Hearing di DPRD RIAU Berlangsung Panas

Penetapan Dirut SPR Langgar Aturan

Penetapan Dirut  SPR Langgar Aturan

PEKANBARU (riaumandiri.co)-Komisi C DPRD Riau menilai, kebijakan Pemprov Riau dalam menetapkan jabatan Direktur Utama dan Komisaris pada salah satu Badan Usaha Milik Daerah, PT Sarana Pembangunan Riau, telah melanggar aturan yang berlaku.

Ada beberapa hal yang dinilai telah dilanggar dalam penunjukan dua jabatan penting di perusahaan plat merah milik Pemprov Riau tersebut. Di antaranya, penetapan jabatan direktur utama yang dinilai tak melalui proses kelayakan.

sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah. Dewan menilai, jabatan tersebut melanggar Perda Nomor 01 Tahun 2008 tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Daerah

Penetapan SPR menjadi PT SPR Pasal 12 Ayat 2.Hal itu terungkap dalam hearing antara Komisi C DPRD Riau, Kepala Biro Ekonomi Setdaprov Riau Syahrial serta jajaran manajemen PT SPR, Senin (11/4). Hearing yang dipimpin Ketua Komisi C Aherson tersebut, berlangsung panas.

Suasana panas bermula ketika anggota Komisi C, Husni Tamrin, menanyakan kepada Kabiro Ekonomi Setdaprov Riau, Syafrial, tentang status jabatan Dirut dan Komisaris PT SPR. Menanggapi pertanyaan itu, Syafrial mengatakan jabatan itu sudah bersifat defenitif.Bermula dari jawaban itu, wacana tidak sahnya dua jabatan kunci itu terus merebak.

"Perda Nomor 01 Tahun 2008 mengatur, pemilihan direktur utama dan komisaris PT SPR harus melalui proses pemilihan. Nah hari ini, itu yang tidak dilakukan, apa bedanya SPR dengan yang lain. Harus dilakukan pemilihanlah," ujar Husni Tamrin.

Meski didesak anggota Dewan, Syafrial akhirnya mengatakan tidak bisa memberikan jawaban pasti, karena yang lebih berwenang adalah Asisten II Setdaprov Riau, Masperi. Hearing pun sempat ditunda sembari menunggu kehadiran Masperi. Namun yang bersangkutan tidak juga datang, sehingga hearing akhirnya dilanjutkan tanpa kehadiran Masperi.

Menurut anggota Komisi C lainnya, Husaimi Hamidi, penetapan Dirut dan Komisaris PT SPR melanggar aturan. Dikatakan, dalam pasal 12 ayat 2 jelas berbunyi, direksi diangkat oleh RUPS untuk jangka waktu 5 tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali periode berikutnya setelah mengikuti ujian dan dinyatakan lulus oleh tim uji kelayakan dan kepatutan fit and proper test.

"Ini kan berarti pemerintah sudah mengangkangi Perda yang ada," ujarnya. Selain itu, Husaimi juga menyorot kondisi Dirut PT SPR M Nasir Day, yang saat ini masih aktif sebagai pengurus partai politik. Menurutnya, hal ini juga tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.

"Dalam Perda sudah dijelaskan, tidak boleh dari parpol. Harusnya pemerintah paham dengan aturan itu. Kalau tidak diikuti, untuk apa Perda ini dibuat mahal-mahal. Ini harus disampaikan kepada Gubernur," ujarnya.

Sementara Aherson mengatakan, apa yang menjadi pembahasan Dewan, bukan berarti menyalahkan orang secara pribadi. Namun menurutnya, dalam pengangkatan untuk jabatan kunci di tubuh BUMD tersebut, memang harus jelas legitimasinya. "Ini harus didudukkan dengan Pemprov, kan ada Perda itu harus dijalankan," ujarnya.

Sementara itu, Dirut PT SPR M Nasir Day mengatakan, saat dirinya diamanahkan sebagai Dirut, ia sempat mempertanyakan keabsahan dirinya kepada notaris dan para pemegang saham PT SPR.

"Jabawaban notaris dan pemegang saham waktu itu, sepanjang tidak ada putusan pengadilan, sah jabatan yang saya emban. Kami pun tidak mau, jabatan kami ini dijadikan alat oleh pemegang saham, kami tidak pernah meminta jabatan ini," terangnya.

"Kami pun sampai sekarang tidak ada menerima gaji dari SPR. Karena memang payung hukumnya tidak ada. Tapi sepanjang belum ada keputusan dari Pengadilan kami masih tetap sah menjabat," terangnya.***