Hak Angket ‘Ahok Gate’ Terus Bergulir

Hak Angket ‘Ahok Gate’ Terus Bergulir

JAKARTA (riaumandiri.co)-Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah, memastikan usulan hak angket 'Ahok-Gate' sejumlah anggota DPR dari beberapa fraksi terus bergulir. Saat ini, hak angket kepada pemerintah berkaitan tidak dinonaktifkannya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta itu, sudah dibahas dalam rapat pimpinan.

"Sudah sampai rapim dan sudah sampai penjadwalanBanmus (Badan Musyawarah, red)," terang Fahri di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (17/2).

Hal itu dilontarkannya menanggapi usulan hak angket dari sejumlah anggota DPR. Hak angket itu menyikapi keputusan Menteri Dalam Negeri yang tidak kunjung menonaktifkan Ahok dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Padahal, yang bersangkutan sudah ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus dugaan penistaan agama.
Dikatakan Fahri, setelah diproses di Banmus, selanjutnya usulan hak angket tersebut akan dibahas selanjutnya di paripurna. Menurutnya, kemungkinan hak angket baru masuk taraf dibacakan dalam rapat paripurna masa sidang DPR kali ini. Hal ini karena pekan terakhir Februari telah memasuki masa reses.

"Paripurna itu soal pembacaan dulu, jadi usulannya dibaca dulu. Saya kira di Bamus akan dijadwalkan, memang ada persoalan teknis, jadwal rutin DPR tanggal 23 atau 24 sudah masuk masa reses," kata Fahri.

Karena itu, ia menilai, proses pengambilan keputusan hak angket akan memakan waktu yang panjang sampai pada pembukaan masa sidang DPR selanjutnya. "Jadi bisa panjang waktu untuk pengambilan keputusannya. Kalau paripurnanya baru hanya pembacaan, lalu ada jeda untuk persetujuan hingga lobi-lobi untuk siapa yang setujui dan yang enggak, akan cukup panjang itu," katanya.

Tak Berhenti
Ditambahkannya, kendati ada enam fraksi di DPR menyatakan menolak, hal itu tidak bisa menghentikan kelanjutan hak angket terkait Ahok tersebut. Pasalnya, hak angket tersebut adalah hak dari setiap anggota DPR dan berbasis suara anggota DPR.

"Karena itu kan hak anggota, bukan hak fraksi, keputusan dan kesepakatan itu adalah hak anggota. Meskipun anggota itu berada di fraksi, tapi voting-nya harus tetap orang per orang. Sehingga akan ada aja di fraksi yang orangnya ada yang setuju dan ada yang enggak setuju. Itu biasa terjadi," katanya.

Memecah Belah NKRI

Sebelumnya, sorotan terhadap status Ahok tersebut juga datang dari Ketua Ombudsman RI, Amzulian Rifai. Menurutnya, perbuatan yang dilakukan Ahok bisa dikategorikan sebagai tindakan yang berpotensi memecah-belah bangsa sebagaimana disebutkan dalam pasal 83 ayat 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014.

"Sangat berpotensi (memecah-belah bangsa) dong, pendapat saya pribadi ya, bukan institusi, sebagai orang hukum," kata Amzulian, usai menerima Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di kantor Ombudsman RI, Kamis kemarin.

Menurut Amzulian yang juga seorang profesor hukum tata negara dari Universitas Sriwijaya, alasan Ahok tidak diberhentikan sementara tidak boleh hanya fokus pada ancaman lima tahun penjara. Jika melihat kualifikasi tindak pidana dalam pasal 83 ayat 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, tidak hanya ada terorisme, korupsi, tapi juga terdapat tindakan atau perbuatan yang berpotensi untuk memecah-belah NKRI.
"Enggak perlu bicara lagi lima tahun. Ini kan cuma fokus pada lima tahunnya, kenapa tidak fokus pada terorisme dan segala macamnya itu," kata dia.

Bunyi pasal 83 ayat 1 UU 23/2014 adalah "Kepala daerah atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia".

Amzulian mengaku telah menerima sejumlah aduan masyarakat terkait masalah status hukum Ahok yang belum jelas. Laporan tersebut, ujar dia, diterima Ombudsman sehari sebelum pemungutan suara dalam Pilkada serentak, Rabu (15/2).
"Kemarin sudah masuk satu atau dua (laporan) terkait dengan itu (status Ahok), yang kami tak punya pilihan lain, kecuali menindaklanjuti," kata dia.

Menurut Amzulian, setelah menerima aduan itu, Ombudsman tentu tidak ingin langsung bicara kepada publik. Pihaknya menahan diri untuk berkomentar karena tidak ingin mengganggu ketenangan proses penyelenggaraan Pilkada selama ini.

Amzulian mengatakan, Kemendagri perlu segera mengambil sikap dalam persoalan Ahok tersebut. "Ada ketegasan lah dari pemerintah terkait status itu. Apa sih sikap pastinya. Kita akan mengawasi dan berkoordinasi juga," kata dia.

"Tapi sekali lagi, ini kan suatu perdebatan yang saya yakin tentu Mendagri juga secara bijaksana akan melihat masukan-masukan, aspek-aspek tak hanya yuridis, justru Bapak Mendagri hadir di sini sangat responsif," ujarnya lagi. (rol, ral, sis)