Miliki Rapor Merah

Soal 10 SKPD, Gubri tak Tegas

Soal 10 SKPD, Gubri tak Tegas

PEKANBARU (RIAUMANDIRI.co) - Gubernur Riau H Arsyadjuliandi Rachman dinilai tidak tegas terhadap 10 satuan kerja perangkat daerah di lingkungan Pemprov Riau yang dinyatakan memiliki rapor merah. Hal itu disebabkan satuan kerja tersebut baru dapat menyerap anggaran di bawah 33 persen.

Akibat ketidaktegasan Gubri ini, serapan APBD Riau hingga bulan September 2016 ini masih rendah. Padahal tahun anggaran 2016, tinggal tiga setengah bulan lagi.

"Dalam hal ini Gubernur harus tegas, kalau memang kinerja tidak baik dan tak mampu merealisasikan program, ganti saja. Harapan kami, Pak Gubernur jangan terkontaminasi dengan nilai (teori) untuk mengangkat seseorang menjadi pejabat bawahannya. Sehingga tidak ada pejabat tidak bisa bekerja ke depan," kata Sekretaris Komisi A DPRD Riau H Suhardiman Amby, baru-baru ini.


Menurut Suhardiman, dalam perekrutan melalui sistem assessment ke depan, perlu adanya kombinasi. Pejabat ditunjuk tidak hanya dinilai dari makalah dan teori. Dengan perjanjian setelah enam bulan pengangkatan, Gubernur Riau langsung melakukan evaluasi.

Soal Kalau tidak ada perkembangan di lapangan pejabat bersangkutan harus siap diganti. Beberapa Satker saat ini, kata Suhardiaman, boleh dikatakan tidak mampu bekerja. Karena terlalu banyak teori, mereka terlalu berhati-hati untuk mengambil kebijakan-kebijakan mempercepat pelaksanaan anggaran yang ada. Hingga akhir Agustus 2016, masih ada SKPD di bawah angka 40 persen.

Berkaca dari pengalaman tahun 2015 lalu, dengan realisasi APBD Riau yang hanya berkisar di angka 67,83 persen,  Sisa Lebih Perhitungan Anggaran atau Silpa APBD Riau lebih kurang Rp5 triliun.

Jika kondisi realisasi APBD Riau tahun ini masih mandek diangka separuh, maka kemungkinan besar sisa anggaran itu akan semakin bengkak. Komentar senada juga dilontarkan Sekretaris Komisi D sekaligus anggota Banggar DPRD Riau, Asri Auzar, belum lama ini.

"Dengan kondisi ini kita sangat heran, apa sebenarnya yang diinginkan pejabat yang memiliki kinerja rendah itu. Apa kita suka menyimpan uang di bank atau bagaimana. Demi kepentingan masyarakat, harusnya ini direalisasikan dengan baik," ujarnya.  
      
Ia berharap, hal ini harus segera direalisasikan oleh Gubernur Riau agar program yang telah dibuat oleh para SKPD dapat segera direalisasikan untuk pembangunan Riau ke depannya menjadi lebih baik.

Sama saja, anggota DPRD Riau lainnya, Muhammad Adil, meminta Gubri harus bersikap tegas kepada 10 kepala SKPD yang mendapatkan rapor merah tersebut.

Menurutnya, pimpinan di 10 SKPD tersebut sudah sepantasnya untuk segera diganti. Karena sudah terbukti tidak dapat meningkatkan perubahan daerah dan kesejahteraan masyarakat.

"Percuma dianggarkan besar ke dinas itu kalau mereka tidak bisa menggunakannya. Pokoknya yang di bawah 33 persen itu harus
ditindak, harus diganti oleh Gubernur, jangan ditunggu-tunggu juga," ujar Adil.

Dikatakannya, seharusnya memasuki akhir bulan Agustus anggaran di pemerintahan sudah harus berjalan lebih dari separuh. Artinya hanya tinggal bebebrapa bulan lagi untuk melaksanakan APBD 2016 dan untuk penyusunan anggaran selanjutnya.

"Seharusnya sudah 60 sampai 70 persen lebih. Kita khawatir kejadian sama di tahun 2015 akan terulang lagi. Yang mana banayak uang kita yang mengendap di bank karena tidak bisa digunakan," ungkapnya.

Seperti dirilis sebelumnya, perihal 10 SKPD Pemprov Riau yang masuk dalam kategori rapor merah itu, awalnya diungkapkan Sekdaprov Riau Ahmad Hijazi. Ke-10 SKPD tersebut masuk dalam zona merah itu, karena realisasi APBD Riau tahun 2016 di 10 instansi tersebut masih rendah, yakni di bawah 33 persen.

Ke-10 SKPD tersebut adalah Dinas Komunikasi Informasi, Dinas Cipta Karya dan Sumber Daya Air, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, Dinas Perkebunan, RS Petala Bumi, Dinas Perikanan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Dinas Pertanian dan Peternakan, dan urusan kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Menurut Sekdaprov, ada beberapa hal yang membuat serapan anggaran di 10 SKPD tersebut masih rendah. Di antaranya akibat banyak regulasi yang tidak bisa cepat dilaksanakan, termasuk untuk proses lelangnya. Selain itu, ada juga anggaran yang tidak bisa dijalankan karena tumpang tindih wewenang. (rud/bbs)