Keterwakilan Perempuan Jadi Isu Krusial Pada Pembahasan RUU Pemilu

Keterwakilan Perempuan Jadi Isu Krusial Pada Pembahasan RUU Pemilu
JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Keterwakilan gender dalam politik menjadi salah satu isu krusial yang sedang dibahas anggota Pansus RUU Pemilu. Saat ini, keterwakilan perempuan di DPR hanya 18 persen.
 
"Sejak pembahasan RUU, Pansus sudah mengundang kelompok aktivis perempuan untuk mendapat masukan-masukan upaya meningkatkan keterwakilan perempuan," kata Hetifah Sjaifudian, anggota Pansus RUU Pemilu dalam keterangan persnya, Kamis (30/03/2017).
 
Dalam UU Pemilu, pencalegan diatur agar memperhatikan 30 persen keterwakilan perempuan. “Dalam pembahasan yang dilakukan pansus, muncul tiga opsi untuk meningkatkan keterwakilan (perempuan) di DPR,” ujarnya. 
 
Opsi pertama, keterwakilan perempuan diatur seperti UU sebelumnya, yaitu memperhatikan 30 persen keterwakilan perempuan dalam pencalegan.
 
Opsi kedua, meningkatkan keterwakilan perempuan dengan menggunakan sistem zipper murni, yaitu pencalegan 50 persen laki-laki dan 50 persen perempuan. Artinya, nomor urut “selang-seling”.  
 
Sedangkan opsi ketiga, menempatkan caleg perempuan nomer urut 1 di 30 persen daerah pemilihan yang partai politiknya mendapat kursi pada Pemilu sebelumnya.
 
“Kami mendukung keterwakilan perempuan dengan menempatkan perempuan di nomor urut 1 di 30 persen Dapil, serta penerapan zipper murni dalam pencalegan,” ujar Politisi dari Fraksi Golkar itu.
 
Reporter: Syafril Amir
Editor: Nandra F Piliang