Oleh : Abd Rahman M

Menyikapi Kenaikan Tarif STNK dan BPKB

Menyikapi Kenaikan Tarif STNK dan BPKB

Tahun 2016 baru saja kita tutup rapat-rapat, dan sekarang telah memasuki bulan pertama di awal tahun 2017. Di awal tahun 2017 ini, kita harus siap-siap dengan kebijakan baru, yang dikeluarkan pemerintah mengenai tarif kendaraan bermotor yang akan dinaikkan 100 persen atau bahkan ada yang mencapai kisaran 200 persen-300 persen.

Peraturan Pemerintah (PP) No 60 Ta­hun 2016 yang menggantikan PP No 50 Ta­hun 2010 meliputi kenaikan tarif pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) diberlakukan minggu pertama di tahun 2017, tepatnya tanggal 6 Januari 2017. Sulit memahami kenaikan tarif STNK dan BPKB, di tengah-tengah adanya tax amnesti (pengampunan pajak) terhadap orang kelas atas (eksekutif) dan perusahaan-perusahaan yang selama ini tidak taat pajak.

Kenaikan tarif pengurusan STNK dan BPKB sangat memberatkan masyarakat kecil. Namun, sepertinya kebijakan yang dikeluarkan sudah benar-benar matang di lingkaran pemerintahan. Kenaikan tarif kendaraan bermotor tersebut meliputi penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), pengesahan Surat Tanda Coba Kendaraan (STCK), penerbitan Tanda Kendaraan Bermotor (TNKB), dan penerbitan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB).

Dihimpun dari laman Kompas (30/12/16), tarif kendaraan bermotor roda dua dan roda 3 untuk biaya penerbitan STNK baru dan perpanjangan, tarif lama sebesar Rp 50.000 berganti menjadi Rp 100.000.  Untuk roda empat atau lebih ta­rifnya yang mulanya Rp 75.000 men­jadi Rp.200.000.

Kemudian pengesahan STNK roda dua dan tiga dikenakan tarif Rp 25.000 yang mana sebelumnya tidak dipungut biaya alias gratis.. Untuk kendaraan roda 4 atau lebih, dikenakan tarif Rp 50.000. Lalu penerbitan STCK roda 2 dan 3 dikenakan tarif Rp 25.000 dan untuk kendaraan roda 4 atau lebih dikenakan biaya Rp 50.000.

Penerbitan BPKB roda 2 dan roda 3 akan dikenakan tarif baru sebesar Rp 225.000, yang mana sebelumnya Rp 80.000. Roda 4 atau lebih dikenakan tarif baru sebesar Rp 375.000, sebelumnya hanya Rp 100.000. Penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan Lintas Negara dan Tanda Nomor Lintas Negara dikenakan tarif Rp 100.000, untuk segala je­nis kendaraan bermotor mulai dari roda 2 dan selebihnya.

Kenaikan tarif ini perlu diketahui bahwa yang naik bukan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang tertera pada STNK di kolom kedua. Contohnya kendaraan roda 2 Satria/FU 150 (keluaran tahun 2011), PKB yang tertulis 214.375, bukan tarif tersebut yang dinaikkan. Mungkin kita masih kebanyakan beranggapan ke­naikan STNK yang dihitung adalah keseluruhannya.

Adapun yang sangat memberatkan adalah pengeluaran biaya untuk 5 tahun sekali yang mana masa berlaku plat ken­daraan bertahan 5 tahun. Dalam hitungan penulis sebelumnya untuk kendaraan roda dua Satria/FU 150 (keluaran tahun 2011) yang mana tarif sebelumnya Rp. 329.375 akan naik dengan rincian PKB tetap 214.375, SWDKLJJ (sumbangan wajib dana kecelakaan lalu lintas jalan) 35.000, Biaya Administrasi STNK 100.000, Biaya Administrasi TNKB 60.000, Biaya Pengesahan STNK 25.000. Jadi, kalkulasi penulis biaya yang harus dikeluarkan untuk sepeda motor Satria/FU 150 adalah Rp.434.375. Biaya untuk perpanjang STNK/tahun maka kalkulasi penulis yang harus dibayarkan Rp 274.375.

Biaya tersebut di atas adalah biaya yang harus dikeluarkan, bila diurus sendiri, karena bila melalui orang lain biaya yang dikeluarkan pasti menjadi lebih besar dan bisa-bisa membikin kepala pusing karena sangat memberatkan. Adapun mengenai biaya Penerbitan BPKB itu biasanya diberlakukan untuk mengganti hak kepemilikannya dengan nama orang lain, semisal kita membeli kendaraan bekas (second), maka dikena­kan biaya tersebut.


Tarif kendaraan bermotor merupakan salah satu Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), di mana tahun 2016 PNBP masuk ke kas negara Rp 262,4 triliun. Kenaikan tarif kendaraan bermotor, tentu sudah dipikirkan matang-matang oleh pemilik kebijakan. Kebijakan menaikkan tarif kendaraan bermotor yang cukup berperan besar sebagai salah satu PNBP, haruslah diimbangi dengan pelayanan yang baik pula. Bila diambil sisi positifnya (berbaik sangka) pada kebijakan menaikkan tarif STNK dan BPKB ini, mungkin bisa me­redam tingkat kemacetan yang terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Medan, dan kota-kota besar lainnya. Jika di rumah sudah memiliki satu atau dua kendaraan tentu akan berpikir ulang untuk menambahnya.
Tarif kendaraan yang naik antara 100 persen hingga mencapai hampir 300 persen, medikte masyarakat yang mulanya naik kendaraan pribadi agar mau beralih menggunakan transportasi umum. Namun, di tengah-tengah kondisi transportasi umum yang belum terjadwal secara rapi. Kemudian yang paling riskan un­tuk beralih ke transportasi umum adalah tingkat ke­nyamanan dan keamanan penumpang yang belum bisa dijamin lebih baik daripada menggunakan kendaraan pribadi.

Dari kacamata awam penulis, dengan naiknya tarif kendaraan tentu akan menaikkan pendapat kas negara. Haruslah dibarengi dengan pelayanan kepolisian yang transparan, prima dan apik sebagai pihak yang mengelola pengurusan STNK dan BPKB. Kita tahu sendiri birokrasi di negeri ini sangat sulit dikendalikan ke arah yang baik. Masih banyak oknum-oknum yang mencari kesempatan.

Kenaikan tarif kendaraan ini, haruslah dipandang dengan mata terbuka oleh pemilik kebijakan bahwa rakyat atau masyarakat pasti mampu mengeluarkan dana dengan tarif yang naik tersebut. Asalkan kenaikan tarif yang tertera di PP No 60 Tahun 2016 benar-benar sesuai di lapangan. Bukan malah sebaliknya seperti pengalaman yang sudah-sudah.

Pengalaman pribadi seorang teman bercerita tentang  pengurusan plat baru (plat kendaraan yang 5 tahun sekali harus diganti), membutuhkan waktu hingga 3 bulan baru ada plat baru tersebut. Belum lagi biaya di sana-sini yang nilainya sangat memberatkan. Bila dihitung tarifnya melonjak jauh dari tarif sebenarnya. Namun, sudah menjadi rahasia umum oknum yang tidak bertanggung jawab selalu ada (banyak) di jajaran birokrasi di Indonesia.

Tarif kendaraan bermotor yang menjadi kado pahit di awal tahun 2017, tidak akan menjadi pahit bila tarif yang tertera, memang benar-benar demikian adanya. Bukan malah semakin dibengkakkan seperti yang terjadi selama ini di lapangan.
Masyarakat mungkin tidak akan kaget dengan kenaikan tarif STNK dan BPKP ini, bila dana tersebut benar-benar tepat sasaran.

Terakhir mari kita kembali berbaik sangka dengan kebijakan ini, dan mendoakan oknum-oknum yang tidak bertanggung bisa berkurang di negeri ini dan pihak yang mengelola pengurusan STNK dan BPKB lebih bisa meningkatkan pelayanannya ke arah yang profesional. Saber pungli sudah seharusnya mengarahkan mata yang tajam ke birokrasi yang mengurusi pelayanan publik ini, agar masyarakat tidak merasa dirugikan dengan kebijakan PP No 60  Tahun 2016

Penulis adalah Alumnus di Unimed, tinggal di Prapat Janji Kisaran