Penjahat Siber Semakin Merajalela

Penjahat Siber Semakin Merajalela

Denpasar (RIAUMANDIRI.co) - Tingkat pertumbuhan pengguna internet di Indonesia, serta semakin banyaknya jumlah perangkat yang terkoneksi dipastikan akan membuat tingkat kejahatan siber semakin meningkat.

 

Hal tersebut disampaikan langsung oleh Vitaly Kamluk, Director Global Research & Analysis Team, Kaspersky Lab, dalam acara Kaspersky Lab Asia Pacific Cyber Security Weekend yang diadakan hari Jumat (7/10/2016) kemarin.


 

Vitaly yang juga membeberkan ruang lingkup kejahatan siber di seluruh dunia tersebut juga mengatakan, tingkat kejahatan siber dunia telah naik secara drastis pada pertengahan tahun ini.

 

Beberapa faktor yang menjadi pemicu naiknya kejahatan siber adalah penetrasi internet yang semakin menjangkau berbagai kalangan di dunia, serta semakin banyaknya perangkat yang dapat terhubung ke internet.

 

"Semua perangkat yang terhubung ke internet bisa dijadikan sarana kejahatan siber dan para penjahat tersebut memanfaatkannya untuk mencari uang sebanyak mungkin," ujar Kamluk Vitaly lalu mencontohkan kasus serangan DDoS terhadap situs Brian Krebs, mantan jurnalis dan seorang ahli keamanan.

 

Yang menarik dari serangan tersebut adalah sang penyerang menggunakan perangkat internet of things (IoT) seperti router, IP camera, dan CCTV yang telah disusupi oleh program khusus seperti botnet.

 

Kasus tersebut menjadi sorotan karena serangan DDoS terhadap server situs Brian Krebs termasuk yang terparah terjadi sepanjang tahun ini.

 

Director Global Research & Analysis Team, Kaspersky Lab, Vitaly Kamluk "Hal tersebut bisa terjadi ke semua pihak, dan para penjahat tersebut biasanya hanya baru akan berhenti jika Anda memberikan sejumlah uang tebusan kepada mereka," lanjut Kamluk.

 

Selain meningkatnya penetrasi internet, para penjahat siber saat ini sudah mulai saling berkomunikasi secara lintas negara.

 

Mereka saling berbagi informasi bahkan menjual berbagai program berbahaya (exploit) yang bisa digunakan untuk melakukan kejahatan siber.

 

Hal tersebut memudahkan para penjahat siber di negara berkembang seperti Indonesia untuk mendapatkan software canggih dari penjahat siber ternama untuk mendapatkan keuntungan berlipat.

 

Lalu apa yang bisa dilakukan oleh Indonesia saat ini?

 

Kamluk mengatakan, hal tersebut bisa dilawan dengan mendidik masyarakat, terutama generasi muda betapa pentingnya keamanan digital.

 

Dengan cara tersebut, diharapkan semakin banyak muncul ahli keamanan digital yang bisa membantu memberantas penjahat siber.

 

Selain itu, edukasi dan pelatihan terhadap aparat keamanan juga harus digalakkan. Menurut Kamluk, aparat penegak hukum di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia, masih sangat buta terhadap teknologi dan sistem keamanan digital.

 

Lebih baik jika sebuah negara mulai membentuk divisi aparat khusus untuk menangani kejahatan siber.

 

Vitaly juga memperingatkan agar tidak sembarangan menggunakan jasa penyedia keamanan siber. Menurutnya, keamanan siber merupakan ranah yang dipenuhi oleh para scammer (penipu).

 

Banyak perusahaan penyedia layanan keamanan siber dan berbicara besar mengenai peretasan dan lain-lain, namun tidak bisa berbuat banyak ketika dihadapkan langsung dengan kasus kejahatan siber.

 

"Keamanan siber dipenuhi oleh para scammer. Biasanya mereka hanya berkata besar tapi tidak pernah menghasilkan apa-apa. Anda perlu berhati-hati dengan penyedia layanan keamana siber seperti itu," ujar Kamluk.(mtr/ivn)