Dugaan Korupsi Perangkat Aplikasi Disdik Rohil 2015

Pengusutan Kasus Dipertanyakan

Pengusutan Kasus Dipertanyakan
PEKANBARU (RIAUMANDIRI.co- Dugaan korupsi Pengadaaan Perangkat Aplikasi Edukatif Rohil senilai Rp30 miliar tahun 2014 dipertanyakan oleh masyarakat. Pasalnya, proyek ini sudah diusut sejak tahun 2015 lalu, namun hingga kini belum ada kabar mengenai tersangka.
 
Hal ini disampaikan Ketua Umum LSM Gerakan Himpunan Anak Nusantara, Riko Rivanno. Kepada Haluan Riau, Selasa (18/4) ia mengatakan, jika dalam beberapa hari kedepan Polda Riau belum menyampaikan perkembangan penanganan perkara tersebut maka pihaknya akan menggelar aksi demonstrasi mendesak pengungkapan perkara tersebut ke Polda Riau, serta melaporkannya ke Mabes Polri.
 
Lebih lanjut dikatakanya, dugaan penyimpangan pada proyek tersebut sangat mudah untuk diusut, pasalnya, berdasarkan invertigasi yang dilakukan pihaknya diketahui, bahwa IP Addres di antara pemenang yang melakukan penawaran dalam tempat dan waktu yang sama.
 
"Ini mengindikasikan kuat dugaan terjadi persekongkolan. Selain itu, juga terdapat barang-barang yang tidak layak dan tidak ada pelatihan penggunaan alat tersebut," ujarnya.
 
Lebih lanjut diungkapkan Riko, berdasarkan investigasi yang dilakukan pihaknya terdapat sejumlah nama pejabat di Pemkab Rohil yang terlibat dalam dugaan persekongkolan proyek ini Hal ini pulalah yang menyebabkan proses lelangnya dilakukan secara "kilat".
 
Berdasarkan data yang dimilikinya, proyek senilai Rp 30,9 miliar itu, pemenangnya terdiri dari tiga perusahaan, di antaranya PT Shakhaindo Jaya Persada dengan nilai penawaran Rp10,8 miliar, PT Mahardika Karya dengan nilai penawaran Rp 9,9 miliar dan PT Dinamika Airufindo Persada dengan nilai penawaran Rp9,3 miliar.
 
Ada kejanggalan dalam tahapan lelang proyek pengadaan itu. Misalnya, waktu lelang proyek yang tercantum pada tanggal 2 - 8 Desember 2014, dan dalam waktu singkat, panitia Pokja segera menetapkan pemenang pada tanggal 15 Desember 2014. Selanjutnya, penandatanganan kontrak dilakukan pada tanggal 23 Desember 2014.
 
"Melihat proses lelang yang sangat singkat, kita menduga, ada pengaturan dalam penetapan pemenang tender. Kita juga sangat heran, bagaimana pula perusahaan pemenang dengan cepat, hanya dalam waktu satu minggu bisa memobilisasi alat peraga dan mendistribusikannya ke sekolah-sekolah. Padahal kita tahu, nilai proyek itu mencapai puluhan miliar dan kuantitas barang mencapai ribuan unit," ujar Riko.
 
Melihat kejanggalan inj, Riko, meyakini, sebelum tender itu berjalan, produk untuk proyek Proyek pengadaan perangkat aplikasi Edukatif Multikontent untuk SD, SMP, SMA seKabupaten Rokan Hilir sudah disiapkan oleh perusahaan pemenang jauh-jauh hari. Sedangkan proses lelang itu hanya formalitas belaka.
 
Akibat ini lanjutnya, panitia tender barang dan jasa bisa saja dihukum karena telah melanggar pasal 22 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
 
Selain itu, Riko menduga spek barang sengaja dikunci agar menyulitkan perusahaan lain untuk menang. Dari awal dia menduga, tender proyek ini sengaja diatur. Dari informasi yang diterimanya, Tim Tipikor Polda Riau sudah turun memeriksa Dinas Pendidikan Kabupaten Rokan Hilir sebelum lebaran tahun 2015, malahan mereka juga sudah cross check ke salah satu sekolah penerima yang berada di Bagan Batu. Namun hingga saat ini, belum ada titik terang pengungkapan kasus itu.
 
Sementara itu, Kasi Pidsus Kejari Rokan Hilir, ketika dijabay Ruly Affandi,SH,MH tahun 2015 lalu kepada wartawan mengungkapkan, kasus proyek pengadaan perangkat aplikasi Edukatif Multikontent untuk SD, SMP dan SMA tidak bisa dilanjutkan karena karena sudah ditangani oleh pihak Diskrimsus Polda Riau.
 
Sementara terkait hal ini, Kabid Humas Polda Riau, Kombes Guntur Aryo Tedjo, belum bersedia memberikan penjelasan.