Sidang Korupsi Penyaluran KUR di BRI Batang Cenaku

Auditor Internal Sebut Ada 22 Debitur Fiktif

Auditor Internal Sebut Ada 22 Debitur Fiktif

PEKANBARU (riaumandiri.co)-Penyaluran Kredit Usaha Rakyat oleh Bank BRI Cabang Batang Cenaku, Kabupaten Indragiri Hulu tahun 2011 lalu diduga dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Demikian diungkapkan Hera yang merupakan auditor internal BRI yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum yang dipimpin Roy Modino pada persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa (19/4).

Dijelaskan Hera di hadapan majelis hakim yang diketuai Irwan Effendi, kalau dari hasil audit internalnya di BRI Kantor Wilayah Riau, terdapat 31 debitur yang menjadi objek pemeriksaannya. Dari jumlah tersebut, 22 diantaranya tidak dilengkapi syarat yang telah ditetapkan untuk mendapatkan pencairan pengajuan KUR.

"Yang bermasalah ada 22 berkas (debitur) dari 31 berkas (debitur) yang diaudit," ungkap Hera.

Berkas-berkas debitur yang bermasalah tersebut, jelasnya, rata-rata menggunakan KTP sementara. Selain itu banyak persoalan lainnya yang menimbulkan kecurigaan auditor, seperti alamat debitur yang fiktif tidak sesuai dengan data yang dilampirkan oleh mantri atau sales.

Seluruh berkas debitur tersebut diketahui diajukan oleh empat terdakwa dalam perkara dugaan korupsi penyaluran KUR ini. Keempatnya, yakni Riveldi Wijaya, Cendikia M Rades, Aulia Rosadi dan Rio Sunindra. Seorang terdakwa menurut saksi Hera tidak terdapat dalam berkas audit yang dilakukannya.

"Tidak ada nama Hari Antoni," sebutnya menegaskan.
Berkas audit juga menunjukkan jika 22 debitur tersebut juga tidak melampirkan foto unit usaha mereka dalam pengajuan KUR ke BRI.

 Heri melakukan cek ke lapangan atas kondisi tersebut. Hasilnya benar adanya jika alamat debitur tidak sesuai yang dilampirkan. Terlebih tidak ada foto unit usaha yang dijalankan.

"Kita ke lapangan tidak ditemukan nasabah-nasabah tersebut," tukasnya.

Atas temuan ini lantas JPU mempertanyakan peran Kepala Unit dalam melakukan verifikasi pengajuan KUR. Ternyata Kepala Unit juga tidak melakukan proses tersebut. Dalam aturannya seorang Kepala Unit diperbolehkan tidak melakukan kroscek ke lapangan, jika ia telah yakin akan debitur tersebut.

"Di aturan kita dalam kontek dia (Kepala Unit,red) sudah yakin, dia bisa menghilangkan kewajibannya untuk On The Spot (cek langsung ke lokasi debitur,red). Kalau tidak (yakin), dia harus On The Spot," terangnya.

Dalam perhitungannya dalam perkara ini terdapat kerugian sebesar Rp300 juta lebih. Ini berdasarkan pengajuan kredit dari 22 debitur yang diduga fiktif.
"Kalau kerugian di laporan kita total kerugian hanya sesuai sampel saya, dari 31 ada 22 yang tidak ditemukan. Kita hitung di Baki debet sekitar Rp15 juta satu orang. Jadi kurang lebih Rp300 juta (total)," pungkas Hera.

Dalam dakwaan JPU juga diketahui rincian pemberian rekomendasi pencairan KUR oleh masing-masing terdakwa. Terdakwa Riveldi Wijaya memberi rekomendasi terhadap 34 debitur.

 Terdakwa Cendekia M Rades memberikan rekomendasi terhadap 21 debitur, terdakwa Rio Sunindra memberikan rekomendasi terhadap 8 debitur, dan terdakwa Aulia Rosadi memberi rekomendasi terhadap 11 debitur. JPU menaksir dugaan jumlah total kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp900 juta.(dod)