Warga Tolak Perpanjangan HGU PT SAI

Kebun Padi Dibayar Rp60 Ribu Per Hektare

Kebun Padi Dibayar Rp60 Ribu Per Hektare

RAMBAH SAMO (RIAUMANDIRI.co) - Persoalan PT Sawit Asahan Indah (SAI) dengan masyarakat Dusun Kubu Pauh, Desa Lubuk Bilang, Kecamatan Rambah Samo, Kabupaten Rokan Hulu,

satu per satu mulai terungkap.Diantaranya, selain Kebun Sawit yang dikelola diduga sebagian berada diluar HGU dan terindikasi masuk kedalam kawasan Hutan Tanaman Produksi (HPT), juga ganti rugi kebun padi dan karet milik warga ternyata hanya dibayar Rp60 ribu per hektar.

Hal itu diungkap Dasril, salah seorang tokoh masyarakat Dusun Kubu Pauh, kepada Haluan Riau, Sabtu (13/11). Dikatakannya, sekitar tahun 1985 atau 1986 CV Narus Raya, masuk ke Dusun Kubu Pauh, untuk melaksanakan kegiatan pemancangan dengan alasan ingin membuka perkebunan kelapa sawit sesuai HGU yang dimiliki.


Oleh masyarakat kala itu sempat menolak karena lahan yang akan dijadikan kebun oleh Perusahaan telah ditanami padi dan tidak lama lagi akan dipanen. Dan sejak saat itu  masyarakat sudah berkonflik dengan Perusahaan.

“Arun (almarhum) merupakan salah seorang yang tegas menolak lahannya digarap oleh perusahaan. Karena menolak, salah seorang Aparat, sempat memukul dan menodongkan Pistol ke bagian Perut Arun,

tapi tidak diledakan. Karena melihat Arun dipukul, warga lainnya takut dan terpaksa melepas lahannya dengan gratis dan hanya diberi ganti rugi imas tumbang Rp60 ribu per hektar dan bukan ganti rugi lahan,” ungkapnya.

Pendek cerita, setelah berjalan beberapa tahun, CV Narus Raya pergi. Setelah itu langsung masuk PT SAI dan langsung melakukan penanaman diatas lahan sekitar 148 hektar dan bukan 129 hektar. Dan Perusahaan berjanji, apabila ada kebun karet yang masuk dalam wilayah HGU akan dibayar.

“Tapi, setelah kebun karet warga di imas tumbang, Perusahaan PT SAI tumpur. Dan sejak saat itu atau pindah tangan dari PT SAI ke PT Astra. Perpindahan kami tidak diberitahu. Tapi setahu kami, perusahaan saat ini masih PT Sai tapi dikelola oleh PT Astra,”ungkapnya.

Karena masyarakat tidak terima lahannya belum diganti rugi, oleh warga melaporkan kepada Camat Rambah Samo, yang saat itu dijabat oleh Jalius Abdulah. Tapi pihak perusahaan PT SAI tidak mengakui bahwa lahan tersebut milik masyarakat karena bukti tidak lengkap. Sehingga lahan tersebut diambil kembali oleh perusahaan.

“Dalam mediasi saat itu, masyarakat tidak memiliki bukti surat tanah. Maklum jaman dulu masyarakat tidak memiliki surat tanah. Karena warga hanya bertani dengan menanam padi. Sementara Perusahaan memiliki HGU. Meski HGU yang dikantongi belum pernah kami lihat. Luasnya berapa dan masa berakhirnya kapan,”terangnya.

Selanjutnya, pada replanting yang dilakukan oleh PT SAI dua tahun yang lalu, masyarakat kembali menuntut agar lahan masyarakat dikembalikan. Dan oleh perusahaan tidak melanjutkan lagi peremajaan. Dimana pohon kelapa sawit yang sudah ditumbang lalu ditimbun dengan tanah.

“Lahan itu bukan 129 hektar pak. Lahan itu sekitar 148 hektar. Dari 148 hektar tersebut kata Dinas Kehutanan 129 berada dalam kawasan HPT. Dan kami meminta agar HGU PT SAI ini tidak diperpanjang. Karena masih banyak hak hak kami yang belum terselesaikan,”ungkap Dasril.

Oleh sebab itu, Dasril memohon kepada Pemerintah Kabupaten Rohul, Provinsi dan Pusat, agar menegakan keadilan yang sebenar-benarnya. Kalau ada lahan yang digarap PT SAI beberada diluar HGU supaya dikembalikan kepada masyarakat. Begitu juga jika ada lahan yang digarap masuk dalam HPT supaya diambil tindakan hukum sesuai aturan dan undang-undang yang berlaku. ***