Delapan Santri Asal Ponpes Bukittinggi Dideportasi Malaysia

Delapan Santri Asal Ponpes Bukittinggi Dideportasi Malaysia

Jakarta (riaumandiri.co)-Kementerian Luar Negeri RI membenarkan bahwa ada delapan warga negara Indonesia (WNI) yang dideportasi oleh pihak keimigrasian Malaysia ke Batam setelah sebelumnya dikenakan status not to land(NTL) di Singapura.

"Betul bahwa tanggal 10 Januari terdapat delapan WNI yang dideportasi oleh Otoritas Malaysia melalui Batam," kata Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu RI, Lalu Muhammad Iqbal, dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Rabu (11/1).

Menurut Iqbal, dari hasil verifikasi yang dilakukan Kemlu RI diketahui bahwa delapan WNI tersebut adalah santri Pondok Pesantren Darul Hadits, Bukit Tinggi, Sumatera Barat.

"Mereka berangkat ke Malaysia pada tanggal 3 Januari. Tinggal di Kuala Lumpur selama tiga hari, salah satunya untuk pengobatan salah seorang anggota mereka, dan tinggal satu malam di Perlis. Pada tanggal 7 Januari mereka menuju Pattani untuk belajar mengenai sistem pendidikan di sebuah lembaga pendidikan agama Islam di Pattani," ujar dia.

Selanjutnya, kata Iqbal, pada 9 Januari kedelapan WNI tersebut memasuki Singapura melalui Johor lalu berencana menginap selama satu hari di Singapura. Namun, setibanya di Singapura, pihak imigrasi mengenakan status NTL kepada para WNI tersebut.

"Alasan utamanya adalah karena ditemukan gambar atau foto di HP (telepon genggam) mereka yang terkait dengan ISIS. Karena itu mereka dideportasi dari Singapura ke Malaysia," ucap dia.

Kemudian, ketika di Malaysia, kedelapan WNI tersebut ditangani oleh unit anti-teror Malaysia, E8 IPK Kepolisian Malaysia, dan diperiksa lebih dalam pada 10 Januari 2017.
"Dari pendalaman tersebut, sementara ini E8 IPK menyimpulkan bahwa mereka mengamalkan ajaran ahlussunah wal jamaah, seperti kebanyakan umat Islam di Indonesia dan Malaysia, dan tidak mendukung ISIS," kata Iqbal.

Ia menjelaskan, pihak E8 IPK juga menyimpulkan bahwa gambar-gambar terkait ISIS yang ditemukan pada telepon seluler milik salah satu WNI tersebut diterima secara tidak sengaja melalui media sosial.

"Karena itu mereka dibebaskan, namun harus meninggalkan Malaysia saat itu juga. Mereka selanjutnya dipulangkan melalui Batam dan diserahkan untuk penanganan serta pendalaman lebih lanjut kepada Polda Kepulauan Riau," kata Iqbal.(ant)