Perlindungan Hak Nasabah

Perlindungan Hak Nasabah
PERBANKAN adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Secara sederhana, bank diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat, menyalurkan dana kepada masyarakat, serta memberikan pelayanan jasa keuangan lainnya kepada masyarakat. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, setiap bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya pada bank tersebut. Hal ini mengingat bank beroperasi dengan dana dari masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaan, sehingga setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dan memelihara kepercayaan masyarakat.
 
Masyarakat Indonesia pernah sempat kehilangan kepercayaan terhadap perbankan pada saat krisis ekonomi yang terjadi tahun 1998 silam. Badai krisis yang menghantam Indonesia tahun 1998 telah memporak-porandakan kehidupan perekonomian nasional. Perbankan juga tidak luput dari krisis. Bukti nyata yang diakibatkannya terhadap sektor perbankan yaitu dengan dibekukannya usaha 38 bank, ada 7 bank yang di-take over oleh pemerintah, serta ada 4 bank pemerintah, yaitu Bank Dagang, Bank Exim, Bank Bumi Daya, dan Bapindo yang di-merger menjadi Bank Mandiri. Lalu, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) guna menyelamatkan perbankan dan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap bank.
 
Pascareformasi, kepercayaan masyarakat terhadap perbankan perlahan mulai membaik. Hal ini ditandai dengan semakin pesatnya perkembangan perbankan di Indonesia. Akan tetapi, kepercayaan masyarakat terhadap perbankan kembali ternoda setelah terungkapnya kasus Bank Century pada tahun 2008. Ratusan nasabah Bank Century melakukan aksi demonstrasi di kantor pusat Bank Century dan di kantor Bank Indonesia meminta pengembalian dananya yang digelapkan oleh pejabat bank. Untuk menyelamatkan Bank Century, pemerintah terpaksa mengeluarkan dana talangan berupa bail out sebesar 6,7 triliun rupiah.
 
Untuk menjaga keharmonisan sistem perbankan nasional, pemerintah harus mampu melindungi kepentingan nasabah. Pemerintah tidak hanya melindungi dana nasabah yang disimpan di bank, tetapi juga melindungi hak-hak yang melekat pada nasabah, salah satunya adalah hak nasabah sebagai konsumen lembaga perbankan. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, baik pihak yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan maupun pihak yang memperoleh fasilitas kredit atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian antara bank dengan pihak tersebut, termasuk pihak yang tidak memiliki rekening di bank, namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi keuangan (walk-in customer). 
 
Dari pengertian di atas, maka nasabah dapat dikategorikan sebagai konsumen, karena nasabah merupakan pihak yang menggunakan jasa bank. Hal ini sejalan dengan pengertian konsumen yang terdapat pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain, dan tidak untuk diperdagangkan.
Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, ada 8 hak konsumen yang dilindungi oleh undang-undang. 
 
Pertama, konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Artinya, sebagai konsumen, nasabah mempunyai hak untuk mendapatkan kenyamanan atas pelayanan jasa yang diberikan oleh pihak bank. Selain itu, nasabah tentunya juga menginginkan keamanan atas dana yang disimpannya di bank.
 
Kedua, konsumen berhak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Artinya, sebagai konsumen, nasabah mempunyai kebebasan untuk memilih produk dan layanan yang disediakan oleh pihak bank. Bahkan, nasabah mempunyai kebebasan untuk memilih apabila ada bank yang dapat memberikan keuntungan yang lebih besar baginya.
Ketiga, konsumen berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Artinya, sebagai konsumen, nasabah mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang benar dan jelas mengenai produk dan layanan yang ditawarkan oleh pihak bank. Pihak bank harus jujur menyampaikan kelebihan maupun kekurangan dari produk dan layanan yang ditawarkannya.
 
Keempat, konsumen berhak untuk di dengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan. Artinya, sebagai konsumen, nasabah mempunyai hak untuk menyampaikan kritik dan saran mengenai produk dan layanan yang diberikan oleh pihak bank. Pihak bank wajib menyediakan ‘kotak saran’ untuk menampung berbagai kritik dan saran dari nasabah. Selain itu, pihak bank juga harus melayani dengan baik apabila ada keluhan dari nasabah terkait produk dan layanannya.
 
Kelima, konsumen berhak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. Artinya, sebagai konsumen, nasabah mempunyai hak untuk mendapatkan advokasi dan perlindungan. Hal ini mengingat tidak semua nasabah bank mengetahui dan memahami tentang hukum. Sebagai pihak yang lemah, pemerintah harus melindungi kepentingan nasabah apabila terjadi sengketa antara nasabah dan pihak bank.
 
Keenam, konsumen berhak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen. Sebagai konsumen, nasabah mempunyai hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan mengenai hak dan kewajibannya dari pihak bank. Ketujuh, konsumen berhak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Artinya, sebagai konsumen, nasabah mempunyai hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Pihak bank tidak boleh membeda-bedakan pelayanan yang diberikannya untuk nasabah yang kaya dengan nasabah yang ekonominya menengah ke bawah. Pihak bank juga tidak boleh membeda-bedakan pelayanan kepada agama, suku, dan ras tertentu.
 
Terakhir, konsumen berhak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Artinya, sebagai konsumen, nasabah mempunyai hak untuk menuntut ganti rugi kepada pihak bank apabila produk dan layanan yang diterimanya tidak sesuai dengan yang disampaikan di awal oleh pihak bank.
 
Apabila nasabah merasa dirugikan oleh pihak bank terkait produk dan layanannya, nasabah dapat mengajukan gugatan. Undang-Undang Perlindungan Konsumen menegaskan bahwa setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha. Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan.
 
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, tidak semua nasabah bank mengetahui dan memahami tentang hukum. Oleh karena itu, bagi nasabah yang masih ‘buta’ hukum, nasabah dapat menyampaikan pengaduan melalui Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, misalnya YLKI. Salah satu tugas Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen. 
 
Untuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan, nasabah dapat mengajukan gugatan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Pemerintah membentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen di setiap daerah guna memudahkan masyarakat dan memberikan alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen berwenang menjatuhkan sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi kepada pelaku usaha yang terbukti melanggar hak-hak konsumen. Selain itu, nasabah juga dapat mengajukan gugatan ke pengadilan.
 
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Andalas dan Staf Pengajar di Universitas Lancang Kuning