pasaribu: Pansus Angket KPK Tidak Bodoh

Masinton Pasaribu: Pansus Angket KPK Tidak Bodoh
JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Wakil Ketua Pansus Angket KPK DPR RI Masinton Pasaribu menegaskan bahwa Pansus Angket KPK  itu tidak bodoh yang mau menelan informasi mentah-mentah, terutama dari para napi koruptor di Lapas Sukamiskin beberapa waktu lalu. 
 
“Jadi kenapa kami (pansus angket KPK) datang ke sana (lapas Sukamiskin), apakah itu menjadi sumber informasi satu-satunya, tentu tidak!. Ada yang bilang, Pansus Angket kok seperti itu. Dikiranya kita itu bego-bego amat. Pansus Angket ini tidak bodoh," tegas Masinton.
 
Penegasan politisi PDIP itu disampaikannya dalam acara “Pansus KPK dan Pemberantasan Korupsi” bersama Koordinator Gerakan Indonesia Bersih, Adhi Masardi, Pengamat Hukum Johnson Panjaitan dan Rektor Universitas Muhamadiyah Jakarta Prof Syaiful Bachri, di Media Center DPR, Rabu (2/8). 
 
Dijelaskan Masinton, semua informasi yang didapat pansus dari napi koruptor di Lapas Sukamiskin tidak ditelan mentah-mentah. Pansus kemudian melakukan verifikasi dan check and re-check. 
 
“Masa kita tidak verifikasi informasinya. Apa dikira DPR ini bego-bego. Kita datang kita telan mentah-mentah. Ya ngga gitu keles (menirukan gaya anak muda).  Kita tidak bego-bego amat. Informasinya kita terima kita verifikasi kita lakukan check and re-check,” jelasnya.
 
Mengapa napi koruptor yang diminta keterangan oleh Pansus? Menurut Masinton karena napi koruptor yang sudah mengalami dan merasakan bagaimana mereka diperlakukan oleh KPK.
 
"Masa kita ingin tahu rasa cendol pergi ke tukang bakso. Kalau kita ingin tahu orang yang berurusan dengan KPK ya datanya ke Lapas Sukamiskin karena mereka sudah divonis," kata Masinton.
   
Namun demikian, kata Masinton, bahwa narapidana koruptor bukan satu-satunya sumber informasi bagi Pansus Angket KPK DPR dalam melakukan penyelidikan. "Jadi bukan napi koruptor saja yang kita jadi sumber informasi," jelasnya.
 
Masinton juga mengungkapkan, dari hasil informasi yang didapat Pansus, KPK sendiri sekarang ini menjadikan narapidana koruptor Nazarudin dibina dan menjadi narasumber KPK.
 
“Dia tuduh sana, tuduh sini. Kapan KPK ingin menghantam sesuatu dia akan keluarkan  Nazarudin seolah-olah diperiksa dan di sana sudah disiapkan media dan sebagainya. Dan Nazarudin akan ngomong sesuai apa yang diinginkan KPK, itu modusnya,” ungkapnya. 
 
Sementara itu, Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta, Syaiful Bakhri mengatakan, KPK sebagai lembaga negara independen yang dibentuk dengan UU dituntun untuk tunduk dan taat kepada ketentuan hukum dalam melaksanakan tugas dan kewenangan yang diberikan oleh UU.
 
"Dalam hal ini, kewenangan yang diberikan oleh UU kepada KPK berpusat pada kegiatan Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan. Ketiganya merupakan bagian dari hukum acara pidana yang memiliki dua segi, yakni Pembuktian dan Perlindungan HAM. Kewenangan ini rentan sekali dengan pelanggaran HAM, apabila tidak dilaksanakan secara taat asas dan perpedoman pada UU," katanya.
 
Dikatakan, KPK merupakan lembaga penunjang (the auxiliary), dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi. Sebelum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 berlaku, telah terdapat beberapa Peraturan Perundang-Undangan yang dimaksudkan sebagai instrumen hukum untuk pemberantasan korupsi. 
 
Begitu pula sejak sebelum KPK di bentuk, Kepolisian dan Kejaksaan telah memiliki kewenangan untuk memberantas tindak pidana korupsi. "Itulah sebabnya, kehadiran KPK sesungguhnya merupakan lembaga penunjang (auxiliary), terhadap kewenangan Penyelidikan, Penyidikan, dan Penuntutan tindak pidana korupsi yang ada pada Kejaksaan dan sebagian pada Kepolisian," jelasnya.
 
Menurut dia, hak angket merupakan hak konstitusional DPR yang ditentukan dalam Pasal 20A ayat (2) UUD 1945. Pelaksanaan hak angket sebagai bagian dari pelaksanaan fungsi pengawasan DPR tersebut harus dihormati dan dipatuhi oleh semua pihak. 
 
"Khususnya lembaga hukum seperti KPK, yang pada hakikatnya juga melakukan penyelidikan, dan karena memiliki kewajiban baik moril maupun hukum, untuk menghadiri dan menghormati pelaksanaan hak tersebut," tegasnya. 
 
Reporter: Syafril Amir
Editor: Nandra F Piliang