Pergulatan Mempertahankan Kemerdekaan

Pergulatan Mempertahankan Kemerdekaan

SALAH satu permasalahan yang tengah dihadapi bangsa Indonesia adalah kegelisahan nasional menyangkut jati diri bangsa.  Nasionalisme saat ini hanya diartikan secara dangkal. Bahkan, seringkali yang terjadi adalah pengkhianatan terhadap cita luhur bangsa Indonesia. Nasionalisme bangsa Indonesia yang patriotik dahulu dengan gagahnya mampu mengusir penjajah, kini berlahan-lahan mulai memudar.

Semangat nasionalisme yang mampu memerdekakan Indonesia pada 17 Agustus 1945, kini hilang seiring menjauhnya momen bersejarah itu. Dengan itu pula, perjuangan seolah-seolah telah sampai kepada puncaknya, yaitu kemerdekaan yang abadi.

Disinilah letak kekeliruan pemahaman menyangkut kemerdekaan ini, sehingga kita melupakan makna kememerdekaan sesungguhnya. Kita harus memaknai kemerdekaan adalah bebas dari segala bentuk ketertindasan. Ketertindasan yang dimaksud bukan hanya akibat penjajahan kolonial asing, namun juga penjajahan dari bangsa kita sendiri.


Persiden Soekarno dalam pidatonya mengatakan bahwa, "Perjuanganku lebih mudah ketimbang perjuangangan kalian, karena musuh yang kalian hadapi adalah bangsa kalian sendiri” (Pidato Presiden Soekarno pada HUT Proklamasi Tahun 1963).

Penjajahan oleh bangsa sendiri itulah yang akhirnya menggiring rakyat Indonesia ke ranah ketertindasan. Indonesia boleh saja telah merdeka semenjak 71 tahun silam, Namun merdeka yang dimaksud baru sebatas terbebas dari penjajahan kolonial. Sedangkan kemerdekaan yang dicita-citakan sejatinya masih belum terwujud. Hal ini dikarenakan oleh perilaku bangsa sendiri yang ingin hidup sejahtera, namun mengesampingkan kepentingan bersama. Hal inilah yang kemudian menyebabkan rakyat Indonesia terus berada dalam kehidupan yang memprihatinkan.

Penjajahan itu tidak hanya berdampak terhadap kehidupan sekelompok orang belaka, namun telah mengesampingkan kesepakatan bersama (social contract) yang berdasarkan pada keadilan yang dicita-citakan dalam membentuk negara. Oleh sebab itu, perlu rasanya kita merumuskan secara bersam-sama solusi menyangkut masalah ini.

Penjajahan Gaya Baru Setelah Indonesia terbebas dari penjajahan kolonial, datanglah bentuk penjajahan gaya baru yang berlahan-lahan mengiring bangsa Indonesia ke tepi jurang kehancuran. Menurut Liem Siok Lan, dalam bukunya yang berjudul “Menuju Rakyat Berdaulat” mengatakan, “Pada masa penjajahan kolonial, setidaknya terdapat tiga alasan mengapa negeri kita disebut negeri terjajah, yaitu tanah air kita sebagai sumber bahan-bahan baku, sebagai buruh murah dan yang terakhir adalah Indonesia dijadikan wilayah pemasaran bagi produk-produk Eropa”.

Lantas, apa bedanya seletelah Indonesia merdeka? Hingga kini tanah air kita masih dijadikan sumber bahan baku, upah buruh di Indonesia masih jauh lebih murah, jika dibandingkan dengan negara asing dan sampai saat ini pasar Indonesia masih menjadi tempat pemasaran produk-produk asing. Bedanya dengan 71 tahun silam hanyalah siapa yang menjajah, bila dahulu kita berjuang melawan penjajah kolonial, kini kita lengah terhadap jajahan bangsa sendiri.

Setidaknya terdapat beberapa bentuk jajahan yang dialami Indonesia dari bangsa sendiri itu, diantaranya, korupsi oleh pejabat negara, penyalahgunaan narkoba, monopoli pasar oleh kapitalisme, dan para pemberu rante yang tidak memiliki rasa nasionalisme.

Permasalahan itulah yang dapat mengiring Indonesia kedalam dua masalah besar, yaitu genosida dan ekosida. Pertama, genosida. Genosida atau menghancurkan peradaban manusia dapat terjadi akibat kombinasi perilaku koruktif dari penyelenggara negara dan kapitalisme.

Sebab dengan kombinasi itu, kapitalisme akan semakin merajai dan sulit dibendung. Akibatnya, akan semakin banyak rakyat yang menderita akibat ulah radikal kaum kapitalis untuk memanopoli pasar dan dalam mengekploitasi sumberdaya alam. Seperti halnya sengketa agraria, dimana terjadi ketimpangan aset antara rakyat dan perusahaan. Rakyat butuh tanah untuk bertani, namun perusahaan malah mengambil lahan dengan paksa, sehingga rakyat semakin terpojok yang dapat menyebabkan rakyat terusir dari lahan yang mereka miliki, tentunya hal ini dapat merubah peradaban secara radikal.

Kedua, ekosida. Ekosida atau menghancurkan lingkungan dapat terjadi akibat eksploitasi yang berlebihan oleh kapitalisme. Hal ini ditenggarai karena peruntukan lahan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Seperti halnya pemerintah memberi izin perkebunan sawit di suatu daerah, sementara daerah tersebut merupakan hulu dari sungai-sungai yang menjadi sumber kehidupan masyarakat.

Melihat rumusan masalah yang ada, untuk memperjuangkan kemerdekaan dalam pergulatan melawan penjajah, perlu rasanya kita membuat semacam jihad untuk melawan segala bentuk penjajahan itu. Sebab, percuma saja bila kita terus berenovasi dalam merayakan kemerdekaan setiap tahunnya, namun masih terdapat jutaan orang yang menderita akibat ulah bangsa sendiri. Dan negara haruslah berpihak kepada masyarakat agar cita-cita bangsa dapat teruwujud.

Sebagaimana cita-cita negara yang tercantum pada alinea pertama Pembukaan UUD 1945 “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Dan segala bentuk kejahatan yang menyangkut hajat hidup orang banyak merupakan bentuk jajahan terhadap bangsa Indonesia yang mengancam kemerdekaan. ***
Aktivis UKM Pengenalan Hukum dan Politik/ Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand), Padang