KPK di Ujung Tanduk

JAKARTA (HR)-Di ujung tanduk. Itulah kira-kira gambaran kondisi Komisi Pemberantasan Korupsi saat ini. Satu per satu, unsur pimpinan lembaga antirasuah itu terus dihadapkan dengan kasus hukum.

Setelah Wakil Ketua Bambang Widjojanto, sekarang giliran Ketua lembaga antirasuah itu, Abraham Samad, yang ditetapkan sebagai tersangka.
Tidak hanya itu, Wakil Ketua lainnya, Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain, juga disebut-sebut akan segera ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak Kepolisian.

Namun yang mengejutkan, dugaan kriminalisasi ternyata tidak hanya menimpa unsur pimpinan. Karena saat ini, sebanyak 21 penyidik di KPK juga sudah ditetapkan pula sebagai tersangka oleh pihak Kepolisian, dalam kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal.

Kondisi di atas tak ayal mengundang rasa cemas di banyak kalangan masyarakat, terutama bagi kelompok pro pemberantasan korupsi. Karena itu, Presiden Joko Widodo diminta segera bertindak tegas.

Saat ini, Ketua KPK Abraham Samad telah ditetapkan sebagai tersangka pemalsuan dokumen. Penetapan sebagai tersangka ditetapkan Polda Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar). Abraham Samad disangkakan ikut membantu tersangka utama, Feriyani Lim, dalam memalsukan dokumen kependudukan.

Menurut Kabid Humas Polda Sulselbar, Kombes Endi Sutendi, Selasa (17/2), Abraham Samad disangkakan terkait tindak pidana pemalsuan surat dan atau tindak pidana administrasi kependudukan sebagaimana dimaksud dalam rumusan pasal 263 ayat (1) (2) sub pasal 264 pasal 264 ayat (1) (2) lebih subs pasal 266 ayat (1) (2) KUHP dan atau pasal 93 UU RI Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi kependudukan yang telah dilakukan perubahan UU Nomor 24 Tahun 2013. Dalam kasus ini, Samad diancam hukuman penjara paling lama delapan tahun denda paling banyak Rp50 juta.

Menurut Polda Sulselbar, pemalsuan dokumen izin tinggal Feriyani itu terjadi tahun 2007 lalu. Namun Polda Sulselbar baru menerima laporan dari seseorang bernama Chairil Chaidar Said pada Januari 2015. Setelah melakukan penyelidikan, kasus ini akhirnya ditingkatkan menjadi penyidikan yang berbuntut ditetapkannya Abraham Samad sebagai tersangka.

Pandu dan Zul Menyusul
Tidak Bambang dan Samad, dua unsur pimpinan KPK lainnya, Zulkarnain dan Adnan Pandu Praja, mungkin hanya tinggal menunggu waktu. Kasus keduanya, terus digarap pihak Kepolisian.

Hali tu dibenarkan Kabagpenum Mabes Polri Kombes Rikwanto. "Proses penyidikan masih berjalan, jadi penyidik masih perlu melengkapi keterangan saksi dan lain-lain," ungkapnya.

Untuk kasus yang dialami dua pimpinan KPK tersebut, saat ini statusnya sudah dinaikkan menyadi penyidikan. Meski demikian, sejauh ini polisi belum menetapkan tersangka.

Menurut Rikwanto, progres penyidikan pelaporan terhadap Zul dan Pandu sama sekali tidak terkait dengan hasil praperadilan yang memenangkan pihak Komjen Budi Gunawan. "Tak ada kaitan langsung," ujarnya lagi.

Seperti dirilis sebelumnya, Adnan Pandu diadukan ke Kepolisian dalam kasus dugaan merebut saham perusahaan di Kalimantan. Sedangkan Zulkarnain juga diadukan terkait dugaan korupsi dana Bansos di Jawa Timur.

21 Penyidik KPK Tersandung
Tidak hanya unsur pimpinan, saat ini sebanyak 21 orang penyidik KPK juga tengah diusut pihak Kepolisian. Mereka diduga tersandung kasus kepemilikan senjata api yang diduga ilegal. Menurut Kepala Bareskrim Mabes Polri Komjen Budi Waseso, pihaknya sedang melakukan pengusutan setelah menerima laporan dari masyarakat.


"Ada laporan (masyarakat) mereka memakai senjata api ilegal. Kita telusuri," ujarnya.

Setelah penyelidikan awal, lanjut pria yang populer disapa Buwas itu, penyidik Bareskrim menduga senjata api 21 penyidik KPK tersebut ilegal. Maksudnya, rata-rata izin aktif senjata api tersebut sudah mati sejak tahun 2011 dan 2012.

"Pabrikannya betul, belinya betul, tapi terkait kepemilikan dan penggunaannya tidak benar. Di kala barang legal penggunaannya tidak benar, jadi ilegal," lanjut Buwas.

Buwas melanjutkan, para penyidik KPK tersebut dapat dijerat dengan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman kurungan penjara maksimal 12 tahun.

Buwas juga mengakui dirinya ingin para penyidik tersebut segera ditetapkan sebagai tersangka.
"Saya maunya secepatnya supaya masyarakat tahu informasi itu benar atau tidak, jangan asumsi. Kalau buktinya cukup, 21 orang itu pasti tersangka," ujarnya.

Kendati demikian, Buwas mengakui dirinya tidak berwenang mengintervensi proses hukum yang ditangani penyidik Polri.

Jokowi, Bertindaklah
Menyikapi kondisi itu, Ketua Tim 9 Syafii Maarif meminta Presiden Jokowi segera mengambil tindakan atas masalah yang terjadi di dua lembaga penegak hukum, KPK dan Polri. Menurutnya masalah yang berlarut-larut ini bisa membuat kondisi negara dalam bahaya.

"Yang penting sekarang ini Presiden itu panglima tertinggi, bertindaklah, berbuatlah. Jangan berlama-lama. Ini bisa crash, ini kan bahaya sekali," ujarnya.

Sebagai panglima tertinggi, Presiden memegang kendali untuk menyelesaikan masalah yang ada. Presiden harus tegas dan cepat dalam mengambil keputusan.
"Yang memegang kendali kan Presiden," ucap mantan Ketum PP Muhammadiyah ini.

Syafii Maarif juga menyayangkan apa yang tengah menimpa KPK saat ini. Pasalnya, dengan apa yang terjadi saat ini, pemberantasan korupsi di Tanah Air bisa terhambat. Lebih dari itu, hal ini juga bisa menimbulkan gesekan antar anak bangsa.

Syafii bahkan sudah tak bisa berkata banyak atas masalah yang ada saat ini."Sak penak-e wae, berbuatlah sekehendakmu kalau memang ingin menghancurkan negeri ini," ujarnya.

Sementara itu, mantan Ketua MK, Mahfud MD meminta Presiden Jokowi tak lagi mengulur waktu untuk menentukan kelanjutan nasib Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri. Keragu-raguan Jokowi memutus secara cepat malah memperburuk situasi.

"Presiden harus ambil keputusan segera tentang Kapolri. Melantik Komjen BG pasti ada yang mendukung dan tidak. Jadi ambil posisi segera memutuskan untuk menyelesaikan masalah dan menghadapi risiko yang tidak bisa dihindarkan," ujarnya.

Jokowi juga harus segera menerbitkan Perppu pelaksana tugas (Plt) pimpinan KPK untuk mengisi kekosongan kursi karena Abraham Samad sudah menyusul Bambang Widjojanto sebagai tersangka.
"Ini untuk menyelamatkan KPK diperlukan Perppu untuk KPK ad interim yang diberikan tugas setahun sampai Pansel KPK selesai menyeleksi pimpinan baru," sambungya.

Tugas Plt pimpinan KPK, sambung Mahfud, cukup berat yakni mengembalikan hubungan baik antara KPK-Polri pasca ketegangan yang terjadi akibat buntut penetapan Komjen Budi sebagai tersangka.

"Tugas ad interim untuk mencairkan hubungan institusional KPK-Polri-Kejaksaan supaya normal karena ini penting, jangan sampai penegak hukum saling bersaing. Jadi harus dinormalkan hubungannya agar ketiga lembaga penegak hukum bekerjasama," sambungnya.

Samad Membantah
Sementara itu, Abraham Samad mengaku terkejut dengan penetapan status tersangka terhadap dirinya. Samad menegaskan tidak pernah melakukan pemalsuan dokumen sebagaimana sangkaan penyidik Polda Sulselbar.

"Sebagai warga negara yang baik, saya hormati proses hukum ini, meski dalam hati kecil saya, saya tak bisa terima karena apa yang dituduhkan kepada saya, karena saya sama sekali tidak pernah melakukan dan sama sekali tak tahu apa maksud tersangka ini," ujarnya.

Samad juga mengaku tak kenal dengan Feriyani Lim. Meski demikian, Samad sudah siap. Dia sadar akan menjadi target. "Saya wakafkan seluruh jiwa raga saya untuk negeri ini . Mungkin pada akhirnya nanti, negeri ini bebas korupsi," tambahnya.

Secara gentleman, Samad juga menegaskan dirinya siap mundur dari jabatannya. Sikap serupa dilakukan Bambang Widjojanto ketika ditetapkan sebagai tersangka.

"Standar bagi pimpinan KPK dan tidak ada masalah untuk hal itu," ujarnya.

"Pesan terakhir saya, seluruh media massa dan rakya Indonesia sabang sampai merauke menilai bersama kasus ini semoga Allah SWT memberikan pencerahan untuk bisa melihat kebenaran itu, walau kebenaran itu ditemukan di dalam kegelapan," ujarnya lagi.

Sebelumnya, kuasa hukum Samad, Nursyahbani Katjasoengkana mengatakan, Samad telah menerima surat panggilan dari Polda Sulselbar dan siap diperiksa pada 20 Februari mendatang.

Nursyahbani menegaskan, Samad akan menaati proses hukum. Ketua KPK itu juga siap untuk memenuhi panggilan Polda Sulselbar. "Kita akan taat hukum," tegasnya.

Namun demikian, pihaknya telah menyarankan Abraham Samad untuk tidak memenuhi panggilan Polda Sulselbar karena surat panggilan yang bermasalah. Jika surat panggilan sudah diperbaiki, Samad pasti akan memenuhi panggilan, namun Samad akan meminta agar bisa diperiksa di Jakarta.

"Kalau toh mau diperiksa sebaiknnya melalui Polda Metro Jaya, kan itu biasa prosesnya. Kalau ada di luar kota, Polda sana minta ke Polda sini, tidak harus orangnya ke sana," tambahnya.

Ada berbagai alasan Samad meminta agar pemeriksaannya dilakukan di Jakarta. Apalagi, dia masih harus menjalankan tugas sebagai pimpinan KPK.

Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, pihak Istana ternyata belum membahas masalah itu. Padahal jika ,engacu pada Undang-Undang KPK, maka Presiden harus menunjuk pimpinan sementara dalam kondisi seperti ini.

"Saya hari ini hanya membahas persiapan peringatan KAA saja," jawab Kepala Kepresidenan Luhut Panjaitan.

Dia langsung bertolak menuju Jakarta dengan mengendarai mobil Toyota Lexus S570 hitam B 1962 RFS. Sebelumnya dia menghadiri audiensi persiapan KAA bersama Presiden Jokowi dan Wamenlu AM Fachir beserta jajarannya. (bbs, kom, dtc, rol, ral, sis)