OJK Tanggapi Santai Peningkatan Kredit Macet Perbankan

OJK Tanggapi Santai Peningkatan Kredit Macet Perbankan

Jakarta (riaumandiri.co)-Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad mengaku tidak khawatir terhadap tren kenaikan rasio kredit macet (non performing loan/NPL) perbankan selama kuartal I 2016.

Muliaman beralasan angka NPL industri perbankan secara rata-rata saat ini masih 2,8 persen atau masih di bawah ketentuan yakni 5 persen.

"Lalu peningkatan (NPL) itu karena faktor pembaginya yang mengalami penurunan, yaitu pertumbuhan kredit yang mengalami penurunan, karena demand relatif menurun di kuartal pertama," kata Muliaman di Jakarta, Selasa (17/5).

Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia juga menyoroti kinerja pembiayaan bermasalah (NPF) yang dialami perbankan syariah, di mana sampai Februari 2016 lalu angkanya tembus 5 persen.

"Sebetulnya apa yang dialami bank syariah sama saja dengan bank lain. Intinya sisa-sisa 2015, akibat dari tekanan ekonomi yang luar biasa berat, pengusaha juga akan begitu," kata Muliaman.
Restrukturisasi Kredit Macet

Kendati demikian ia mengaku belum ada bank yang masuk dalam pengawasan OJK akibat tingginya kredit macet. Namun ia meminta perbankan konvensional maupun syariah untuk fokus melakukan perbaikan kualitas aset yang dimiliki salah satunya dengan merestrukturisasi kredit bermasalah yang tercatat.

"Sekarang tinggal satu hal yang perlu mereka lakukan yaitu restrukturisasi. Saya mendapat laporan sudah banyak dilakukan perbaikan terutama di perbankan syariah," katanya.

Secara keseluruhan ia optimistis pertumbuhan kredit di kuartal selanjutnya membaik didorong oleh perbaikan permintaan dan tingkat konsumsi masyarakat menjelang hari raya.

"Makanya kuartal II menjadi penting. Termasuk apakah bank-bank akan revisi Rencana Bisnis Bank (RBB) nya, tergantung banyak perfoma ekonomi kita di kuartal II," katanya.

400 Perusahaan Keuangan Beroperasi Tanpa Izin OJK
OJK juga mengungkapkan, ada sekitar 400 perusahaan keuangan yang berbisnis secara ilegal karena belum mengantongi izin operasi.

Temuan tersebut merupakan buntut dari terbongkarnya kasus penipuan nasabah yang diduga melibatkan oknum karyawan Reliance Securities dan perusahaan sekuritas, Magnus Capital.

"Bila diakumulasi banyak (lembaga keuangan) yang tidak sah, yang menawarkan (produk keuangan) pada masyarakat luas," ujar Kusumaningtuti S. Soetiono, Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen di Jakarta, Selasa (17/5).

Menurutnya, OJK sedang mendalami kasus tersebut dan memeriksa secara intensif semua pihak yang terkait.
"Itu masih dipelajari, kemudian nanti dilimpahkan ke pemeriksaan, nanti akan ditindaklanjuti dari faktor pidananya bagaimana," tegasnya.

Sementara itu, Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal OJK Sugianto menegaskan, jika terbukti terjadi pelanggaran dalam kasus tersebut, maka kedua pihak yang menjadi tersangka akan dikenakan sanksi hukum.
"Untuk nasabah nanti akan diselesaikan, apakah nanti nilainya akan balik seperti semula atau bagaimana nanti akan kami lihat," ujar Sugianto.

Kendati terulang kasus penipuan baru berkedok investasi, namun Sugianto menilai kecenderungannya menurun pada sat ini jika dibandingkan periode sebelumnya.

"Untuk datanya saya belum bisa detail, tapi cenderung turun," jelasnya.
Sebagai informasi, OJK telah menerima 3.793 laporan pengaduan konsumen sejak beroperasi pada 2013 sampai 22 April 2016.

Untuk mencegah bertambahnya kasus penipuan berkedok investasi,  Kusumaningtuti mengatakan OJK terus berupaya memberikan edukasi kepada masyarakat agar berhati-hati dalam berinvestasi.


"Jadi kami giatkan edukasinya, nanti disediakan langkah-langkahnya bagaimana agar mudah, apa saja yang harus dikerjakan nanti kami edukasi," ujarnya. (cnn/mel)