KPK Harus Usut Tuntas Mafia Peradilan di MA

KPK Harus Usut Tuntas Mafia Peradilan di MA

jakarta (riaumandiri.co)-Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Susanto Ginting mendorong agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas mafia peradilan di Mahkamah Agung (MA).

 Oleh karena itu, KPK harus memutus mata rantai mafia di lembaga peradilan tertinggi tersebut dengan mendalami rangkaian operasi tangkap tangan (OTT) yang telah dilakukan KPK.

Seperti diberitakan sebelumnya, KPK telah melakukan OTT kepada Kasubdit Kasasi dan Peninjauan Kembali Perdata Khusus MA Andri Tristianto Sutrisna terkait kasus penundaan pengiriman salinan putusan kasasi.

 Lalu belakangan, KPK kembali menangkap tangan Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dalam kasus dugaan suap terkait dengan peninjauan kembali (PK) yang didaftarkan di PN Jakpus.

Saat ini, indikasi adanya keterlibatan Sekretaris MA Nurhadi dalam kasus tersebut pun menguat. Pasalnya, dalam penggeledahan di rumah Nurhadi pada Kamis (21/4) lalu, KPK menyita sejumlah dokumen dan tiga tas penuh uang. Selain itu, Nurhadi juga telah dicegah untuk bepergian ke luar negeri.

Saat ditanyakan apakah Nurhadi berpotensi menjadi tersangka, Miko menjawab bahwa penggeledahan dan pencegahan yang dilakukan KPK tersebut tidak akan dilakukan tanpa adanya dugaan kuat keterlibatan yang bersangkutan. "Sepanjang KPK memiliki bukti permulaan yang cukup, tidak ada alasan untuk tidak menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka," terangnya kepada Media Indonesia, Sabtu (23/4).


Untuk itu, KPK mesti diberi dukungan agar serius mengusut tuntas kasus tersebut. Menurutnya, jika KPK memang serius mengusut tuntas kasus tersebut, semua pihak yang diduga terlibat mesti juga dijerat.

Adapun terkait seberapa besar peran Nurhadi dalam kasus ini, Miko menyampaikan itu yang perlu didalami oleh KPK.

"Terutama dengan juga melihat kasus-kasus sebelumnya, panitera atau birokrat di MA juga terkena OTT. Menurut saya,
rangkaian OTT tersebut mengarah pada satu hal. Hingga kini hanya KPK yang tahu," tandasnya. (mic/dar)