Dugaan Korupsi Kredit Fiktif, Dua Karyawan Bank Jadi Tersangka

Dugaan Korupsi Kredit Fiktif,  Dua Karyawan Bank Jadi Tersangka

PEKANBARU (riaumandiri.co)-Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Riau menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi kredit fiktif dari salah satu bank milik pemerintah yang disalurkan pada Koperasi Karyawan Nusa Lima di PT Perkebunan Nusantara V. Dua di antaranya, berasal dari pihak bank.

Hal tersebut diketahui dari Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan yang diterima Kejaksaan Tinggi Riau beberapa waktu lalu.

Saat dikonfirmasi, Syahril selaku Jaksa Peneliti, membenarkan hal tersebut. Dikatakan Syahril, Penyidik Dit Reskrimsus Polda Riau telah melimpahkan berkas perkara untuk diteliti.

"Dalam SPDP tersebut terdapat tiga tersangka dalam kasus KKLK (Kredit Kepada Lembaga Keuangan,red) dari  bank plat merah," ungkap Syafril kepada Haluan Riau di ruang kerjanya, Selasa (5/4).

Ketiga tersangka tersebut, lanjut Syahril, yakni Melda Rotika Mayasari Panjaitan dan Emzahari. Pada 2008 lalu, keduanya masing-masing menjabat selaku Relation Officer dan Penyelia Relation Officer.

"Satu tersangka lagi dari pihak Yuslim. Dia merupakan Kepala Kopkar Nusa Lima," lanjutnya.
Jaksa Peneliti, sebut Syahril, juga telah menerima pelimpahan berkas dari penyidik untuk dilakukukan penelitian. "Berkasnya tengah diteliti dan ditelaah," tukas Syafril lebih lanjut.

Tidak tertutup kemungkinan akan adanya penambahan tersangka baru, baik dari pihak bank maupun Kopkar Nusa Lima.

Sebelumnya, Syafril menyebut bahwa terdapat tiga indikasi pelanggaran perkara tersebut. Pertama, sebut Syafril, tidak adanya proses verifikasi syarat-syarat kredit yang dilakukan pihak bank. Kedua, kredit bernilai puluhan miliaran rupiah tersebut cair, namun syarat-syarat kredit belum terpenuhi.

"Terakhir, berdasarkan Perjanjian Kredit, kalau peruntukkan dana adalah untuk anggota koperasi. Namun setelah cair dana tersebut tidak turun ke anggota koperasi. Artinya, dana yang diajukan tidak sesuai peruntukkannya," jelas Syafril saat dikonfirmasi Kamis (14/1) lalu.

Lebih lanjut, Syafril mengatakan kalau Relation Officer (RO) pada SKC BNI 46 Pekanbaru saat itu, diyakini tidak bekerja sendiri. RO, menurut Syafril, dimungkinkan akan dimintai pertanggungjawabannya dalam pencairan Rp10 miliar dari Rp54 miliar yang dicairkan.

"Sisanya (sekitar Rp44 miliar,red), harus ada yang mempertanggungjawabkan. Seperti kasus yang dulu (kredit fiktif ke PT Barito Riau Jaya,red), kewenangan SKC itu di bawah Rp10 miliar. Di atas Rp10 miliar, kewenangan pejabat di atasnya," jelas Syaril.

Seperti diwartakan sebelumnya, penyidik Polda Riau telah meningkatkan status perkara yang terjadi pada 2008 lalu tersebut ke tahap penyidikan. Penyidik juga telah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), pada bulan Oktober 2015 lalu. Hal itu dilakukan setelah penyidik menemukan adanya tindak pidana dalam penyaluran kredit tersebut.(ara)