Sidang Praperadilan Komjen BG

Kedua Kubu Terlibat Adu Argumen

Kedua Kubu Terlibat Adu Argumen

JAKARTA (HR)-Adu argumen mewarnai sidang praperadilan yang diajukan calon tunggal Kapolri Komjen Budi Gunawan terhadap KPK, Senin (9/2) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Sidang kemarin dipimpin hakim tunggal Sarpin Rizaldi.

Seperti diketahui, Komjen Budi Gunawan mengajukan praperadilan karena menilai kebijakan KPK menetapkan dirinya sebagai tersangka pemilik rekening gendut, menyalahi aturan.

Dalam sidang kemarin, ada beberapa hal yang disinggung pengacara Komjen Budi Gunawan (BG). Di antaranya terkait Laporan Hasil Analisis (LHA) dari Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang dijadikan alat bukti oleh KPK dalam menetapkan Komjen BG sebagai tersangka.

Menurut pengacara BG, Fredrich Yunandi, laporan itu telah diselidiki Polri dan tidak ditemukan unsur tindak pidana pencucian uang. Penyelidikan tersebut dilakukan Polri pada tahun 2010.

Namun hal itu langsung terbantahkan oleh keterangan dari kuasa hukum KPK, bahwa LHA yang dijadikan dasar merupakan LHA tahun 2014, bukan LHA tahun 2009 seperti yang disebutkan pengacara BG.

"LHA yang digunakan termohon bukanlah LHA tahun 2009 melainkan LHA tahun 2014 yang dikeluarkan PPATK berdasarkan permintaan termohon," ucap kuasa hukum KPK.

Sedangkan pengacara BG lainnya, Yanuar Wasesa menilai, kebijakan KPK menetapkan Komjen BG sebagai tersangka, menyalahi hak prerogatif Presiden Jokowi. Yanur juga menyebut KPK arogan dalam menetapkan Komjen BG sebagai tersangka karena seolah-olah presiden harus meminta pendapat KPK.

Ditambahkan Fredrich Yunanti, kliennya bukan aparat penegak hukum yang bisa ditangani KPK. Dalam penetapan tersangka, KPK menyebut bahwa BG menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir (Karobinkar).

Dikatakan, jabatan Karobinkar tidak termasuk dalam pengertian dari pihak-pihak atau jabatan yang disebutkan dalam Pasal 11 UU KPK. Kemudian, dia menyebut bahwa jabatan tersebut tidak menjadi bagian dari tindak pidana korupsi yang bisa ditangani KPK.

"Jabatan Karobinkar bukan merupakan aparat penegak hukum, di mana Karobinkar tidak memiliki kewenangan sebagai penyelidik atau penyidik," ucap Fredrich.

Namun pernyataan itu kembai dibantah pengacara KPK, Chatarina Girsang cs. Dikatakan, dalam Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik-03/01/01/2015 tertanggal 12 Januari 2015, Komjen Budi merupakan subjek yang bisa disidik KPK.

Chatarina juga menegaskan, penetapan tersangka dari KPK terhadap Komjen BG, sesuai Pasal 6 huruf c Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002. Dijelaskannya, mekanisme seseorang dapat ditetapkan sebagai tersangka dalam tingkat penyidikan telah diatur dalam Pasal 44 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) UU KPK.

Selain itu, penetapan tersangka Komjen BG juga dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan nomor Sprin.Dik-03/01/01/2015 tanggal 12 Januari 2015 setelah ditemukan adanya dua alat bukti yang didapat dalam hasil penyelidikan berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan nomor Sprin.Lidik-36/01/06/2014 tanggal 2 Juni 2014.

"Bahwa tidak benar dalil pemohon yang menyatakan penetapan pemohon sebagai tersangka oleh KPK bertujuan mengambil alih, mengintervensi atau mempengaruhi hak prerogatif Presiden RI dalam menentukan calon Kapolri. Apa yang dilakukan oleh termohon semata-mata sebagai bentuk tanggung jawab termohon atas tugas yang diamanatkan oleh UU KPK," ucap Chatarina.

Catharina juga mengatakan, gugatan Komjen BG itu  prematur. "Setidaknya terdapat tiga hal yang perlu dipahami dan akan dibahas termohon (KPK) terlebih dahulu. Pertama mengenai landasan hukum kewenangan praperadilan. Kedua penerapan asas legalitas dalam hukum acara pidana dan ketiga, penerapan yurisprudensi sebagai dasar hukum yang digunakan pemohon (BG) dalam dalilnya," ujarnya.

Selain itu, dia juga menyebut petitum permohonan praperadilan tidak jelas (obscuur libel) dan saling bertentangan satu dengan lainnya.

"Bahwa sebagaimana telah termohon jelaskan sebelumnya, kewenangan praperadilan diatur dalam Pasal 1 angka 10 jo Pasal 77 jo Pasal 82 ayat (1) KUHAP, kewenangan lembaga praperadilan tersebut diatur secara jelas dan terbatas (limitatif) yaitu mengenai sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan dan sah atau tidaknya penyitaan," ucap Chatarina.

Setelah mendengarkan argumen kedua belah pihak, hakim tunggal Sarpin Rizaldi memutuskan melanjutkan sidang pada hari ini Selasa (10/2) dengan agenda pembuktian dari pihak BG. Hakim menjadwalkan bahwa untuk agenda pembuktian akan diberikan kesempatan lebih dahulu kepada BG selama 2 hari yaitu Selasa dan Rabu, Kemudian, pembuktian dari pihak KPK juga 2 hari yaitu Kamis dan Jumat.

"Tidak ada replik duplik, langsung ke pembuktian," ucap hakim Sarpin. (bbs, dtc, kom, ral, sis)