Dewan Sorot Kebijakan Pemprov Riau

Silpa Besar, Ekonomi Stagnan

Silpa Besar, Ekonomi Stagnan

PEKANBARU (RIAUMANDIRI.co) - Kebijakan Pemprov Riau terkait pengelolaan dana APBD, masih terus mendapat sorotan. Termasuk kemungkinan masih besarnya Sisa Lebih Penggunaan Anggaran atau Silpa pada APBD Riau tahun 2016 ini.

Kondisi itu dinilai sebagai pertanda masih banyaknya kegiatan yang tidak berjalan sebagaimana diharapkan. Besarnya Silpa tersebut juga akan berdampak terhadap stagnannya pertumbuhan ekonomi di Bumi Lancang Kuning, Silpa karena masih banyak yang mengandalkan perputaran dari APBD tersebut. Apalagi, besarnya Silpa tersebut sudah terjadi selama dua tahun belakangan.

"Sementara kita tahu Pemerintah Riau menaruh duit itu di bank. Rp3 triliun. Itu dua tahun berturut turut (2014-2015,red). Sehingga setiap tahun anggaran, Pemprov Riau hanya puas mendapatkan bunga untuk PAD (Pendapatan Asli Daerah,red) itu sekitar Rp500 juta," ungkap anggota Komisi D DPRD Riau, Bagus Santoso, Minggu (16/10).


Hal itu dilontarkannya, terkait prediksi yang menunjukkan angka Silpa pada APBD Riau tahun 2016, akan sama seperti dua tahun sebelumnya, yakni di atas Rp3 triliun.

Padahal, katanya, jika dana sebesar itu dijadikan kegiatan untuk pelayanan masyarakat, untuk pengentasan kemiskinan, hal itu tentu akan sangat besar dampaknya.

"Rp3 triliun itu bukan angka kecil. Kalau itu bisa dilaksanakan, justru itu bisa menggerakkan roda perekonomian masyarakat Riau yang juga akan berkorelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi," tambah legislator PAN  tersebut.

Jika hal ini terus dipertahankan Gubernur Riau, katanya, maka tidak akan ada perubahan baik pertumbuhan ekonomi maupun pergerakan ekonomi masyarakat Riau.

"Kita tidak memungkiri bahwa stagnannya pertumbuhan ekonomi di Riau ada beberapa indikator. Yaitu, sejak transisi gubernur ke Annas Maamun, dan Annas ke Andi Rachman, itu banyak problematika yang membuat pejabat dimana mereka khawatir dan was-was," ujarnya.

Hal tersebut karena tidak adanya keberanian para pejabar karena adanya persoalan-persoalan yang berkaitan dengan proses hukum. Baik itu pasal terkait perkara tindak pidana korupsi atau hal-hal yang lain. Ketika APBD disahkan, ternyata pejabat yang terkait dengan pelelangan proyek, banyak yang tidak berjalan.

Masalah lainnya muncul akibat tidak sinkronnya kinerja antara Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan Balai Lelang. Artinya, SKPD mengantarkan ke Balai Lelang dikatakan dokumentasi tidak lengkap. Sementara Balai Lelang mengatakan sampai tutup tahun berakhir ternyata belum ada paket atau kegiatan yang dikirimkan SKPD.

"Makanya ini perlu sinkronisasi antara SKPD dengan Balai Lelang," tegasnya. Masalah serius lainnya, tuturnya, ketika melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik, para rekanan yang memenangkan proyek itu tidak mau mencairkan uang muka.

"Artinya tidak mau melaksanakan kegiatan itu. Mengapa? Ternyata ada keluhan-keluhan, yaitu untuk mengurus uang muka itu perlu meja-meja panjang. Juga ada pungli (pungutan liar,red) birokrasi," paparnya.

"Jadi sangat kompleks sekali, sehingga pertumbuhan ekonomi itu emang stagnan. Sekarang di Riau mendapatkan penalti dari pemerintah pusat, tidak mendapatkan dana intensif dan lain sebagainya karena tidak bisa menggunakan anggaran pendapatan dan belanja.

Atau duit yang lebih senang ditidurkan di bank. Jika ini masih terjadi di tahun-tahun berikutnya, bisa dikatakan pertumbuhan dan pergerakan ekonomi di Riau tidak akan naik," sambungnya.

Untuk itu, katanya, masyarakat menunggu keberanian dan keajaiban dari masing-masing SKPD untuk mengejar target pelaksanaan dan realisasi. Sejauh ini, sebut Bagus, rata-rata realisasi kegiatan baru mencapai 35 hingga 50 persen, baik itu biaya langsung maupun tidak langsung. Sementara, 2016 ini hanya tersisa beberapa bulan lagi.

Dievaluasi Selain itu, dirinya juga memdesak agar Gubernur Riau mengevaluasi sejumlah Kepala SKPD yang kinerjanya dinilai tidak baik, dan memilih dengan orang-orang yang tepat.

"Ketika Gubernur memberikan instruksi bahkan warning, itu tidak ada kata lain, SKPD harus melaksanakan. Ketika SKPD tidak bisa melaksanakan, maknanya apa, gubernur harus mengevaluasi kembali pembatu-pembantunya ini. Jika tidak evaluasi atau pilih orang-orang yang cerdas dan profesional," pungkasnya.

Sebelumnya, prediksi masih besarnya Silpa Riau tahun 2016, juga dilontarkan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau. Fitra memprediksi serapan APBD Riau tahun 2016 hanya akan terealisasi hingga 67 persen, atau sebesar Rp6,94 triliun. Sedangkan Silpa diperkirakan mencapai Rp3,41 triliun, dari total APBD Riau 2016 sebesar Rp10,3 triliun.

"Hal ini menunjukan bahwa pemerintah tidak becus mengelola uang rakyat dan mengabaikan kehidupan masyarakat yang layak," ungkap Koordinator Fitra Riau, Usman. (dod)