Terhenti Sejak 2013

Royalti Hotel Aryaduta Dinilai tak Wajar

Royalti Hotel Aryaduta Dinilai tak Wajar

PEKANBARU (HR)-Komisi C DPRD Riau menilai, ada sesuatu hal yang tak wajar terkait royalti dari manajemen PT Aryaduta Hotel terhadap kas daerah Pemprov Riau. Pasalnya, sejak berdiri tahun 1998 lalu, royalti yang diberikan manajemen hotel berbintang lima itu hanya sebesar Rp200 juta per tahun. Royalti itu bahkan sudah berhenti sejak tahun 2013 lalu.

Hal itu terungkap dalam hearing antara Komisi C DPRD Riau dengan manajemen hotel itu, Selasa (3/2).

Seperti diketahui, hotel berbintang lima yang berada di Jalan Diponegoro tersebut menggunakan lahan milik Pemprov Riau. Dalam operasionalnya, Pemprov Riau menerima pembagian royalti sebesar 25 persen dari untung bersih hotel itu setiap tahun.

"Masa sejak berdiri hingga kini, royaltinya cuma Rp200 juta per tahun. Ini hotel berkelas, bintang lima. Apa memang hanya sebesar itu pendapatan untuk kas daerah Riau, " ujar Ketua Komisi C DPRD, Aherson.

Aherson mengaku nilai royalti tidak wajar. Karena dengan statusnya sebagai hotel berbintang lima,  Hotel Aryaduta Pekanbaru diyakini bisa menghasilan pendapatan yang signifikan. Apalagi, pendapatan hotel pastinya bervariasi setiap tahun.

Misalnya, pada saat PON XVIII Riau digelar pada tahun 2012 lalu, tingkat hunian hotel seharusnya meningkat. "Tapi kok bisa royaltinya setiap tahun sama, angkanya itu-itu saja," ujarnya.

Ditambahkan politisi asal Kuansing ini, pada tahun 2012 lalu, manajemen Hotel Aryaduta membangun fasilitas ballroom seluas 1.000 meter persegi dengan dana Rp3 miliar. Logikanya, penambahan sarana dan fasilitas itu seharusnya bisa mendongkrak pendapatan hotel. "Tapi yang kita temukan, royaltinya tetap sama itu-itu saja. Rp200 juta per tahun. Ini terjadi sejak tahun 2001," bebernya.

Tidak hanya itu, Aherson juga mempertanyakan royalti yang telah terhenti sejak tahun 2013. "Kita minta ini dijelaskan," ujarnya lagi.

Temuan BPK
Menanggapi hal itu, Manajemen PT Aryaduta yang diwakil salah seorang manager, Hasan menjelaskan, terhentinya penyetoran royalti karena pada tahun 2013 lalu, pendapatan Hotel Aryaduta diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan menjadi temuan.

Ketika itu, Pemprov Riau membuat Keputusan Gubernur Riau yang isinya menghentikan untuk sementara waktu pembayaran royalti tersebut. "Ini berlaku sampai ada adendum atau kontrak baru. Namun hingga saat ini, pembentukan kontrak tersebut belum terlaksana," terangnya.

Usai hearing, Aherson mengatakan, Komisi C ingin Pemprov Riau memperbaiki aturan main bila memang kerja sama dengan Hotel Aryaduta terus berlanjut. Khususnya terkait pemberian royalti tiap tahun yang akan diterima Pemprov Riau.

"Logika saja, seharusnya lebih besar itu itu. Kita juga akan minta laporan keuangan dan cash flownya pihak hotel. Jadi kita bisa dapat gambaran berapa besar keuntungan yang didapat pengelola hotel setiap tahunnya," terang Aherson. (rud)