SBY: Penegakan Hukum Masih Tebang Pilih

SBY: Penegakan Hukum Masih Tebang Pilih
JAKARTA (riaumandiri.co)-Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono menilai, hingga saat ini penegakan hukum masih tebang pilih. "Dewasa ini rakyat mengamati praktik penegakan hukum di Tanah Air, praktik penegakan hukum ada yang tebang pilih," kata SBY, saat menyampaikan pidato politik, dalam rangka dies natalis Partai Demokrat, di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Selasa (7/2) malam. Ia menekankan, Indonesia merupakan negara hukum. 
 
Indonesia seharusnya menjadikan hukum sebagai panglima, bukan politik kekuasaan. "Masih adanya intervensi, di era transparansi, cerita itu sudah menjadi rahasia umum," katanya.
 
SBY menilai sebetulnya masyarakat tahu tentang adanya pihak-pihak yang mengintervensi hukum. Namun mereka tidak mengungkapkannya.
 
Dalam pidato tersebut, SBY menyoroti tiga isu. Yakni keadilan, kebinekaan, dan kebebasan. "Ketiga isu ini amat penting dalam isu bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Ketiga isu ini menjadi isu publik. Kita tahu keadilan, kebinekaan, dan kebebasan mudah diucapkan, tetapi tidak mudah diwujudkan," ujar SBY.
 
SBY menyatakan dalam pidato ini dia akan mengangkat mengenai keresahan masyarakat. Namun dia menggarisbawahi itu bukan berarti dia menyalahkan pemerintah dan negara begitu saja.
 
"Anggap saja ini adalah wake-up call. Kita harus bertanggung jawab untuk melakukan sesuatu," tambahnya. 
 
Jangan Khianati Sumpah
 
Dalam kesempatan itu, SBY juga berharap TNI, Polri dan Badan Intelijen Negara (BIN) tidak mengkhianati sumpahnya sebagai bhayangkari negara dengan berlaku tidak netral dalam pemilu.
 
"Saya tidak ingin TNI, Polri dan BIN bertindak salah dan mengkhianati sumpahnya sebagai bhayangkari negara. Netral-lah, saya ulangi, netral-lah dalam setiap pemilu nasional dan juga pilkada," ujarnya. 
 
SBY mengatakan dirinya membaca adanya kekhawatiran di benak kader Demokrat atas ketidaknetralan TNI, Polri dan BIN. Dirinya juga mengaku mendengar kabar tidak sedap itu.
 
Dia berharap kekhawatiran itu tidak benar, sebab dirinya sebagai salah satu pelaku utama reformasi TNI/Polri yang memahami betul institusi penegak hukum dilarang terlibat dalam politik praktis atau politik kekuasaan. Menurut SBY, sejarah mencatat dulu Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pernah menjadi bagian sekaligus pelaku aktif politik partisan dengan berpihak ke salah satu partai dan penguasa.
 
Dia mengingatkan akibat dari keterlibatan ABRI di dalam politik praktis harus dibayar mahal di mana rakyat sangat marah. Oleh karena itu dia berharap peristiwa itu tidak terulang lagi.
 
"Keledai pun tidak akan terjatuh dua kali karena tersandung batu yang sama. Sebagai purnawirawan senior saya tidak ingin TNI, Polri, BIN mengkianati sumpahnya," ucap SBY.
 
SBY juga menginstruksikan kepada seluruh kader Demokrat untuk aktif menjadi mata dan telinga untuk mencegah segala bentuk kecurangan dalam pemilu dan pilkada.
 
 
SBY juga mengaku sempat mendapat godaan menggiurkan saat masih menjabat Presiden RI. Godaan itu berupa saran agar dia menjadi pemimpin yang represif dan otoriter.
 
SBY kemudian sempat menceritakan banyak pihak yang kritis dan sinis kepada dia saat menjabat presiden. Unjuk rasa berulang kali terjadi.
 
"Ada pula gerakan cabut mandat SBY, yang jiwanya seperti makar. Kehormatan dan kewibawaan saya sering dilecehkan," tambahnya. 
 
Lalu, ada pihak-pihak yang menganggap demokrasi tidak cocok di Indonesia. SBY disarankan bersikap lebih keras kepada para pengkritik.
 
"Dulu saya mendapat godaan politik yang menggiurkan. Sebagai presiden, saya dianggap terlalu demokratis, ada yang sarankan lebih tegas dan keras," ucapnya.
 
SBY menuturkan pihak-pihak tersebut menyarankan penggembosan pemilik modal yang terus menyerang. Mereka meminta SBY tidak menyia-nyiakan kekuasaan.
 
"Saya pikirkan baik-baik, hati dan pikiran saya berkata lain. Bukan itu caranya," ungkap SBY.
 
Selama ini, kata SBY, ada mitos bahwa pemerintah harus memilih antara ekonomi atau demokrasi, juga keamanan atau kebebasan. Namun mitos itu, menurut SBY, berhasil dipatahkan.
 
"Selama 10 tahun ekonomi baik, lalu kenapa saya harus jadi pemimpin yang represif dan otoriter. Saya harus berterima kasih kepada yang kritis dan sinis dulu meski sekarang semuanya berubah jadi pendiam. Karena jasa mereka, pemerintahan yang saya pimpin tidak jatuh," paparnya.
 
"Saya bersumpah untuk tidak tergoda jadi pemimpin represif," pungkas SBY. (bbs, dtc, rol, ral, sis)