Irman Gusman Dijebak?

Irman Gusman Dijebak?
JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) – Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengaku mengenal betul terhadap diri Irman Gusman yang disangkakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima uang suap Rp 100 juta.
 
“Irman Gusman seorang pengusaha kaya yang dijebak dengan uang recehan Rp 100 juta,” tulis Fahri Hamzah melalui twitternya menanggapi penangkapan Irman Gusman dalam operasi tangkap tangan KPK, Sabtu (17/9) dini hari di rumah dinasnya, jalan Denpasar Jakarta.
 
Dalam twitternya itu, Fahri menyebutkan bahwa dirinya sudah kenal Irman Gusman sejak tahun 1995. Waktu itu Fahri masih mau bikin skripsi, sedangkan Irman Gusman sudah beberapa tahun pulang  sekolah S2 dari Amerika. “21 tahun lalu, saya belum lulus kuliah dia (Irman Gusman) sudah jadi orang kaya raya,” ungkap Fahri.
 
Sepulang sekolah dari Amerika, ulas Fahri di twitternya itu, Irman Gusman menyelamatkan bisnis keluarganya. “Saya mengenal ibu dan bapaknya sebagai orang Minang yang sangat terhormat.  Keluarga itu memang keluarga kaya. Pengusaha kayu dan perkebunan yang maju,” sebut Fahri.
 
Lebih lanjut Fahri mengisahkan, suatu hari jelang 1996, salah seorang Riawan di FEUI yang suaminya bekerja di perusahaan Irman Gusman mengontak dirinya. Irman Gusman memerlukan peneliti untuk sebuah penulisan karya ilmiah. “Saya diminta.  Berkantor lah saya di kantor dan rumah Irman Gusman sekitar 1996 itu dan mulai penelitian,” terang Fahri.
 
Waktu itu kata Fahri, Irman Gusman adalah pengusaha muda yang sedang naik daun dan Irman aktif di HIPMI. “ Biasalah, anak HIPMI sedang gandrung melakukan advokasi UKM dan pengusaha pribumi,” terang Fahri.
 
“Saya menyiapkan dokumen dan hasil penelitian lalu saya mulai menulis. Diskusi pertama di harian Kompas. Irman Gusman menjadi salah satu pembicara membela UKM dan pengusaha pribumi.  Acara itu dibuka sendiri oleh Pak Jacob Utama. Dimoderatori oleh Ginanjar Kartasasmita,” ulas Fahri.
 
Tahun-tahun  itu jelas Fahri, memang Orde Baru ingin melakukan semacam koreksi agar kelas menengah pribumi bertumbuh. UKM dan koperasi kuat. “Itulah kenangan awal saya dengan Irman Gusman, orang Minang yang terpandang.  Jarak antara Irman Gusman dan kejahatan itu jauh sekali. Sangat jauh,” tulis Fahri.
 
Fahri juga menjelaskan, tahun 1996 menjelang lulus, Irman memperkenalkan dirinya dengan pendiri Johor Corporation, Tan Sri Muhammad Ali. “ Tadinya saya akan menulis soal bagaimana beliau sebagai pendiri membangun budaya perusahaan.  Tapi yang menarik adalah bahwa 20 tahun lalu Irman Gusman sudah punya kawan-kawan besar,” kicau Fahri.
 
Bahkan menurut Fahri, sampai sekarang, Irman mempunyai pergaulan yang luas. “Maka saya heran dituduh korupsi 100 juta?  Entahlah apa yang terjadi. Tapi saya merasa ada yang tidak adil orang sebaik Irman Gusman dirusak seperti ini. Semoga Pak Irman Gusman kuat dan berani membela diri.  Sebagai sesama pimpinan lembaga negara saya ikut prihatin. Semoga ujian ini mendewasakan kita semua khususnya,  DPD RI dan Pak Irman Gusman,” kunci Fahri di twitternya itu.
 
Ketua MPR Zulkifli Hasan menyatakan prihatin atas masalah yang menimpa Irman Gusman. Pak Irman Gusman adalah orang yang baik. Saya kenal  Irman Gusman dan keluarganya. "Semoga pak Irman tabah," kata Zulkifli Hasan, di Ponorogo, Jawa Timur, Senin (19/9).
 
Sementara itu, mantan Wakil Ketua DPD RI, Laode Ida juga merasa tidak percaya kalau Irman Gusman terlibat korupsi. Apalagi Irman sebagai seorang pengusaha sukses yang tentu uang Rp 100 juta bukan masalah besar buatnya yang memang sejak dari kecil dia berada dalam lingkungan salah satu orang kaya dan pengusaha sukses di Sumatera Barat
 
Karena itu, Laode Ida menduga Irman Gusman sengaja dijebak untuk mengakhiri karir politiknya saat ini. Apalagi, begitu Irman ditangkap KPK, ada kelompok di DPD yang berusaha membuat skenario penggantian diri Irman sebagai pimpinan lembaga tinggi negara itu.
 
“Makanya, sekali lagi, saya hampir tak percaya dengan informasi itu. Mungkin juga yang bersangkutan masuk dalam perangkap jebakan,” kata Laode.
 
Apalagi di intern DPD RI dalam beberapa bulan terakhir mengalami goncangan politik terkait dengan perubahan tatib untuk menjadikan jabatan pimpinan DPD RI hanya 2,5 tahun, di mana sasaran tembaknya adalah posisi IG.
 
“Namun, jika benar itu terjadi, maka biarkanlah diproses secara hukum. Mudah-mudahan di sana akan terbuka kebenaran yang berkeadilan,” kata Komisioner Ombudsman RI itu. 
 
KPK Terkesan Lembek
 
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menyayangkan sikap KPK yang masih tembang pilih dalam pemberantasan korupsi. Kalau KPK serius memberantas korupsi, dirinya setuju penangkapan yang bernilai Rp100 juta.
 
Namun kasus korupsi yang bernilai miliaran rupiah seperti kasus Sumber Waras, Suap Reklamasi, Pembelian Tanah di Cengkareng, Century, dan BLBI, juga harus dilakukan diusut dan diberantas. "KPK terkesan lembek dalam kasus-kasus besar. KPK bahkan mengatakan kasus BLBI sudah tutup buku," kata Hidayat Nur Wahid dalam rilis yang dikeluarkan pemberitaan MPR, Senin (19/9). 
 
Hal demikian menurut Hidayat Nur Wahid tidak sesuai dengan semangat pemberantasan korupsi. "Pemberantasan korupsi yang kecil iya, yang besar juga iya. Kalau ada masalah hukum maka hukum harus ditegakkan dengan jelas, bukan karena kriminalisasi atau fitnah," ujarnya.
 
Secara terpisah pengamat politik Siti Zuhro menganggap wajar masyarakat mengkritik KPK mainkan politik hukum pasca penangkapan Irman Gusman dengan barang bukti hanya Rp 100 juta.
 
“Masyarakat tentu melihat ada apa ini dengan KPK,mengapa kasus seperti ini seperti menjadi fokus KPK? Padahal banyak kasus lain yang sudah sangat jelas unsur korupsinya dan nilainya pun mencapai ratusan miliar atau triliunan, tetapi tidak juga ada tindaklanjutnya. Maka saya lihat banyaknya kritik pasca tertangkapnya Irman Gusman sebagai sesuatu yang wajar,” ujar Siti di Jakarta, Senin (19/9).
 
Siti pun melihat wajar jika ada tuduhan terhadap KPK bahwa dalam menangangani satu kasus kental nuansa politiknya. Dia pun mencontohkan bagaimana KPK selalu mencari alasan atas kasus pembelian rumah sakit Sumber Waras dan Reklamasi yang menyeret-nyeret Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama atau Ahok.
 
“Untuk kasus yang sudah jelas seperti pembelian rumah sakit sumber waras, ada fakta audit dari BPK, tapi tidak juga ditindaklanjuti oleh KPK.Atau dalam kasus reklamasi sudah ada tersangkanya dan bukti bahwa ada perselingkuhan antara pengusaha dan birokrasi, tapi didiamkan. Lah ini kok tiba-tiba mencari kasus lain,” tambahnya.
 
Sebagai lembaga negara yang lahir karena reformasi, Siti melihat KPK justru tidak reformis jika terus melakukan tindakan seperti ini. “Banyak nama yang sudah sering dikaitkan dengan korupsi, tapi sampai sekarang tidak diapa-apakan. Kita ini serius tidak untuk melakukan reformasi memberantas KKN? Sekarang mana buktinya? Masyarakat kan menginginkan mana kerja KPK yang membawa roh reformasi ketika orang-orang tertentu justru seperti dilindungi,” tegasnya. (sam)
 
Editor: Nandra F Piliang