Soal Sistem Pemilu Terbuka Terbatas

Mengkebiri Hak Rakyat Memilih Caleg

Mengkebiri Hak Rakyat Memilih Caleg

JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria mengkritisi draf Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Penyelenggaraan Pemilu yang sudah dikirim pemerintah ke DPR.

Sistem terbuka terbatas dinilainya telah mengkebiri hak-hak rakyat dalam menentukan wakilnya yang duduk di lembaga legislatif karena penentuan caleg terpilih tersebut hanya didasarkan pada gambar partai dan nomor urut partai, bukan didasarkan pada nama caleg dan nomor urut caleg.

"Ini luar biasa menurut saya, untuk itu perlu disikapi dan kritisi oleh DPR. Karena di era demokrasi saat ini, idealnya penentuan caleg terpilih harus berdasarkan sistem proporsional terbuka," kata Ahmad Riza Patria dalam dialektika demokrasi bertema "Pro/Kontra RUU Pemilu" bersama Wakil Ketua DPR Agus Hermanto dan Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jerry Sumampau di Gedung DPR Jakarta, Kamis (3/11).


Riza Patria menambahkan apabila analisas tersebut benar, maka sistem Pemilu 2019 tidak mengalami kemajuan, tapi malah mundur. Sebab rakyat diarahkan hanya memilih gambar partai atau nomor urut partai, bukan memilih nama caleg atau nomor urut caleg. "Bahkan ada yang bilang surat suaranya nanti tidak sah kalau pemilih hanya memilih nama caleg atau nomor urut caleg," ujar politisi dari Fraki Partai Gerindra itu.

Menurut Riza pula, rakyat harus diberi kesempatan seluas-luasnya dalam menentukan para pemimpin, baik sebagai presiden maupun wakil rakyat di parlemen karena kedaulatan itu ada di tangan rakyat. “Kedaulatan ada di tangan rakyat, biarlah rakyat yang menentukan pilihannya dan parpol hanya menyajikan,” sambung Riza.

Demikian pula terhadap kewenangan partai politik dalam menempatkan calon-calon wakil rakyat yang diatur undang-undang saat ini. Menurut Riza, kewenangan tersbut sudah sangat maksimal. “Kewenangan parpol sejauh ini sudah luar biasa. Sudah besar peran parpol, karena parpol juga yang tentukan caleg. Kalau takut, masukkan dong caleg yang bagus,” ujar Riza.

Sementara Agus Hermanto berpendapat keinginan pemerintah untuk kembali menggunakan sistem pemilu tertutup atau terbuka terbatas dalam pemilihan caleg ini karena adanya beberapa alasan. Diantaranya mengakomodir pengurus-pengurus parpol yang selama ini berjuang di parpolnya. Kedua dilatarbelakangi agar caleg bisa dikendalikan oleh parpol.

Agus meyakini usulan pemerintah dalam draft RUU pemilu yang diajukan oleh pemerintah akan menjadi perdebatan tersendiri di Pansus RUU Pemilu DPR. Pasalnya dalam UU Pemilu sebelumnya menggunakan sistem pemilu proporsional terbuka. "Tapi ini belum menjadi sikap DPR.

Sikap pastinya nanti saat fraksi-fraksi menyampaikan DIM (Daftar Inventarisasi Masalah). Pansus DPR akan meminta penjelasan secara detil kepada pemerintah. Apa yang dimaksud dengan terbuka terbatas tersebut?, " ujarnya.

Agus Hermanto mengajak seluruh elemen bangsa untuk aktif dalam mengawasi pembahasan revisi undang-undang pemilu tersebut. Pengawasan selama pembahasan diharapkan mampu menghasilkan undang-undang pemilu yang lebih berpihak kepada rakyat. “Mari kita awasi pembahasan ini agar bisa kontrol,” kata Agus.

Sedangkan Jerry menilai sistem pemilu terbuka terbatas yang diusulkan pemerintah dalam RUU penyelenggaraan Pemilu itu hanya akal-akalan. Sebab pada dasarnya substansi dari ketentuan tersebut merupakan sistem pemilihan proporsional tertutup.

"Kalau usulan terbuka terbatas, itu sebenarnya bohong-bohongan karena substansinya adalah tertutup, jadi caleg tidak dipilih. Penetuan caleg bukan karena caleg memperoleh suraa terbanyak seperti selama ini, Tapi hanya menggunakan istilah saja," kata Jerry. (sam)