Harus Ada Indikator Kerja

Isu Reshuffle Kabinet Jangan Digantung

Isu Reshuffle Kabinet Jangan Digantung

JAKARTA (riaumandiri.co)-Pengamat politik Universitas Indonesia, Agung Suprio, menyarankan Presiden Joko Widodo tidak menggantung isu reshuffle kabinet yang telah berkembang sejak enam bulan belakangan ini.

"Jangan sampai Jokowi-JK ini menggantung isu reshuffle yang sudah 6 bulan ini, justru akan menjadikan kabinet tak bisa kerja dengan baik, dan tak sejalan dengan nawacita Jokowi,” ujarnya, Kamis (14/4).

Isu Reshuffle Selain itu, ia juga menyayangkan reshuffle yang selama ini, menurutnya, tidak dilakukan dengan indikator kinerja, melainkan dengan isu yang berkembang. Seperti ketika terjadi kebakaran hutan, maka Menteri Kehutanan dan Transmigrasi Siti Nurbaya diisukan akan dicopot. Kemudian isu terlibat korupsi dana Bansos  Gubernur Sumatera Utara yang menyeret Patrice Rio Capella (Sekjen NasDem), Kejagung HM. Prasetyo didesak dicopot.

Selain itu muncul kegaduhan menteri dalam kasus PT Freeport, maka Rizal Ramli dan Sudirman Said didesak dicopot. Terakhir di Panama Papers ada nama Rini Soemarno, persidangan di China menyebut Rini dapat 5 juta dollar AS, juga dalam proyek KA Cepat Jakarta - Bandung. “Jadi, pertimbangan reshuffle itu harus dengan indikator. Jangan model khas Indonesia, yang lebih menekankan pada faktor politik dan tekanan publik,” kata Agung.

Namun dia menegaskan, dalam kekuasaan tak mungkin tak ada bagi-bagi jabatan. Apalagi pemerintah sangat tergantung pada DPR. Maka wajar jika Presiden selalu tawar-menawar dengan parpol pendukung. Tapi, parpol tetap harus mengajukan orang-orang kapabel, layak, dan profesional.

Dia juga menilai dalam pemerintahan sekarang ini seperti ada matahari kembar (Jokowi vs JK). Sehingga selalu terjadi tarik-menarik dalam banyak hal strategis negara termasuk reshuffle kabinet, yang dalam 6 bulan terakhir ini terus menjadi wacana liar, namun Presiden tidak merespon dengan tegas tentang ada dan tidaknya reshuffle dimaksud.

“Presiden Jokowi bilang masih tunggu persetujuan dari parpol. Jadi, seolah-olah keinginan Jokowi dan JK berbeda, akibat tidak ada komunikasi dan formula yang disepakati mereka. Inilah yang disebut Presidensial ‘banci’, karena masih menunggu persetujuan parpol, tunggu Muktamar PPP, tunggu Munas Golkar dan lain-lain. Kalau itu benar, berarti Golkar dan PPP akan masuk,” kata Agung.

sekretaris FPKB DPR RI Cucun Ahmad Symasurrijal mengatakan, isu reshuffle dihentikan, agar menteri-menteri bisa bekerja dengan baik dan sejalan dengan nawacita. “Pak Presiden memahami kinerja menterinya, dan menteri PKB sudah bekerja dengan baik, dan benar, meski mungkin belum maksimal. Dan, kalau menteri PKB banyak diberitakan berarti sudah bekerja dengan baik,” tambah anggota Komisi IV DPR RI itu.

“Tapi, kalau harus dievaluasi, kita serahkan kepada Presiden Jokowi. Syukur-syukur  kalau ada evaluasi itu tidak mengganggu jalannya PKB sebagai pendukung Presiden Jokowi sejak awal,” ungkap politisi dari Dapil Jawa Barat itu.

Anggota DPR dari FPPP Arwani Thomafi menyatakan, mendukung pemerintah itu memang suatu keharusan bagi pemerintahan yang sah, agar bisa bekerja dengan baik, dan mampu mensejahterakan rakyat. “Jadi, PPP tak terkait dengan masalah jatah kursi menteri maupun kekuasaan yang lain. Sebab, setelah Presiden dan Wapres dilantik, dukungan itu sudah selesai dan terus bekerja,” tambahnya.

Tapi, kalaupun Presiden harus mereshuffle, ulasnya, maka pertimbangannya demi perbaikan kinerja pemerintahan. Seperti kelemahan koordinasi antarmenteri selama ini. Sebut saja kasus demo gojek dan taksi online kontra taksi konvensional. “Kalau Menhub RI dan Menkominfo RI respon sejak awal, maka kericuhan dalam demo itu tidak akan terjadi di Jakarta,” jelas Arwani. (sam)