Membangun Gerakan Literasi

Membangun Gerakan Literasi
DEKLARASI Praha di Republik Ceko tahun 2003 menjadi awal gerakan literasi secara internasional. 
 
Sebanyak 23 negara, sepakat mendorong literasi menjadi kunci keberhasilan untuk membentuk masyarakat abad 21. Semakin baik literasi warga, masyarakat yang terbentuk akan semakin baik pula.
 
Gerakan literasi tidak bisa dipisahkan dengan dunia pendidikan. Di dalam dokumen deklarasi yang bertajuk Towards an Information Literate Society itu, dinyatakan secara tegas bahwa literasi informasi harus menjadi bagian integral dalam pendidikan. 
 
Penguasaan literasi berkontribusi penting dalam pencapaian tujuan pembangunan milenium PBB dan menghormati deklarasi universal Hak Azasi Manusia (HAM).
 
Lantas bagaimana kondisi literasi di Indonesia? Harus kita akui kecakapan literasi Indonesia tergolong rendah.
 
Untuk mata pelajaran IPA, kecakapan literasi anak-anak kita, berada di peringkat 38. Ranking ini masih berada beberapa tingkat di bawah Thailand.
 
Sedangkan minat baca anak Indonesia sungguh mengkhawatirkan, berada di peringkat 60 dari 61 negara. Lebih mengkhawatirkan lagi, hasil penelitian UNESCO yang membuktikan minat baca orang Indonesia pada 2012 hanya 0,001. 
 
Artinya, dari seribu orang Indonesia, hanya satu yang memiliki minat baca serius. Bahkan Anies Baswedan yang pernah menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, menyebut kemampuan membaca anak Indonesia ketinggalan tiga tahun dari negara-negara lain (vivanews.com/2015).
 
Siswa kelas 1-3 SD kita, memang sudah banyak yang bisa membaca. Itu cukup melegakan. Namun, mereka itu banyak yang tidak tahu arti apa yang mereka baca. Pada titik ini, kecakapan literasi siswa perlu dikembangkan.
 
Kecakapan literasi sangat dibutuhkan oleh siswa. Literasi merupakan keterampilan untuk mengelola informasi. Kecakapan literasi membantu siswa dalam mengidentifikasi, menemukan, mengevaluasi, mengatur, menggunakan suatu informasi. 
 
Kecakapan literasi juga memungkin siswa mengomunikasikan informasi untuk mengatasi masalah.
Literasi yang paling dasar sesungguhnya tidak jauh dari kehidupan kita, misalnya kemampuan untuk membaca, menulis, menghitung, berbicara, mendengar, memprediksi, menggambarkan, dan mempersepsikan.
 
Mengapa literasi penting?
Hidup di abad 21 adalah hidup di era informasi. Keterbukaan informasi yang nyaris tanpa batas menjadikan siswa mesti berkecakapan literasi. Ragam mata pelajaran mengharuskan siswa mampu membaca dengan baik. 
 
Untuk itulah kecakapan literasi menjadi penting. Literasi membantu siswa memahami pesan lisan, tulisan, audio, maupun gambar atau visual. Dengan demikian, semakin baik literasi siswa, semakin baik pula prestasi belajarnya.
 
Dalam porses pembelajaran, literasi bukan untuk dikuasai oleh siswa semata. Guru juga tidak boleh gagap literasi. Sebagai role model, guru harus mampu mendidik siswanya agar juga cakap berliterasi. Literasi guru baik, maka besar kemungkinan siswanya juga baik.
 
Di era sekarang ini, guru juga harus meng-update diri dari berbagai informasi yang ada. Akan jadi ber-dampak buruk bagi siswa jika gurunya tidak mau (enggan) meng-update informasi. Guru yang update adalah guru yang literat. 
 
Literat maksudnya mampu mengakses informasi, memahami, dan bisa menggunakan informasi tersebut untuk hal-hal yang berguna, misalnya dalam proses pembelajaran.
 
Membudayakan literasi
Beberapa upaya perlu dilakukan dengan segera untuk mengembangkan literasi siswa. Upaya-upaya tersebut bisa dimulai dari mengembangkan budaya literasi sekolah, mendorong peran dan partisipasi masyarakat, serta mengadvokasi kebijakan pemerintah daerah.
 
Budaya literasi sekolah perlu dilakukan dengan mengembangkan kapasitas elemen sekolah. Diantaranya dengan melatih kepala sekolah, guru, dan komite dalam merancang program membaca. Selain itu, me-ningkatkan minat baca oleh kepala sekolah, guru dan siswa. 
 
Sekolah-sekolah harus difasilitasi dengan buku-buku bacaan. Selain itu juga diikuti dengan mendorong literasi lintas pembelajaran melalui Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Perlu juga dicanangkan program pembiasaan menulis, agar para siswa terampil dalam menulis. 
 
Membuat kegiatan ekskul berupa kegiatan jurnalistik. Juga kegiatan-kegiatan lain yang relevan seperti menggalang kelompok pecinta sastra, pengadaan lomba-lomba terkait literasi, juga memilih duta-duta baca.
 
Masyarakat juga diharapkan turut dalam gerakan membaca. Akan sangat membantu bila masyarakat turut terlibat, misalnya dengan menyumbang buku dan perangkat pembelajaran. 
 
Lembaga-lembaga yang konsen dengan pendidikan hendaknya turut membantu sekolah. Pengembangan taman-taman bacaan di masyarakat juga sangat penting untuk menumbuhkan semangat membaca masyarakat. 
 
Terciptanya komunitas-komunitas membaca independen di masyarakat juga sangat strategis guna menyemarakkan gerakan membaca yang lebih meluas.
 
Pengembangan literasi juga bisa dilakukan dengan advokasi pemerintah daerah. Literasi akan berkembang jika Pemda mendeklarasikan diri sebagai daerah literasi. Kebijakan-kebijakan literasi juga perlu didorong. 
 
Alokasi APBD perlu diperbesar untuk program-program literasi. Selain itu pentingnya legitimasi pogram melalui pembuatan seperangkat aturan berupa peraturan daerah atau peraturan kepala daerah, agar kegiatan ini dapat terlembaga dengan baik. 
 
Dengan begitu, gerakan bersama membangun literasi punya daya sengat dan daya gugah yang mengejutkan.
Sudah saatnya kita bergerak bersama untuk membangun gerakan literasi. 
 
Baik sekolah, pemerintah, masyarakat, dan stakeholder lain memiliki semangat dan komitmen untuk menjadikan literasi ini sebagai sebuah gerakan kebudayaan. *** (sumber :  analisadaily.com)
 
* Penulis adalah praktisi pendidikan, pendiri Literasi Institut