Iqaruddin Akui Tim Lalai

Iqaruddin Akui Tim Lalai

PEKANBARU (RIAUMANDIRI.co) - Jaksa Penuntut Umum menghadirkan lima pejabat Pemkab Meranti, sebagai saksi perkara korupsi ganti rugi lahan Pelabuhan Dorak di Pengadilan Tipikor Pekanbaru.

Dalam sidang yang digelar Kamis (3/11) di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, mantan Sekdakab Meranti, Iqaruddin, mengakui ada kelalaian tim memeriksa status hukum lahan yang diganti rugi.

Selain Iqaruddin, saksi lain yang dihadirkan adalah Alizar, Kepala Dinas Perhubungan, Makmun Murod, Kepala Dinas Kehutanan dan Muhammad, Kades di Pelabuhan Dorak.


Kelimanya dihadirkan sebagai saksi perkara korupsi ganti rugi Pelabuhan Dorak, untuk empat terdakwa yakni Zubiarsyah, mantan Sekdakab Meranti, Suwandi Idris, Kepala Badan Pertanahan Nasional Meranti, Mohammad Habibi, PPTK, serta Abdul Arif selaku penerima kuasa dari pemilik lahan.

Di hadapan majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum Aprilia SH, menanyakan kepada Iqaruddin apakah telah memeriksa administrasi terhadap lahan yang akan diganti rugi untuk pembangunan Pelabuhan Dorak tersebut, dan dijawab 'sudah' oleh Iqaruddin.

Jaksa menanyakan apakah boleh dilakukan kuasa lebih dari satu orang untuk ganti rugi lahan tersebut, dan dijawab tidak oleh Iqaruddin. Demikian pula ketika ketika Jaksa menanyakan, mengapa sampai ada status hukum lahan yang bermasalah, Iqaruddin mengakui ada kelalaian tim.

"Dalam berkas pemeriksaan sebelumnya sudah saya sebutkan memang ada kelalaian tim.dslam memeriksa administrasi dan mengensi surat kuasa tersebut," ujar Iqaruddin.

Untuk diketahui, sesuai dakwaan JPU sebelumnya, dugaan korupsi ini bermula pada tahun 2011 terdakwa Muhammad Habibi memperoleh informasi akan adanya pembebasan lahan untuk pembangunan pelabuhan Dorak, Selatpanjang.

Setelah diketahui akan dilakukan pembebasan tanah di lokasi Dorak tersebut. Terdakwa sekitar bulan April 2011 menemui Sugeng Santoso, penjaga tanah Jussalatun.

Abdul Rauf bertemu Edy Hartono untuk memberikan informasi bahwa ada tanah di sekitar Dorak yang luasnya sekitar 4 hektare dengan harga Rp2,1 miliar. Selanjutnya bulan April 2011 Edi Hartono bersama Abdul Arif mengantarkan uang tanda jadi pembelian tanah sekitar Rp 500 juta ke rumah Sugeng Santoso.

Pada Mei 2011, Edy Hartono menyerahkan uang pelunasan kepada Abdul Arif sebesar Ro1,6 miliar. Kemudian bulan Juni 2011, Abdul Arif baru menyerahkan uang kepada Sugeng Santoso pelunasan harga tanah sebesar Rp1,6 miliar.

Total harga tanah yang diserahkan Edy Hartono kepada Abdul Arif yang selanjutnya diserahkan kepada Abdul Arif kepada Sugeng Santoso adalah Rp2,1 miliar. Dari transaksi ini, terdakwa Muhammad Habibi meminta bagian sebesar Rp700 juta.

Kemudian September 2011 muncul Surat permohonan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kabupaten Kepulauan Meranti Nomor 550/Dishub-Kominfo/IX/2011/168 tanggal 19 September 2011 dan surat nomor 550/Dishub-Kominfo/IX/2011/203 tanggal 10 November 2012, tentang pengadaan lahan Pelabuhan Dorak.

Tahun 2013, setelah Panitia pengadaan tanah untuk pelabuhan Dorak dibentuk, terdakwa H Zubiarsyah (Sekda), selaku Ketua Panitia, terdakwa Suwandi Idris, Sekretaris, dan terdakwa M Habibi, PPTK menerima surat-surat tanah yang akan diproses untuk diganti rugi tersebut, di antaranya termasuk tanah Jussalatun yang seolah-olah sudah dibeli terdakwa Muhammad Habibi dengan perantara Abdul Arif.

Kemudian para terdakwa Suwandi Idris, H Zubiarsyah, tidak melakukan penelitian terhadap status hukum bidang tanah dan riwayat tanah yang akan dibebaskan atau diganti rugi.

Perbuatan terdakwa Melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (hen)