Dugaan Kredit Fiktif dari BNI 46 ke Koperasi PTPN V Riau

Penyidik Periksa Ketua Kopkar Nusa Lima

Penyidik Periksa Ketua Kopkar Nusa Lima

PEKANBARU (HR)- Jajaran Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau sedang mendalami dugaan kredit fiktif sebesar  Rp54 miliar dari BNI 46 Pekanbaru ke Koperasi Karyawan di PT Perkebunan Negara V Wilayah Riau yang bernama Kopkar  Nusa Lima. Senin (23/2), penyidik melakukan pemeriksaan terhadap Ketua Koperasi Karyawan Nusa Lima yang berinisial  H.

Saat dikonfirmasi, Senin (23/2), Kasubdit II Ditreskrimsus Polda Riau AKBP Andi Rifa'i didampingi Kabid Humas Polda Riau AKBP Guntur Aryo Tejo membenarkan adanya pemeriksaan terhadap Ketua Kopkar Nusa Lima tersebut.
 "Kita periksa H selaku Ketua Kopkar. Pemeriksaan masih berjalan," jelas AKBP Andi Rifa'i, Senin (23/2).
Dijelaskan Andi, dugaan kredit fiktif Rp54 miliar yang kini sedang ditelusuri bermula pada tahun 2008. Saat itu,
Kopkar Nusa Lima mengajukan kredit sebesar Rp54 miliar kepada BNI 46 Pekanbaru.
"Agunannya adalah gaji karyawan, dengan asumsi pemotongan gaji dilakukan setiap tahun untuk melunasi  kredit," jelas Andi.
Pelanggaran yang terjadi dalam pengajuan kredit ini adalah adanya markup atau penggelembungan nilai gaji karyawan.
Digambarkannya, gaji karyawan yang semula Rp2 juta dicantumkan dalam berkas pengajuan Rp4 juta.
"Setelah pengajuan diterima, untuk memuluskan kredit BNI menaikkan lagi jadi Rp10 juta," katanya.
Meski mengatasnamakan karyawan PTPN V sebagai anggota kopkar, para anggota sendiri diduga tidak tahu menahu adanya  pengajuan ini.
"Karyawan tidak menerima kredit yang diajukan, begitu juga dengan pemotongan gaji yang dilakukan," papar  Andi.
Dari hasil penyelidikan, kata Andi, belakangan diketahui kalau kredit yang diajukan tersebut dialihkan untuk  membeli lahan seluas 700 hektare di Kabupaten Kampar, Kuantan Singingi dan Rokan Hulu. Di mana, kahan ini ditanami  dan kemudian dijual lagi.
"Sebagian hasil penjualan digunakan untuk mengangsur kredit, sisanya digunakan pada kepentingan lain. Padahal  pembayaran harusnya dilakukan dengan pemotongan gaji sesuai perjanjuan kredit," bebernya.
Selain itu, lanjutnya, tanah yang dibeli seluas 700 hektar juga ternyata bermasalah. Karena, alas hak surat tanah  itu hanya berupa Surat Keterangan Tanah (SKT) dan terjadi saling klaim antara warga setempat.
"Saat ini kita sudah melakukan pemeriksaan saksi dari pihak bank dan Kopkar," tukas Andi Rifa'i.
Sementara berapa angka pasti dugaan kerugian negara Andi menyatakan, kalau pihaknya masih menunggu hasil audit dari
BPKP Provinsi Riau
"Kalau perkiraan kita, kerugian negaranya sebesar Rp13 miliar lebih. Untuk nilai persisnya, saat ini kita  masih menunggu audit dari BPKP Riau," pungkasnya.***