Diwajibkan Punya Simpanan Rp25 Juta

DPR Kritisi Syarat Paspor TKI

DPR Kritisi Syarat Paspor TKI
JAKARTA (riaumandiri.co)-DPR mengkritisi adanya aturan baru mengenai syarat minimal tabungan Rp25 juta untuk pembuatan paspor bagi calon tenaga kerja Indonesia (TKI). Karena itu, pemerintah diminta terlebih dahulu melakukan kajian terhadap berbagai aspek, sebelum menerapkan peraturan itu.
 
Pemberangkatan TKI ke luar negeri dinilai memiliki persoalan yang cukup kompleks. Minimnya saldo rekening dipastikan bukan satu-satunya masalah yang menyebabkan terjadinya perdagangan manusia.
 
Seperti dituturkan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Saleh Paratonan Daulay, dengan pemberlakuan aturan itu, dikhawatirkan TKI yang diberangkatkan secara baik atau melalui prosedur yang benar, akan mengalami kesulitan. 
"Apalagi, semua tahu bahwa sebagian besar di antaranya berangkat ke luar negeri karena tidak memiliki pekerjaan di Indonesia. Dengan mewajibkan simpanan Rp25 juta tentu itu sulit didapatkan, " ujarnya, Minggu (19/3).
 
Selain itu, TKI juga harus menalangi biaya pemberangkatan. Mulai dari dokumen pemberangkatan, visa, tiket, dan lain-lain. Selama ini, pemerintah sudah mematok biaya sebesar Rp16 juta. "Kalau ditambah dengan simpanan Rp 25 juta, tentu itu angka yang sangat besar," tambahnya.
 
Politikus PAN itu mengatakan, pembenahan, pengawasan, dan pengendalian Pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta (PPTKIS) menjadi penting. Termasuk memastikan bahwa PPTKIS itu menjalin kerjasama dengan agen yang baik dan bertanggungjawab di luar negeri.
 
Untuk menghindari perdagangan manusia, Saleh menyarankan agar pemerintah fokus kepada pembenahan PPTKIS, termasuk agen yang menampung dan menyalurkan mereka di luar negeri. "Jika ini benar dan dipercaya, tentu kekhawatiran human trafficking itu menjadi kecil," ujarnya.
 
Menurut dia, apabila ebijakan itu tetap dijalankan, justru dikhawatirkan para TKI akan mencari jalan lain untuk memenuhinya. Misalnya, dengan mengajukan pinjaman dengan menggadaikan berbagai hal yang dimiliki. 
 
"Jika berhasil di luar negeri, mungkin itu bisa diatasi. Tetapi jika sebaliknya, dikhawatirkan akan jadi beban sekembalinya ke Tanah Air," pungkasnya. (rol/sis)