Merasa 'Disandera'

Petani Ancam Laporkan Kapolres Kampar ke Presiden

Petani Ancam Laporkan Kapolres Kampar ke Presiden

PEKANBARU (riaumandiri.co)-Keluarga petani yang dituduh mencuri sawit atas laporan PT Sekar Bumi Alam Lestari mengancam akan laporkan Kapolres Kampar dan Kasat Reskrim Polres Kampar ke Presiden Joko Widodo.

Hal tersebut dilakukan sebagai wujud kekecewaan mereka atas sikap Polres Kampar yang terkesan membela perusahaan asing itu. Mereka mengaku seperti 'disandera' polisi lantaran anggota keluarganya masih dijerat. Padahal, seorang diantaranya telah divonis tak bersalah oleh pengadilan dalam berkas kasus yang sama.

"Tak hanya ke Presiden, kasus ini juga akan kami laporkan ke Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi untuk Orang hilang dan Korban Tindak Kekerasan. Saya sedang siapkan bahannya," ungkap perwakilan keluarga, Jonter (43), petani sawit di Kampar, Jumat (8/4)

Tak hanya itu, saat mereka melaporkan balik PT SBAL atas dugaan tindak pidana penganiayaan dan perampasan, seakan tak diproses sama sekali. Hingga kini, para terlapor, yakni sekuriti PT SBAL, tak kunjung diperiksa dalam kasus ini.


"Saat kami mencari keadilan karena ibu, ipar dan saudara angkat saya dianiaya dan barang dirampas, kok seperti tak diproses," sesal Jonter lebih lanjut.

Alasan Penyidik, kata Jonter, cukup mencurigakan. Berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) lembar A2 ?tertanggal 06 April 2016, penyidik mengaku tak tahu alamat para terlapor?. Padahal, saat perusahaan melaporkan keluarganya dengan tuduhan mencuri sawit, hanya dalam tempo sehari, penyidik cepat me mproses dan langsung menjadikan keduanya sebagai tersangka?.

"Artinya, polisi mengetahui jelas identitas mereka saat melaporkan keluarga saya?. Ada bukti mereka (sekuriti PT SBAL, red) telah di BAP dan disitu tertulis lengkap identitas mereka. Sekarang, saya melapor balik, kok polisi bilang tak tahu alamat mereka," lanjutnya sambil menunjukkan berkas salah seorang oknum sekuriti berinisal MRS (40) yang di BAP pada pada 23 Januari 2016 lalu saat melaporkan pencurian sawit.

Jonter berharap polisi segera melepaskan jeratan hukum bagi iparnya dan memproses laporannya terhadap perusahaan. "Jika memang tak profesional, tak transparan? dan justru menjerat warga tak bersalah, saya akan laporkan kasus ini hingga ke Presiden," ancamnya.

Lebih lanjut, Jonter mengaku, pada 18 Maret 2016 Ialu, Ia telah mengirimkan surat ke Kapolda Riau perihal permohonan perlindungan dan kepastian hukum. Namun, hingga kini belum ada respon. Selain itu, Ia juga telah melaporkan penyidik Satreskrim Polres Kampar ke Bid Propam Polda Riau.

Dari informasi yang dihimpun, kasus ini bermula pada Sabtu (23/1) sekitar pukul 08.00 WIB, Ibu kandung Jonter, Rasmi (68), Iparnya, Rudy Siagian (29) dan Saudara Angkatnya, Kabul (27) diduga dianiaya oleh 4 orang oknum sekuriti PT SBAL dan seorang anggota TNI. Mereka dituduh mencuri sawit di lahan yang bukan dalam kawasan HGU PT SBAL di Desa Kota Garo Kecamatan Tapung Hilir Kabupaten Kampar.

Rasmi ditinggalkan di areal kebun, Rudy dan Kabul diseret ke mess PT SBAL lalu diduga dianiaya. Sekitar 7 jam kemudian?, keduanya bersama mobil pick up milik istri Rudy yang berisi 200 kilogram sawit dan 2 tandan sawit, dibawa ke Mapolres Kampar di Bangkinang. Keduanya dilaporkan mencuri sawit perusahaan asing asal Malaysia grup Kuala Lumpung Kepong (KLK) itu dan oleh Polres Kampar ditetapkan sebagai tersangka dalam berkas kasus yang sama.

Anehnya, dalam tindak pidana ringan (tipiring) itu,cuma Kabul sendiri yang disidangkan. Sedangkan Rudy sendiri, menurut Polres Kampar, akan diproses berbeda hanya gara-gara punya rekam jejak pernah dihukum penjara. Padahal, lokasi kejadian dan berkas kasusnya sama dengan Kabul.

Dalam sidang Kabul pada Selasa (15/3) lalu, Majelis Hakim sendiri sempat bingung. Pasalnya, ?dalam BAP, Kabul dibuat mengaku mencuri sawit untuk mendapatkan uang sebagai persembahan saat ibadah kebaktian di gereja. Padahal, Kabul sendiri beragama Islam.

Ternyata, dalam fakta persidangan terungkap bahwa Kabul adalah penderita tuna aksara alias buta huruf. Tanpa pikir panjang, Hakim pun membebaskan Kabul dari tuduhan mencuri.

Pasca sidang itu, pihak keluarga menunggu Polres Kampar melaksanakan putusan pengadilan bernomor : 09/Pid.C/201//PN.Bkn, yang memerintahkan polisi harus mengembalikan nama baik Kabul serta meminta agar seluruh barang bukti dikembalikan polisi kepada istri Rudy, melalui si pelapor bernama Muhammad Ridho Syahlan. Tapi, tak dilaksanakan.***