Dugaan Suap APBD Riau

Suparman Diperiksa, Johar Diundur

Suparman Diperiksa,  Johar Diundur

PEKANBARU (riaumandiri.co)-Setelah meminta memeriksa puluhan saksi, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya memeriksa dua tersangka baru dalam kasus dugaan suap pengesahan APBDP Riau tahun 2014 dan APBD Riau tahun 2015. Keduanya adalah mantan Ketua DPRD Riau periode 2009-2014 Johar Firdaus dan koleganya Suparman.

Namun dalam pemeriksaan yang dilaksanakan di Gedung KPK, Selasa (10/5) kemarin, hanya Suparman yang hadir. Sedangkan Johar berhalangan, sehingga jadwal pemeriksaan terhadap dirinya pun akhirnya disusun ulang.

"Sup (Suparman,red) hadir," ungkap Kepala Bagian Informasi dan Pemberitaan KPK, Priharsa Nugraha, saat dikonfirmasi Haluan Riau dari Pekanbaru, Selasa (10/5) siang.

Sementara, tersangka lainnya, Johar Firdaus berhalangan hadir berdasarkan surat pemberitahuan yang diterima penyidik lembaga antirasuah tersebut.

"Joh (Johar Firdaus,red) diundur (hingga) Kamis (12/5) besok. Ada pemberitahuan (terkait ketidakhadirannya)," lanjut Priharsa.

Dengan telah diperiksanya Suparman sebagai tersangka, selanjutnya Penyidik KPK akan menganalisa informasi yang telah dihimpun selama proses penyidikan kasus ini.
"Belum (lengkap). Masih dilakukan analisis dulu dari informasi-informasi yang telah dihimpun," pungkas Priharsa.

Terpisah, kuasa hukum Suparman dan Johar Firdaus, Razman Arif Nasution, membenarkan pengunduran jadwal pemeriksaan terhadap Johar Firdaus. "Senin (9/5) kemarin, saya mengantarkan surat ke KPK.

Memberitahukan agar pemeriksaan Johar Firdaus hari Kamis besok. Karena jadwal pemanggilannya bersamaan (dengan Suparman), maka untuk efektivitas dan efisiensinya kan tidak maksimal," terangnya.

Ditambahkannya, pemeriksaan terhadap Suparman berlangsung selama dua jam dan berakhir sekitar pukul 13.00 WIB. Materi yang ditanyakan penyidik KPK antara lain terkait fungsi tugas legislasi, hubungan Suparman dengan Annas Maamun. Lebih lanjut, Suparman juga dicecar terkait dengan istilah 'penghubung'.

Saat pemeriksaan tersebut, menurut Razman pihaknya kita tidak menemukan fakta hukum yang menyebut Suparman sebagai penghubung.

"Ada gak Pak Suparman membawa duit untuk diserahkan ke orang-orang di DPRD Riau. Kan tidak ada. Baik dari kesaksian maupun dari laporan. Ada gak Pak Suparman menyerahkan atau menerima.

Itukan hulunya. Hilirnya di mana? Saya yakin penyidik KPK paham Pak Suparman itu tidak berat dugaan dia ikut menikmati uang pelicin kalau pun itu ada dalam dugaan itu yang disangkakan," terangnya.

Razman menyebutkan, penetapan Suparman sebagai tersangka erat kaitannya dengan putusan majelis hakim yang telah menjatuhkan vonis terhadap salah satu terdakwa, yakni Ahmad Kirjuhari, yang juga mantan anggota DPRD Riau.

"Majelis sebenarnya sedikit agak kurang teliti atau ada fakta-fakta hukum yang diabaikan sehingga berimplikasi kepada Pak Suparman," tukasnya.

"Ini berdasarkan fakta-fakta hukum yang menurut saya sangat ringan untuk menjadikan Beliau (Suparman,red) bebas dari dakwaan atau sangkaan KPK," sambungnya.

Dalam proses penyidikan kasus ini, KPK telah melakukan rangkaian proses pemeriksaan sejumlah saksi, baik di Jakarta, maupun di Pekanbaru.

Di Pekanbaru, pemeriksaan dilakukan di Sekolah Kepolisian Negara Pekanbaru, yang dilakukan selama sepekan, dimulai sejak Selasa (26/4). Sejumlah saksi, baik dari kalangan Aparatur Sipil Negara di lingkungan Pemprov Riau maupun anggota DPRD Riau periode 2009-2014, telah dimintai keterangannya. Termasuk Ahmad Kirjuhari yang telah divonis bersalah dalam kasus ini.

Selain Ahmad Kirjuhari dan Annas Maamun, penyidik KPK akhirnya menetapkan Johar Firdaus dan Suparman sebagai tersangka dalam kasus ini.

Penetapan tersangka kedua politisi Partai Golongan Karya ini, disampaikan KPK Jumat (8/4) petang lalu.

Atas perbuatannya, kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (dod)