Melesatkan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lewat UU TA

Melesatkan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lewat UU TA

Program Tax Amnesty atau pengampunan pajak telah dimulai, Senin (18/7). Program ini ditujukan sebagai salah satu cara menarik dana pengusaha Indonesia yang “diparkir” di luar negeri.

Diperkirakan terdapat aset WNI sejumlah kurang lebih Rp. 4.300 triliun yang seharusnya dapat digunakan sebagai modal investasi dalam negeri. Umumnya, para pengusaha Indonesia lebih memilih menyimpan uangnya di negara-negara yang mempunyai pajak rendah (Tax Haven).

"Yang uangnya ada di dalam negeri di-declare, yang uangnya ada di luar di bawa masuk. Ini persaingan antar negara. Ini kesempatan semuanya untuk berpartisipasi terhadap negara," kata Presiden Jokowi saat menghadiri sosialisasi Tax Amnesty di Surabaya (16/07/2016).


Dana pegusaha Indonesia yang berada di luar negeri umumnya untuk menghindari adanya pemotongan pajak oleh pemerintah sesuai dengan persen jumlah keseluruhan dana. Masalah yang timbul adalah pengusaha cenderung menghindari beban pajak yang harusnya dibayarkan apabila dana tersebut disimpan di dalam negeri. Padahal, Indonesia sendiri membutuhkan pasokan dana segara untuk memutar roda perekonomian nasional.

Harapan Bank Indonesia (BI), pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat tumbuh ke level 5,7 persen pada tahun 2017. Proyeksi tersebut didasarkan pada berjalannya program Tax Amnesty pemerintah yang mampu menarik dana dari luar negeri untuk diinvestasikan di sektor-sektor perekonomian Indonesia. Gubernur BI, Agus Martowardojo mengungkapkan bahwa perkiraan ekonomi Indonesia bertumbuh 5,04 persen di 2016, lepas dari diberlakukannya program pengampunan pajak yang mulai pada 18 Juli 2016 hingga 31 Maret 2017.

Selain itu, dana repatriasi yang didapat dari Tax Amnesty dapat digunakan sebagai modal belanja pemerintah, sehingga memacu pertumbuhan ekonomi pada rentang tahun 2016-2017.  

Keadaan ekonomi dunia yang sedang lesu, membuat Indonesia ikut tertekan akibat dari lambatnya pertumbuhan ekonomi negara-negara besar, seperti Tiongkok dan Amerika Serikat. Banyak negara yang saling bersaing untuk mendapatkan modal dana sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi masing-masing negara, tak terkecuali dengan Indonesia.

Singapura sebagai salah satu Tax Haven di ASEAN, turut resah dengan adanya UU Tax Amnesty Indonesia.

Secara tidak langsung, Indonesia menujukkan niat untuk bersaing dengan negara-negara maju di kawasan. Indonesia tidak mau kalah dengan negara lain yang mempunyai modal besar dalam menjalankan roda perekonomiannya.

Seperti dilansir oleh Liputan6.com, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Suryadi Sasmito mengatakan bahwa Singapura khawatir dengan adanya UU Tax Amnesty Indonesia.

Hal ini sangat wajar melihat dana pengusaha Indonesia mencapai Rp 3.000 triliun di Singapura. Salah satu cara Singapura dalam “membentengi” UU Tax Amnesty Indonesia adalah dengan iming-iming menjadi warga negara Singapura apabila warga negara asing menyimpan dananya di Singapura.

Kecemasan Singapura tersebut dapat dijadikan sebuah pertanda bahwa UU Tax Amnesty dapat menggiring perekonomian Indonesia menjadi lebih maju melangkahi Singapura itu sendiri.

Untuk itu, para pengusaha WNI yang mempunyai dana di luar negeri, diharapkan ikut berpartisipasi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional untuk dapat bersaing di kancah regional maupun internasional.

Partisipasi yang diharapkan pemerintah adalah dengan menanamkan modal yang dimilikinya di sektor-sektor ekonomi. Pemerintah lewat Dirjen Pajak dan Kementrian Keuangan telah memprogramkan skema Tax Amnesty yang dapat dimanfaatkan untuk memudahkan para pelaku usaha untuk memindahkan dananya dari luar menuju dalam negeri.

Kemudahan inilah yang dapat dimanfaatkan para pengusaha untuk ikut berpartisipasi dalam membangun Indonesia yang lebih maju dan dapat bersaing di level internasional. Selain itu, dilihat dari proyeksi perkembangan ekonomi di tingkat regional, Indonesia masih diatas Thailand dan Malaysia yang dikenal mempunyai sektor industri yang kuat.

Dengan modal pertumbuhan 5,7 persen, sudah cukup untuk menarik minat para pengusaha WNI menanamkan modalnya ke Indonesia. Sektor perekonomian Indonesia mempunyai masa depan cukup menjanjikan sebagai tujuan utama pengusaha dalam mendapatkan keuntungan dari dana yang ditanamkannya. Masa depan inilah yang dapat dijadikan pegangan para pengusaha WNI untuk memulangkan dana segar dari luar negeri.

Sebagai negara yang diproyeksikan menjadi salah satu negara dengan perekenomian kuat pada tahun 2030, dibutuhkan seluruh komponen negara termasuk warga negara untuk mewujudkan cita-cita ini.

Perekenomian Indonesia membutuhkan modal banyak sebagai sebuah batu loncatan untuk memenuhi ekspektasi pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Kebutuhan ini dapat diperoleh dari partsipasi para pengusaha Indonesia dari skema investasi maupun perolehan pajak. Kesadaran para pengusaha sebagai bagian dari negara Indonesia sangat diperlukan untuk membangun perekonomian Indonesia.

Kesempatan inilah yang dapat dimanfaatkan para pengusaha untuk ikut “berjuang” dalam memajukan perekonomian Indonesia. Indonesia mampu untuk menjadi Tiongkok kedua apabila pengusahanya mau untuk menanamkan modalnya pada sektor-sektor perekonomian dalam negeri.

Hal ini merupakan harapan pemerintah yang diwujudkan dalam penerapan UU Tax Amnesty untuk mempermudah “mudik” dana dari pegusaha WNI. Keringanan-keringanan yang ditawarkan oleh UU Tax Amnesty diharapkan mampu membawa pulang para pengusaha Indonesia diluar negeri untuk turut mendukung Indonesia menjadi negara maju di masa depan.

Tax Amnesty diibaratkan seperti tradisi pulang kampung pada hari lebaran, pergi untuk bekerja dan pulang untuk membawa kemakmuran bagi keluarga. Indonesia membutuhkan dukungan dari seluruh warga negara untuk mewujudkan Indonesia yang maju dan sejahtera.

Pengusaha Indonesia yang memperoleh pendapatan dari dalam negeri juga harus berkontribusi untuk kemajuan negara sendiri, itulah bentuk nasionalisme zaman modern ini. Para pengusaha Indonesia diharapkan menjadi tokoh perjuangan modern bagi Indonesia untuk melawan “penjajahan ekonomi” oleh negara lain. Pemerhati ekonomi global, tinggal di Jakarta