Tolak Kenaikan PNBP, Mahasiswa Mulai Protes

Tolak Kenaikan PNBP, Mahasiswa Mulai Protes

PEKANBARU (riaumandiri.co)-Kebijakan Pemerintahan Presiden Joko Widodo, yang menaikkan Penerimaan Negara Bukan Pajak, mulai menuai protes dari kalangan mahasiswa. Selain di Pekanbaru, protes mahasiswa juga datang dari himpunan mahasiswa Sumatera.

Seperti diketahui, terhitung mulai Jumat kemarin, pemerintah telah menetapkan kenaikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) seperti biaya pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), tarif listrik hingga Bahan Bakar Minyak (BBM).

Di Pekanbaru, aksi penolakan tersebut diserukan sekitar seratusan aktivis BEM Universitas Riau (Unri). Mereka bersama-sama menggelar aksi penolakan di Gedung DPRD Riau Jalan Sudirman, Jumat (6/1) siang.


Dalam orasinya, Presiden BEM Unri, Abdul Khair, mengatakan, kenaikan biaya pengurusan STNK, BPKB serta kenaikan harga BBM dan tarif listrik, merupakan "kado pahit" awal tahun 2017 yang diterapkan Pemerintahan Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla.

Kebijakan pemerintah ini dinilai tidak pro rakyat. Tetapi justru menyengsarakan rakyat dan tidak sesuai dengan Nawacita yang pernah dijanjikan Jokowi-JK dalam kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres).

Koordinator Aksi Aditya Putra menambahkan, menaikkan harga listrik dan PNBP ini tidak memiliki roadmap yang jelas dan analisa yang pasti. Selain itu, penerapannya juga dinilai terburu buru.

"Menaikkan harga listrik, BBM dan biaya PNBP kendaraan ini tidak memiliki tujuan yang jelas. Kebijakan itu juga tanpa ada analisa yang pasti terkait dampak dan solusinya,'' pungkasnya.

Dalam aksi tersebut, mahasiswa juga menampilkan teaterikal yang menggambarkan sosok mayat dalam kapan (pocong) yang melambangkan matinya rasa peduli pemerintah terhadap rakyat jelata.

Sebarkan Spanduk
Menurut Aditya yang juga Menteri Sospol BEM UR tersebut, sebagai bentuk protes, pihaknya menyebar belasan spanduk bertuliskan protes di sejumlah lokasi di Kota Pekanbaru.

"Ada 15 lokasi yang kita pasangi spanduk sejak tadi malam. Semuanya berisi protes atas kebijakan pemerintah di awal tahun 2017 yang sangat merugikan masyarakat," tuturnya.

Dikatakannya, langkah Presiden Jokowi menaikkan pajak kendaraan bermotor sangat tidak tepat. Mengingat dampaknya akan langsung dirasakan masyarakat luas. Karena itu, BEM UR meminta kebijakan tersebut dibatalkan.

"Kami juga meminta kepada DPRD Riau untuk tidak mendiamkan masalah tersebut. Harus merespon kegelisahan masyarakat dengan turut menuntut kebijakan tersebut dibatalkan," tambahnya lagi.

Sementara itu, dari informasi di lapangan, spanduk-spanduk yang dipasangan BEM UR tak berumur panjang. Satpol Pamong Praja sudah menertibkannya tak lama setelah terpampang di tempat-tempat umum.

Kejutan Pahit
Hal senada juga disampaikan Presiden Mahasiswa KM Unsri Koordinator Wilayah Sumatera Bagian Selatan BEM SI, Rahmad Fahrizal.

Dikatakan, pada awal tahun 2017, Indonesia dibanjiri hadiah-hadiah luar biasa dari pemerintah untuk rakyatnya. Mulai dari banyaknya tenaga kerja asing ilegal khususnya dari Cina, sehingga Jokowi terkesan seolah menutup mata terhadap pengangguran negara ini yang mencapai angka 7,02 juta.

"Pemerintah kembali memberi kejutan, mempersembahkan kado tahun barunya. Kado tahun baru dari sang pemangku kebijakan yang alih-alih bercita-cita meningkatkan produktivitas rakyat malah semakin hari semakin tidak pro rakyat," ujarnya.

"Dimulai dari pencabutan subsidi bahan bakar minyak (BBM), kenaikan tarif daftar listrik, pencabutan subsidi kesehatan dan sebagainya hingga hari ini rakyat harus mendapatkan kado tahun barunya berupa kenaikan pembayaran tarif kendaraan bermotor mulai dari STNK, BPKB dan lain sebagainya. Yang mengejutkan, kenaikannya hingga tiga lipat," tukasnya.

Ditambah lagi kata dia, kenaikan tarif listrik pada pelanggan dengan daya 900 VA (biasa digunakan rakyat kecil) dari Rp.605/kWh akan menjadi Rp.1467,28/kWh.

"Kemana kebijakan-kebijakan yang pro terhadap rakyat kecil? Apakah pemerintah telah kehilangan cara untuk mengatasi permasalahan ekonomi bangsa selain dengan membebankannya pada rakyat?," tegasnya.

Tiga Tuntutan
Dikatakan, menyikapi kebijakan pemerintah yang dinilai tidak pro rakyat itu, BEM Sumatera sebagai rakyat dan mewakili masyarakat Indonesia mengajukan sejumlah tuntutan dan desakan kepada pemerintah.

Yakni, menyatakan menolak dengan tegas PP nomor 60 tahun 2016 yang berisi daftar kenaikan biaya kendaraan bermotor hingga tiga kali lipat yang dinilai menyengsarakan rakyat Indonesia. BEM Sumatera juga menolak tegas kenaikan biaya tarif listrik yang mencapai 242,5 persen karena akan menyengsarakan rakyat.

Karena itu, Presiden Jokowi didesak mencabut PP Nomor 60 Tahun 2016 dan membatalkan kenaikan tarif listrik untuk rakyat kecil dengan pelanggan berdaya 900 VA.

"Tunduk tertindas atau bangkit melawan," pungkasnya. (bbs, rtc, grc)