Obama Nangis Pada Pidato Perpisahan Sebagai Presiden AS

Obama Nangis Pada Pidato Perpisahan Sebagai Presiden AS
CHICAGO (RIAUMANDIRI.co) -  Pidato terakhir Barack Obama sebagai Presiden Amerika Serikat dihelat di McCormick Place, Chicago, kota tempat dia dibesarkan, setelah menjabat sejak tahun 2008. Pada kesempatan itu, Obama didampingi oleh sang istri, Michelle Obama dan Wakil Presiden Joe Biden beserta istri, Jill Biden.
 
Obama membuka pidatonya dengan mengucapkan terima kasih kepada seluruh warga AS, baik yang memilihnya maupun tidak, dan menutup pidatonya dengan ucapan terima kasih kepada istri dan anak-anaknya -Michelle Obama, Malia dan Sasha- juga kepada Wapres Joe Biden dan para staf.
 
Dalam pidatonya itu, Obama tampak emosionil. Bahkan, dalam suatu momen, dia tak kuasa meneteskan air mata di hadapan ribuan pendukungnya.
 
Di tengah pidato, Obama mendadak meneteskan air mata saat menceritakan perjuangan Michelle dan kedua anaknya, Malia dan Sasha menemaninya selama menjadi Presiden Amerika. 
 
"Kalian berperan meski tak diminta, tentunya dg gaya dan selera humor kalian masing-masing. Generasi baru Amerika naik level berkat kalian. Kalian membuat saya dan negara ini bangga," tutur Obama lagi sambil menyeka air mata.
 
Pencapaian dan Dukungan Kepada Trump
 
Obama menyatakan bahwa AS sudah mengalami pencapaian yang luar biasa selama sepuluh tahun kepemimpinannya. Namun, dia berpesan kepada rakyat Amerika agar mendukung penuh kepemimpinan presiden baru, Donald Trump yang akan dilantik pada 20 Januari mendatang.
 
"Dukungan kepada kepemimpinan yang baru menunjukkan demokrasi yang sejati dari bangsa Amerika," seru Obama yang disambut gemuruh para pendukungnya. 
 
"Pidato saya ini tidak akan menjadi pidato anti-Trump. Itu bukan sifat seorang negarawan. Seluruh warga Amerika harus saling bekerjasama untuk menuju perubahan yang lebih baik." serunya lagi.
 
Dia juga mengklaim, di bawah kepemimpinannya, AS berhasil bangkit dari resesi ekonomi, membangkitkan industri otomotif, meningkatkan lapangan kerja, membangun kembali hubungan dengan Kuba, menutup program nuklir Iran tanpa menembakkan sebutir peluru, menangkap otak 9/11, menciptakan keadilan dalam pernikahan dan memberikan akses asuransi kesehatan kepada 20 juta rakyat AS.
 
Presiden yang pernah mengenyam pendidikan dasar di Menteng, Jakarta ini juga menjamin transisi pemerintahan yang damai ke Presiden berikutnya, Donald Trump, sebagaimana transisi damai dari administrasi Bush kepada dirinya.
 
Fokus utama pidato Obama adalah mengenai situasi terkini demokrasi di AS. "Demokrasi tidak membutuhkan keseragaman. Para pendiri bangsa ini juga mengalami perbedaan pendapat dan akhirnya berkompromi. Mereka ingin kita melakukan hal yang sama. Demokrasi membutuhkan solidaritas -sebuah gagasan di mana di samping semua perbedaan, kita berjuang bersama-sama. Kita bangkit atau jatuh sebagai satu kesatuan," ujarnya.
 
Nandra F Piliang