Sikat Cukong Perambah TNTN

Sikat Cukong Perambah TNTN

PEKANBARU (riaumandiri.co)-Polda Riau dan jajaran, diminta segera bertindak tegas terhadap para cukong atau pengusaha skala besar, yang diduga ikut terlibat dalam aksi perambahan hutan di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo. Sebab dengan tindakan dan penegakan hukum yang tegas, yang bisa mengikis

Sikat habis aksi perambahan hutan di kawasan itu.
Demikian dilontarkan Deputi Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau, Evan Sembiring, Rabu (24/8).
Dikatakan, dalam penanganan masalah di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), tidak bisa dilakukan sembarangan dengan menggunakan cara-cara represif. Apalagi mengingat saat ini terdapat banyak masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan lindung tersebut.

"Di sana ada masyarakat juga, yang sebenarnya mereka itu korban-korban praktik mafia tanah. Ada juga mereka benar-benar penduduk asli. Jadi ketika penegakan hukum di TNTN harus menggunakan cara arif," ingatnya.

Namun jika para perambah tersebut merupakan para cukong dan pihak perusahaan skala besar, Evan menantang penegak hukum untuk menindaknya. Menurutnya, para 'pemain besar' ini jelas tidak merupakan warga asli.

"Kalau dia cukong, perusahaan dengan segala besar silakan dihabisi saja, ditangkap," tegasnya.

"Kalau masyarakat kan ada rencana dari KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,red) ada perpindahan masyarakat yang berada di TNTN itu, ke beberapa areal konsesi yang sudah dicabut di buffer zone-nya taman nasional," tambahnya.

Tak Perlu Laporan Selain itu, Evan juga mengatakan, dalam melakukan penegakan hukum di TNTN, aparat Kepolisian sebenarnya tidak harus menerima laporan terlebih dahulu dari masyarakat. Sebab, aksi perambahan tersebut adalah delik biasa, dan bukan delik aduan. Dalam hal ini, Kepolisian bisa langsung turun ke lapangan setelah berkoordinasi dengan penyidik kehutanan.

"Namun yang perlu dicatat, Polda Riau jangan mengulang-ulang. Kalau dulu ada 79 perkara kehutanan dan lahan yang melibatkan masyarakat. Kalau sekarang begini saja, di TNTN itu banyak pengusaha kelas besar. Silakan ditangkap. Jangan main-main tangkap masyarakat saja," ujarnya lagi.

Selama ini, imbuhnya, Polda Riau dalam penegakan hukum secara represif ke masyarakat, sangat gampang dilakukan. Tapi kalau untuk menangkap perusahaan besar, kondisinya malah terkesan melempem.

"Kalau di TNTN mau dilakukan penegakan hukum, mereka mulai dari yang besar. Jangan mulai dari yang kecil-kecil lagi. Tangkapnya yang satu hektare atau penduduk asli yang turun temurun di sana. Karena itu tak bijak. Yang bijak itu, tangkap lahannya yang 100 hektare. Tak susah la itu menemukannya. Tinggal panggil orang, sebutkan itu tanah siapa, lihat Akta Jual Beli-nya. Lihat bagaimana distribusi buah sawitnya," paparnya menegaskan.

Menurutnya, karena sawit di kawasan TNTN adalah ilegal, maka pabrik yang menampungnya juga bisa dikategorikan terlibat kejahatan kehutanan dan perkebunan.

Sementara itu, Wakil Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Made Ali, menyebutkan, dalam penegakan hukum terhadap para perambah hutan di TNTN, bisa dilakukan simultan antara Penyidik Pegawai Negeri Sipil Balai TNTN dan Polda Riau.

Menurut Made Ali yang juga merupakan aktifis Riau Corruption Trial, jika sudah ditangani salah satu institusi penegak hukum, institusi lainnya tidak akan mencampuri.

"Kalau PPNS yang menangani biasanya Polda (Riau) diam aja. Tinggal koordinasi Polda dan PPNS saja, Karena korwasnya tetap pada Polda Riau," kata Made Ali.

"Polda biasanya menunggu. Bila PPNS mengalami kesulitan, baru Polda turun. Lebih baik Polda dan PPNS melakukan penegakan hukum terpadu melakukan penyidikan," imbuhnya.

Seperti diketahui, kawasan hutan TNTN sendiri saat ini sangat memprihatinkan. Bahkan, Panglima Kodam I Bukit Barisan, Mayjen Lodewyk Pusung yang melakukan kunjungan ke Riau beberapa waktu memerintahkan rumah perambah hutan di lahan negara untuk dibakar.

Lodewyk menyebutkan, tidak khawatir akan kecaman dari berbagai pihak terkait perintah keras tersebut. Karena menurutnya, selama ini TNI/Polri sudah sudah bekerja maksimal dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Namun tetap saja kebakaran lahan dan penguasaan lahan negara terus berlangsung. Terutama lagi penguasaan lahan negara secara ilegal itu belakangan ini dari kelompok pendatang.

Terkait aksi perambahan di kawasan hutan TNTN ini, pihak kepolisian mengaku tidak ada menangani perkara ini. Disebut-sebut, Balai TNTN melalui PPNS-nya yang akan mengusutnya.

"Kalau di Subdit IV Dit Reskrimsus Polda Riau, Saya belum dapat laporannya," sebut Kasubid IV Dit Reskrimsus Polda Riau, AKBP Hariwiyawan Harun, saat dikonfirmasi beberapa waktu lalu.

Terpisah, Kasat Reskrim Polres Pelalawan, AKP Herman Pelani, juga mengaku tidak ada menangani perkara perambahan di kawasan TNTN. "Tidak ada. Tetapi ada perkara kawasan TNTN yang ditangani pihak Balai TNTN. Karena mereka juga ada PPNS-nya," jawab mantan Kanit Reskrim Polsek Tampan.

Sebagaimana diketahui, sekitar 60 persen lahan di TNTN, saat ini sudah dikuasai secara ilegal. Aksi tersebut diduga dilakukan banyak kalangan. Mulai dari perusahaan, oknum pejabat, DPRD, TNI/Polri, wartawan dan unsur lain. Baik secara pribadi mau pun kelompok. Dalam aksi tersebut, kegiatan biasanya bertopeng dengan menggunakan koperasi. (dod)