Sidang Karhutla

PT Jatim Hadirkan Dua Saksi dari Masyarakat

PT Jatim Hadirkan Dua Saksi dari Masyarakat
Ujung Tanjung (RIAUMANDIRI.co) - Pengadilan Negeri Rokan Hilir (Rohil) kembali menggelar sidang gugatan dugaan kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh PT Jatim Jaya Perkasa (JJP) pada Juni 2013 lalu. Dalam sidang kali ini, pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi ahli korporasi dan pihak JJP menghadirkan dua saksi dari masyarakat dan satu saksi ahli tanah.
 
Sidang Senin (16/1) dimulai sekitar pukul 10:00 WIB itu, terlebih dahulu dengan agenda pemeriksaan saksi ahli korporasi. Namun, saksi yang dari JPU itu tidak bisa hadir. Berhubung saksi tersebut sebelumnya sudah pernah diperiksa  dalam kasus yang sama, pihak JPU hanya membacakan beberapa poin penting yang pernah disampaikan saksi.
 
Meskipun salinan keterangan saksi telah selesai dibacakan JPU yang dibacakan langsung Sobrani Binzar, pihak perusahaan melalui penasehat hukumnya MS Sitepu dan Toni Hutapea menyampaikan keberatan atas ketidakhadiran saksi ahli itu. Ketua Majelis Hakim Dr Sutarno SH MH dengan anggota Lukman Nul Hakim SH MH dan Dewi Hesti andria SH akan mencatat keberatan tersebut pada hasil sidang itu.
 
Selanjutnya Majelis Hakim meminta untuk menghadirkan tiga saksi dari perusahaan JJP. Terutama yang dimintai keterangannya dari Rinto Marbun salah seorang masyarakat yang memiliki lahan seluas empat hektare yang berbatasan langsung dengan PT Jatim.
 
Dalam keterangannya, Marbun mengatakan dirinya juga merupakan korban dari adanya kebakaran lahan dan hutan (Karlahut) yang terjadi Juni 2013 lalu. Akibat kejadian itu, lahannya yang sudah memiliki SKGR seluas empat hektare itu ludes terbakar.
 
"Sudah buah pasir lahan saya, karena kebakaran itu tinggal 13 pokok lagi sawit yang tersisa," ujar warga Kubu Babussalam itu.
 
Diceritakannya, awal kebakaran lahannya bermula dari arah selatan belakang sa witnya. Meski sempat diberi ban tuan pinjaman satu unit mesin pompa air oleh PT JJP, namun lahannya tetap habis terbakar karena kondisi saat itu angin kencang dan cuaca panas akibat kemarau panjang.
 
Seingat Marbun, pada saat kebakaran lahannya, dia juga melihat saat itu belum ada lahan JJP yang terbakar. Hanya ada aktifitas pembersihan kebun oleh karyawan JJP. Namun karena lahannya sudah habis terbakar, iapun memutuskan untuk meninggalkan lahan tersebut. Sehingga ia tidak mengetahui kalau tidak lama kemudian lahan perusahaan juga ikut terbakar.
 
"Waktu itu jam enam sore saya meninggalkan kebun saya, PT Jatim belum ada terbakar. Tapi saya lihat, lahan tetangga kiri kanan milik Sitompul dan Siagian sudah terbakar," ungkapnya.
 
Saksi kedua Adventius Sitepu juga menuturkan hal yang sama bahwa api pada saat itu api berasal dari hutan masyarakat. Ia yang bekerja sebagai penjaga kebun milik Tarigan seluas 10 hektar, turut direpotkan dengan adanya kebakaran itu.
 
Dari luas 10 hektar kebun sawit yang dijaganya itu, hanya menyisakan 60 pohon sawit saja. Meskipun sempat dibantu memdamkan oleh hampir 20 orang karyawan PT Jatim, namun karena kon disi cuaca panas dan angin kencang, tidak membuat mereka berhasil menjaga kebunnya itu.
 
"Saat itu musim kemarau ada hutan masyarakat yang terbakar. Gak lama jaraknya dua kilo meter merambat ke daerah kebun Pak Parigan," terang dia.
 
Kedua saksi tersebut, mengaku saat itu kondisi PT Jatim yang berbatasan dengan mereka kebunnya sudah melakukan pemanenan sawit. Perusahaan juga turut melakukan membantu pemadaman api. Namun, kedua saksi tidak mengetahui kapan pastinya api juga merambat kelahan PT JJP.
 
Berhubung karena jadwal sidang dengan kasus lain masih banyak, sidang dengan meminta keterangan ahli tanah tersebutpun akhirnya ditunda. (mg2)