Pembahasan SP3 Karhutla

DPR Temukan Sejumlah Kejanggalan

DPR Temukan  Sejumlah Kejanggalan

JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Panita Kerja Komisi III DPR RI, terus memperdalam kronologis keluarnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau SP3, terhadap 15 perusahaan tersangka Karhutla di Riau, tahun 2015 lalu.

Dalam rapat dengar pendapat (RDP) Kamis (27/10) kemarin, DPR menemukan sejumlah kejanggalan dalam perjalanan SP3 tersebut. Ikut hadir dalam pertemuan itu Kapolda Riau Zulkarnaen Adinegara dan dua mantan Kapolda Riau, yakni Irjen Pol Dolly Bambang Hermawan dan Brigjen Supriyanto.

Salah satu kejanggalan, diungkapkan salah seorang penyidik di Polda Riau. Hal itu bermula saat Ketua Panja Karhutla, Beny K Harman menanyakan kepada salah satu penyidik di Polda Riau yang merekomendasikan dikeluarkan SP3 Karhutla tersebut.

Menurutnya, ada SP3 yang dikeluarkan ketika kasusnya masih dalam tahap penyelidikan dan belum mencapai tahap penyidikan. Artinya belum ada tersangka tapi masih status terlapor.

"Benar Pak, SP3 diterbitkan sebelum diserahkan kepada Kejaksaan dan belum ada tersangka," ujarnya. Padahal menurut peraturan perundang-undangan, SP3 baru bisa dilakukan setelah masuk tahap penyidikan dan ada tersangka.

Penyidik tersebut juga mengatakan, saat gelar perkara dilakukan di Polda Riau tidak ada Kapolda dan dari Mabes Polri. Yang hadir saat itu hanya Propam Polda Riau.

"Gelar perkara di Polda Riau, Polda tidak ada dan dari Mabes tidak ada. Yang hadir Propam Polda Riau, yang menjadi salah satu dari rekomendasi Propam diterbitkan SP3. Tapi sebelum diterbitkan SP3 kami melaporkan ke Kapolda Supriyanto saat itu," katanya.

Beny juga menanyakan prosedur untuk menunjuk saksi ahli dalam proses keluarnya SP3 itu. Menanggapi pertanyaan itu, penyidik tersebut mengatakan, yang berwenang menunjuk saksi ahli adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).

"Yang menentukan saksi ahli itu adalah dari Kementerian LHK dengan menunjuk ahli itu, ya Pak," terangnya. Sementara itu mantan Kapolda Riau Doly Bambang Hermawan mengatakan, bahwa saat dia menjadi Kapolda Riau hanya tiga perusahaan yang dikeluarkan SP3 dari 18 perusahaan yang diduga terlibat dalam kasus Karhutlah. "Saat saya jadi Kapolda Riau hanya ada tiga perusahaan yang dilakukan SP3, karena saat itu belum cukup bukti untuk dilanjutkan," katanya.

Sementara itu mantan Kapolda Riau lainya Supriyanto mengaku memang saat dia menjabat ada 12 perusahaan yang diterbitkannya SP3-nya. Dari jumlah itu, sembilan di antaranya ditangani Polda Riau dan dua perusahaan oleh Polres Rokan Hilir dan satu oleh Polres Dumai.

"SP3 itu dua dikeluarkan  Polres Rohil dan satu Polres Dumai selebihnya, yakni sembilan oleh Polda Riau. Di mana dalam perkembangan proses penyidikannya ternyata tidak bisa dibuktikan pembakaran lahan dan hutan," terangnya.

Adapun kelima belas perusahaan tersebut adalah PT Bina Duta Laksana (HTI), PT Ruas Utama Jaya (HTI), PT Perawang Sukses Perkasa Indonesia (HTI), PT Suntara Gajah Pati (HTI), PT Dexter Perkasa Industri (HTI), PT Siak Raya Timber (HTI), dan PT Sumatera Riang Lestari (HTI).

Lalu, PT Bukit Raya Pelalawan (HTI), PT Hutani Sola Lestari, KUD Bina Jaya Langgam (HTI), PT Rimba Lazuardi (HTI), PT PAN United (HTI), PT Parawira (Perkebunan), PT Alam Sari Lestari (Perkebunan), dan PT Riau Jaya Utama. (rtc, sis)