Mewaspadai Wabah Pokemon Go

Mewaspadai Wabah Pokemon Go

Pokemon Go menjadi permainan yang banyak menyita perhatian publik. Tak hanya di Amerika, Australia dan negara-negara maju lainnya, di Indonesia saja yang belum dirilis secara resmi, Pokemon Go telah menjangkiti berbagai lapisan masyarakat. Mulai dari anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Pokemon awalnya muncul di Indonesia pada tahun 2001 dalam bentuk film animasi kartun. Kehadiran filmnya juga fenomenal dan menggilai anak-anak pada masa itu. Namun kehadiran Pokemon Go dalam bentuk game virtual dengan sensasi yang berbeda dengan yang lainnya menjadi daya tarik sendiri.


Dalam permainannya Pokemon Go mengandalkan global positioning system (GPS) dan telepon pintar (smartphone). Melalui kamera telepon pintar, para pemain berburu monster Pokemon di dunia nyata. Pokemon bersembunyi di berbagai lokasi. Bisa di jalan, sungai, pegunungan, rumah atau tempat-tempat yang lain. Sehingga sensasi game Pokemon Go kian menjadi tantangan tersendiri bagi pemainnya.

Dan untuk berburu Bulbasaur, Charmander, Squirtle atau sang primadona Pikachu, para pemain melakukan berbagai cara untuk menangkapnya. Saking asyiknya berburu Pokemon, tak jarang pemain lupa berada di mana, bahkan rela meninggalkan kewajibannya, hanya untuk sekedar mengejar Pokemon.



Kini, wabah Pokemon Go benar-benar telah menyebar dan menjangkiti masyarakat dan bila tidak diantispasi dengan baik, dikhawatirkan akan menimbulkan berbagai masalah.  


Pertama, terancamnya keselamatan. Permainan Pokemon Go mengajak pemainnya untuk berburu monster Pokemon di berbagi lokasi, dan dalam perburuan tersebut terkadang aspek keselamatan diri kurang diperhatikan, sebab mata fokus di kamera telepon untuk melihat dan menangkap Pokemon. Makanya tak jarang pemain mengalami insiden kecelakaan diri. Seperti yang terjadi diberbagai negara. Kedua, keranjingan. Permainan game Pokemon Go ini membuat orang keranjingan. John Storey (2003), seorang ahli cultural studies mengatakan, bahwa produk budaya populer seperti game berpotensi membuat pemainnya merasa keranjingan. Sebagaimana permainan game-game yang lain, Pokemon Go potensi keranjingannya lebih dahsyat mengingat game  mengajak pemainnya berpetualang layaknya avatar.


Ketiga, tersitanya waktu. Sensasi Pokemon go benar-benar bisa menyita waktu, baik waktu belajar bagi anak-anak, maupun waktu bekerja bagi yang sudah bekerja. Mengejar Pokemon yang berada di serata tempat mau tidak mau membutuhkan waktu dan karena hasrat berburu Pokemon begitu menggebu dalam setiap benak pemain. Akhirnya waktu yang seharusnya bisa difungsikan dengan baik, banyak tersita hanya sekedar untuk berburu Pokemon. Keempat, mengganggu privasi. Hasrat mengejar Pokemon yang berada di berbagai tempat membuat orang melakukan apa saja. Mereka terkadang lupa berada dimana, bahkan di tempat yang seharusnya tidak boleh masuk, mereka menerobosnya saja.

H
Hal itu dilakukan dengan satu tujuan, agar Pokemon bisa mereka tangkap. Seperti menangkap Pokemon di rumah, kantor, tempat keamanan atau tempat-tempat yang terlarang. Bila prilaku  mengejar Pokemon ini tidak lagi melihat lokasi, bisa saja akan mengganggu privasi. Seperti mengejar Pokemon sampai memasuki rumah penduduk tanpa izin.


Kelima, keamanan nasional. Munculnya pendapat yang mengatakan Pokemon Go adalah agen spionase patut juga dicermati. Mengingat game ini berbasiskan GPS yang berpotensi memetakan lokasi-lokasi di sebuah negara. Isu ini, memang belum sepenuhnya bisa dibuktikan, namun tindakan preventif menjadi penting dalam membentengi keamanan negara. Bukankah pada zaman teknologi sekarang semua hal bisa saja terjadi. Apa yang dilakukan Saddam Husein dengan melarang Pokemon beredar di Irak dulu, boleh jadi ada potensi misi tertentu dalam setiap permainan yang diedarkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.


Maraknya anak bangsa ini dalam memainkan Pokemon Go sudah sepantasnya kita mewaspadai ekses-ekses negatif yan ditimbulkannya. Kebijakan yang dikeluarkan MenPAN RB yang melarang ASN memain game berbasis GPS diinstansi pemerintah patut diapresiasi.


Hal ini bukan saja untuk menjaga rahasia negara, kualitas kerja dan pelayanan kepada masyarakat, namun juga untuk membentengi ASN dari keranjingan game Pokemon Go atau game-game yang berbasiskan GPS. Tak ubahnya seperti candu yang lain, game Pokemon Go juga melahirkan candu yang berbahaya. Keranjingan yang kian akut akan menggaggu keselamatan dan kesehatan jiwa seeorang. Abbas Shuman, kepala deputi lembaga Islam Al Azhar yang membandingkan Pokemon Go dengan alkohol. "Game ini membuat orang terlihat seperti orang mabuk di jalan-jalan sembari mata mereka terpaku pada layar smartphone hingga ke lokasi di mana Pokemon berada dengan harapan menangkapnya”.


Apa yang kita lihat ketika lapangan Monas beberapa waktu lalu yang dipenuhi orang-orang yang berburu Pokemon menandakan bahwa wabah ini benar-benar menjangkiti masyarakat.


Publik seharusnya mawas diri, agar wabah ini tidak terus menerus menggerogoti anak bangsa. Sebab selama ini, kita sudah terbuai dan terlena oleh berbagai aplikasi dari perkembangan teknologi. Kehadiran teknologi yang sejatinya untuk meningkatkan potensi diri, tidak terserap dengan baik oleh anak bangsa. Teknologi hanya digunakan untuk hal-hal yang mendegradasi moralitas dan kreativitas. Sehingga anak bangsa asyik masyuk oleh bunga-bunga teknologi yang tanpa sadar sesungguhnya itu adalah wabah yang bila tidak diwaspadai akan menjelma menjadi penyakit akut yang akan merusak diri dan potensi anak bangsa.

Alumnus Pascasarjana Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM)