Setoran Pajak Importir Daging Rendah

Setoran Pajak Importir Daging Rendah
JAKARTA (riaumandiri.co)-Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku kesal dengan rendahnya setoran pajak dari para importir daging sapi. Padahal, volume impor dan harga daging di Indonesia terus meningkat cukup tinggi dari tahun ke tahun.
 
Artinya, dengan jumlah impor yang lebih tinggi, seharusnya penerimaan pajak impor dan bea masuk barang impor ke Indonesia serta Pajak Penghasilan (PPh) juga ikut meningkat. Namun kenyatannya, ia justru menemukan fakta terbalik, yakni penerimaan pajak dari feedloter tergerus setiap tahunnya.
 
Dari temuan tersebut, Sri Mulyani menduga banyak feedloter yang melakukan aksi persekongkolan atau kartel antar sesama feedloter dalam mengatur harga impor dan harga jual daging sapi di dalam negeri.
 
"Kalau pengusaha ini memang melakukan kartel, bahkan saya mencurigai mereka juga melakukan penghindaran pajak karena setoran pajaknya tidak banyak. Makanya saya kesal," ujar Sri Mulyani.
 
Secara rinci, Sri Mulyani menjabarkan data perpajakan feedloter yang dimilikinya. Pertama, jumlah wajib pajak (WP) yang terdaftar mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, yakni sebanyak 2.473 WP di 2013, lalu menjadi 2.496 WP di 2014, dan menjadi 2.541 WP di 2015.
 
Namun, setiap tahunnya, peningkatan WP yang menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan tidak meningkat secara signifikan, yakni 112 WP di 2013, lalu ada 144 WP di 2014, dan 191 WP di 2015. Bahkan, berdasarkan data terakhir di 2015, jumlah WP yang menyampaikan SPT hanya 8 persen dari jumlah keseluruhan WP.
 
Lebih parahnya, lanjut Sri Mulyani, jumlah WP yang membayar PPh berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, sesuai Pasal 25 dan Pasal 29, setiap tahunnya hanya sebesar 3 persen setiap tahunnya dan mengalami penurunan, yakni hanya 86 WP di 2013, lalu 77 WP di 2014, dan 75 WP di 2015.
 
Kedua, dari sisi penerimaan pajak. Sri Mulyani mencatat, penerimaan pajak dari feedloter tak meningkat signifikan, misalnya pada data pembayaran pajak feedloter daging sapi beku. Tercatat, penerimaan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 yang diterima negara justru terus merosot setiap tahunnya, yakni Rp803 miliar pada 2013, menjadi Rp593 miliar pada 2014, dan menjadi Rp464 triliun pada 2015.
 
Padahal, dari segi jumlah feedloter, jumlahnya mengalami kenaikan, misalnya pada 2015, feedloter daging beku sebanyak 56 perusahaan dan meningkat menjadi 60 perusahaan di 2016. Begitu pula dengan feedloter daging segar yang meningkat dari 16 perusahaan menjadi 27 perusahaan. Lalu, feedloter jeroan beku dari 23 perusahaan menjadi 34 perusahaan dan jeroan segar dari sebelumnya tidak ada menjadi dua perusahaan.
 
Selain itu, dari sisi penerimaan pajak PPh Pasal 22 dari hasil impor daging beku juga tak mengalami peningkatan yang signifikan, yakni Rp431 miliar di 2013, menjadi Rp592 miliar di 2014, dan Rp614 miliar di 2015. Padahal volume impor daging meningkat drastis setiap tahunnya, misalnya bila membandingkan data impor daging 2015 dengan 2016.
 
Belum lagi, jumlah impor daging segar tercatat meningkat sembilan kali lipat, dari 954,69 ton di 2015 menjadi 10.340,16 ton di 2016. Kemudian, jeroan beku meningkat dari 4.035 ton menjadi 55.839,08 ton dan jeroan segar dari yang sebelumnya tidak ada menjadi 9,5 ton.
 
Oleh karenanya, Kementerian Keuangan menggandeng Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melalui Nota Kesepahaman mengenai Kerja Sama Pengaturan, Pengawasan, Penegakan Hukum, Peningkatan Kepatuhan di Bidang Perpajakan dan Persaingan Usaha yang ditandatangani hari ini untuk mengusut dan memeriksa perpajakan feedloter.
 
"Karena kalau importir dapat untung tidak wajar, kita akan koreksi supaya persaingan berjalan wajar dan tidak ada yang dirugikan," tegasnya. (cnn,sis)