MPR RI Minta Mahasiswa Ikut Jaga Persatuan, Bukan Tonjolkan Isu SARA

MPR RI Minta Mahasiswa Ikut Jaga Persatuan, Bukan Tonjolkan Isu SARA
BANJARMASIN (RIAUMANDIRI.co) - Wakil Ketua MPR Mahyudin berharap mahasiswa menjadi pelopor dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Sebagai kaum intelektual, mahasiswa diminta untuk tidak menonjolkan perbedaan-perbedaan seperti SARA, tapi harus mengedepankan persamaan.
 
"Jangan anggap enteng persatuan," kata Wakil Ketua MPR Mahyudin, dalam kuliah umum sekaligus sosialisasi Empat Pilar MPR RI yang mengangkat tema "Semangat Nasionalisme dalam Menjaga Keutuhan NKRI" di Universitas Lambung Mangkurat (Unlam), Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Ahad (19/2). Kegiatan ini merupakan kerja sama MPR dengan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat.
 
Bagi Mahyudin yang merupakan alumni Unlam ini, persatuan dan kesatuan bangsa sangat penting. Dia mencontohkan, negara-negara di Timur Tengah yang sebenarnya homogen mengalami perang di dalam negeri. Negara seperti Uni Soviet dan Yugoalavia terpecah menjadi beberapa negara.
 
"Indonesia terdiri dari ratusan suku dan adat budaya. Apalagi Indonesia baru 70 tahun merdeka. Karena itu perlu kesadaran luar biasa. Kita harus mencari persamaan dan meredam perbedaan," katanya menjawab pertanyaan mahasiswa tentang peran mahasiswa menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
 
Mahyudin menekankan mahasiswa harus menjadi pelopor persatuan dan kesatuan bangsa bukan malah sebagai provokator. "Mahasiswa jangan jadi provokator (yang memecah persatuan). Saya tahu karena saya pernah menjadi mahasiswa," kata Mahyudin.
 
Sebagai kaum intelektual, lanjut Mahyudin, mahasiswa jangan menonjolkan SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) yang memang sensitif. "SARA tidak boleh ada dalam diri kita. Mahasiswa tidak boleh menonjolkan SARA, tapi mengedepankan persamaan," ujarnya.
 
Mahyudin juga mengingatkan para mahasiswa untuk menggunakan media sosial dengan bijak. "Mahasiswa jangan menggunakan media sosial untuk yang tidak-tidak. Media sosial harus digunakan dengan bijak, bukan untuk memfitnah atau mengadu-domba," imbuhnya.
 
Dalam kuliah umum Mahyudin juga menjawab pertanyaan mahasiswa tentang politik keagamaan. Mahyudin mengatakan memilih pemimpin yang seagama atau seiman adalah sah dan tidak melanggar konstitusi. "Yang dilarang adalah mencaci-maki orang lain," ujarnya.
 
Dalam Pilkada DKI Jakarta, tambah Mahyudin, para pemilih sudah semakin rasional. Pilkada bukanlah urusan agama melainkan urusan negara.
 
"Semestinya persoalan SARA sudah selesai sejak Indonesia merdeka. Politik keagamaan (menggunakan SARA) pun sesungguhnya tidak ada lagi di bumi Indonesia karena kita bukan negara agama tapi negara beragama," paparnya.
 
Kuliah umum dan Sosialisasi Empat Pilar ini dihadiri Asisten Bidang Administrasi Umum Setda Kalsel Ir Syamsir Rahman MS, Rektor Unlam Prof Dr Sutarto Hadi MSi MSc, Wakil Walikota Banjarmasin Hermansyah.
 
Baca juga di Koran Haluan Riau edisi 20 Februari 2017
 
Reporter: Surya Irawan
Editor: Nandra F Piliang