Peringatan 43 Tahun Malari

Kesejahteraan Rakyat Menurun

Kesejahteraan Rakyat Menurun

JAKARTA (riaumandiri.co)-Pengamat ekonomi Faisal Basri mengatakan, perkembangan dan kesenjangan ekonomi Indonesia dalam kurun dua tahun terakhir belum menggembirakan. Bahkan, di beberapa sektor malah tampak mengalami penurunan.

"Memang ada yang mengatakan kesenjangan membaik karena angka gini rasio turun. Tapi nanti dulu, angka gini rasio itu hanya menyoal soal pengeluaran, bukan pada besaranya angka pendapatan. Orang kaya dan miskin kan sama kalau dilihat dari kebutuhan makan misalnya, hanya sama-sama makan satu piring atau tak bisa pakai beberapa mobil dalam satu waktu sekaligus.  Namun, kalau dari sisi pendapatan antara yang kini miskin dan kaya akan berbeda sekali. Yang kaya bisa sangat berlipat-lipat pendapatannya dari yang miskin,’’ kata Faisal Basri, dalam acara Peringatan 43 tahun Peristiwa Malari, di Jakarta, Minggu  (15/1).

Faisal mengatakan kalau dilihat dari indeks kesenjangan pendapatan antara  orang kaya dan miskin dunia, maka posisi Indonesia kini berada pada peringkat keempat dunia.

Posisi ketidaksamaan (unequal) ini di belakang Rusia yang kesenjangaannya mencapai 74, 5 persen, India (58,4 persen), Thailand (58 persen), Indonesia (49,3 persen). Dalam hal ini menjadi tidak mengejutkan bila ada fakta bahwa 10 persen orang di Indonesia menguasai 75,7 persen kekayaan Indonesia.

"Data lain juga kini menunjukan bahwa 2/3 dari orang kaya yang ada di Indonesia itu menjadi ‘kroni’ atau orang yang dekat dengan kekuasaan,’’ katanya.

Faisal juga mengatakan mengacu pada ‘The Crony-Capitalism indek’ maka posisi orang yang menjadi kaya berkat ‘dekat’ pada kekuasaan di Indonesia berada pada peringkat keenam dunia, di bawah Rusia, Malyasia, Philipina, Singapura, Ukraina, dan Meksiko.

Penurunan kesejahteraan rakyat Indonesia kini juga terlihat dengan nilai tukar petani yagg terus turun dalam dua tahun terakhir. Upah riil rakyat juga ikut meluncur ke bawah. Jam kerja para buruh misalnya yang sebelumnya rata-rata mencapai 40 jam per pekan kini tinggal 25 jam per pekan.

"Orang Indonesia kini menduduki peringkat ketiga sebagai orang yang paling keras bekerja, di bawah Korea Selatan dan Hong Kong.

Uniknya, meski orang kita bekerja lebih keras, hasilnya berbeda dengan orang yang bekerja di kedua negara itu. Penghasilan orang Indonesia tetap lebih sedikit dari mereka," ujar  Faisal Basri.

Pada akhir-akhir ini, masa tunggu untuk mendapat pekerjaan di Indonesia juga semakin panjang. Bila dua tahun lalu masa tunggu untuk mencari kerja mencapai enam bulan, maka kini sudah mencapai satu tahun.
"Memang ada pembangunan infastruktur, tapi yang merasakannya hanyalah mereka yang kaya saja," tukas Faisal serayaa berseloroh apakah dalam situasi ini perlu adanya ‘Malari’ lagi.

"Yang jelas data saya ini jelas karena di antaranya diambil dari dara Badan Pusat Statistik (BPS).
Mudah-mudahan dengan bicara begini saya tidak dikirimi ‘surat cinta’ lagi," tutupnya. (rol/sis)