Produksi Jauh Turun, Harga Murah

Petani Karet Kian Menjerit

Petani Karet Kian Menjerit

PASIR PENGARAIAN (riaumandiri.co)-Petani karet di Rokan Hulu kian menjerit. Selain harga karet yang murah, petani juga didera dengan rendahnya produksi sadapan karet. Akibatnya pendapatan petani dari hasil penjualan getah selama sebulan, tidak mencukupi kebutuhan hidup hari-hari.

Harga getah karet saat ini dikisaran Rp6.900 per kilonya. Musim gugur juga menyebabkan jumlah hasil sadapan berkurang.


Kondisi ini sudah berlangsung lama, namun sebagian besar diantara petani lebih memilih bertahan ketimbang mencari pekerjaan lain. Mereka bertahan dengan alasan tidak memiliki keahlian lain selain menyadap karet. Sehingga ketika harga getah karet murah dan menghadapi musim gugur, para petani tangguh ini lebih memilih bertahan, sabar, ikhlas seraya berdoa supaya harga getah karet naik menjadi Rp15 ribu per kilo.



Wagimin (38) warga desa Pematang berangan, Kecamatan Rambah, Kabupaten Rokan Hulu, saat ditemui di kebun milik majikannya Minggu (31/7) menjelaskan bahwa hasil getah karet yang didapatnya dari lahan seluas 1,5 (1 hektar setengah hektar) setiap bulannya hanya sekitar 40 kilo gram (kg) dengan harga Rp6.900 per kilo. Bila dikalikan, maka hasil yang didapat petani setiap bulannya hanya sekitar Rp2.76,000 jutaan kotor.


“uang 2 juta itu dibagi dua lagi pak. Karena sistimnya disini bagi dua. Jadi, hasil yang saya terima setiap bulannya hanya sekitar 1 jutaan lagi. Uang sebesar itu memang kurang. Bayangkan, lajang seperti saya saja tidak cukup, apalagi yang punya tanggungan anak dan istri. Tapi, mau bagaimana lagi. Mau kerja lain tidak punya keahlian. Paling, berdoa supaya harga karet kembali normal Rp15 ribu per kilo,” harapnya.


Petani lainnya, Jamal (47), warga desa Rambah Tengah Utara, yang sebelumnya tinggal di Pekanbaru dan sejak tahun 2015 kembali ke Pasir Pengaraian untuk bertani mulai mengeluh karena hasil yang didapat dari getah karet tidak sebanding dengan biaya kehidupan yang dikeluarkan setiap bulannya. Untuk menghidupi keluarganya, ia harus men cari uang setidaknya Rp2,5 juta per bulan. Sementara hasil dari karet yang didapat hanya sekitar Rp2 jutaan perbulan.


“Di rumah ada 4 orang yang dihidupi, dua anak dan satu istri. Jadi, biaya hidup yang harus dicari setiap bulannya setidaknya R2,5 juta. Rinciannya, ongkos rumah Rp500 ribu per bulan, belanja dapur Rp1 juta per bulan, biaya listrik Rp200 ribu per bulan, biaya sepeda motor Rp200 ribu per bulan  dan biaya tak terduga lainnya. Sementara hasil yang didapat dari karet hanya Rp1 juta per bulan,”keluhnya Jamal.


Untuk menutupi kekurangan biaya hidup keluarga setiap bulannya, lanjut Jamal,  terpaksa dibantu anak bungsunya yang saat ini bekerja disalah satu toko di Pasir Pengaraian. Meski demikian katanya lagi, sebagai orang tua ia merasa prihatin melihat anaknya, karena sebagian hasil kerja anak bungsunya yang saat ini beranjak remaja tidak dapat dinikmati sepenuhnya, karena sebagian diantaranya digunakan untuk mendukung ekonomi keluarga.


Jamal berharap, kepada Pemerintah maupun pihak terkait lainnya agar memperhatikan ekonomi petani karet yang sudah sejak lama mengeluh. Karena menurutnya, sebagian besar warga yang bermukim di Pasir Pengaraian, dan Rokan Hulu, pada umumnya merupakan petani.  Sehingga menurutnya, jika harga getah karet naik, tentu akan berdampak baik bagi ekonomi para pedagang dan usaha lainnya. ***